Ini Larangan Peserta Pemilu, Media Massa, dan Lembaga Survei Selama Masa Tenang

josstoday.com

Ilustrasi

JOSSTODAY.COM - Tahapan penyelenggaraan Pemilu 2019 sudah memasuki masa tenang yang dimulai pada hari Minggu (14/4/2019) sampai Selasa (16/4/2019). Selama masa tenang ini semua peserta pemilu beserta tim kampanye, media sosial, media massa dan lembaga penyiaran dilarang melakukan atau memberitakan aktivitas kampanye.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah mengatur tentang masa tenang. Disebutkan masa tenang berlangsung 3 hari sebelum hari pemungutan suara sebagaimana diatur dalam Pasal 278 ayat (1) UU Pemilu. Karena itu, kampanye dalam bentuk apapun harus dihentikan 3 hari sebelum hari pemungutan suara.

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 276 ayat (1) UU Pemilu yang menyebutkan kampanye pemilu dalam bentuk pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye, dan pemasangan alat peraga kampanye dilakukan 3 hari setelah penetapan DCT anggota legislatif dan DPD serta pasangan calon presiden dan wakil presiden sampai dengan dimulainya masa tenang.

Kemudian pada Pasal 276 ayat (2) menyebutkan kampanye pemilu dalam bentuk iklan kampanye dan rapat umum dilaksanakan selama 21 hari dan berakhir sampai dengan dimulainya masa tenang.

Kampanye di Luar Jadwal

Jika ada pihak yang melakukan kampanye pada masa tenang, maka dikategorikan kampanye di luar jadwal dan bisa dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 492 UU Pemilu. Dalam Pasal 492 ini tidak hanya menyasar peserta pemilu dan timnya tetapi juga pihak yang berada di luar peserta pemilu atau timnya yang melakukan kampanye pada masa tenang.

Pasal 492 menyatakan:
"Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye Pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU untuk setiap peserta pemilu sebagaimana dimaksud Pasal 276 ayat (2) (kampanye dalam bentuk iklan dan rapat umum), dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta".

Larangan politik uang di Masa Tenang

UU Pemilu itu juga mengatur sejumlah hal yang dilarang dilakukan oleh peserta pemilu beserta timnya. Salah satu larangannya adalah melakukan politik uang sebagaimana diatur Pasal 278 ayat (2) UU Pemilu.

Pada Pasal 278 ayat (2) ini disebutkan "Selama Masa Tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276, pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada Pemilu untuk:


a. tidak menggunakan hak pilihnya;
b. memilih pasangan calon;
c. memilih partai politik peserta pemilu tertentu
d. memilih calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tertentu; dan/atau
e. memilih calon anggota DPD tertentu

Sanksi terhadap pelanggaran Pasal 278 ayat (2) ini diatur dalam Pasal 523 ayat (2) UU Pemilu yang menyatakan:

"Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).

Bahkan jika politik uang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif, maka pasangan calon, calon anggota DPR, DPRD dab DPD bisa dibatalkan sebagai peserta pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 286 ayat (2) UU Pemilu.

Larangan bagi Media Massa

Pengaturan tidak hanya diberlakukan kepada peserta pemilu, tetapi juga media massa. Larangan ini diatur dalam Pasal 287 ayat 5 yang menyatakan:

"Media massa cetak, media daring, media sosial dan lembaga penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama masa tenang dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu atau bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan kampanye pemilu yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu".


Jika media massa cetak, media daring, media sosial dan lembaga penyiaran tetap melakukan penyiaran berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu pada masa tenang, maka bisa dikategorikan kampanye di luar jadwal dengan sanksi sebagaimana diatur Pasal 492 UU Pemilu.

Larangan Lembaga Survei

Selama masa tenang, UU Pemilu mengatur supaya lembaga survei tidak mengumumkan hasil survei atau jajak pendapat. Hal ini disebutkan di Pasal 449 ayat 2 UU Pemilu yang menyatakan:

"Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dilakukan pada masa tenang".

Adapun, apabila terdapat seseorang yang mengumumkan hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu pada masa tenang, maka dapat dijatuhkan sanksi sesuai Pasal 509 UU Pemilu dengan bunyi:

"Setiap orang yang mengumumkan hasil survei atau jejak pendapat tentang Pemilu dalam masa tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 449 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)". 

Pilpres 2019 pemilu 2019