Jelang Pilwali, UNAIR Gelar Diskusi Pemimpin Di aera Disrupsi

josstoday.com

Rektor UNAIR, Prof Mohammad Nasih.

JOSSTODAY.COM – Menyambut gelaran Pemilihan Walikota Surabaya 2020, dibutuhkan pendidikan politik untuk memberi gambaran kepada masyarakat untuk melihat pentingnya dan apa yang ingin dicapai melalui pilihannya nanti.

Mewadahi itu, Universitas Airlangga (UNAIR) secara khusus menggelar diskusi bertajuk “Tantangan dan Tuntutan Calon Kepala Daerah di Era Disrupsi” di Gedung Rektorat UNAIR, Surabaya, Rabu (4/9/2019).

Rektor UNAIR, Prof Mohammad Nasih menjelaskan, jika masyarakat harus benar-benar memahami apa yang menjadi visi misi calon pemimpin. Tak hanya itu, masyarakat juga harus menuntut haknya untuk sejahtera dari kepala daerah.

Menurutnya di era disrupsi ini akan banyak ancaman terjadinya kesenjangan sosial, ketidakadilan, manjinalisasi, dan lainnya yang dipicu berbagai hal. Seingga, di era ini perlu perubahan baru  dan kebersamaan yang dilakukan pemerintah bersama masyarkat.

“Sehingga, diperlukan pemimpin-pemimpin yang punya orientasi ke depan, bukan pemimpin yang kemudian hanya untuk tujuan jabatan atau hanya untuk bertujuan mengembalikan pada saat akan dijadikan sebagai modal ketika harus melakukan investasi ini itu,” jelas Nasih.

“Nah kita pingin semua pihak partai politik termasuk masyarakat termasuk para akademisi juga bisa bergerak ke arah yang sama, sehingga deskripsi ini akan berdampak positif bagi kemajuan daerah dan atau terciptanya keadilan sosial yang lebih baik lagi,” imbuhnya.

Karena itu, diharapkan juga untuk meraih pemimpin yang hebat harus melewati proses yang betul-betul adil jauh dari kata curang. Menurutnya, banyaknya kecurangan utamanya money politic akan merusak kepemimpinan yang dijalankan, karena money politic ibarat investasi yang harus ada balik modal.

Sementara itu, Pakar Tata Wilayah UNAIR, Suparto Wijoyo mengatakan, jika selama ini kepemimpinan di Surabaya hanya mendapat pujian dan minim kontrol dari masyarakat.

“Kepemimpinan di Surabaya saat ini minim kritik dan kontrol. Karena intelektual banyak yang dijadikan antektual. Jadi kritiknya nggak keluar,” ujar Suparto.

Ia mencohtohkan, saat ini Surabaya seakan dibumihanguskan ekosistemnya yakni telaga air diantara Benowo hingga Banyu Urip dengan pembangunan box culvert yang tidak tepat guna bagi masyarakat.

Di sisi lain, Surabaya, lanjut Suparto, sedang berkamuflase. “Contoh, katakanlah penduduk surabaya 2.5 juta atau 6 juta dengan yang ada di kos itu kan pasti BAB. Kita ambil rata-rata sekali BAB menghasilkan setengah Kg tinja. Berarti, kalau 6 juta menghasilkan 1.2 juta tinja, sehari ada 3 juta tinja. Dikemanakan itu? Tidak ada pemerintah membuat septictank terpadu. Dan tinja itu menjadi air tanah yang ditarik oleh PDAM. Jadi, orang Surabaya mandi dari (tinja, red),” jelasnya

Karena itu, ia berharap masyarakat utamanya kaum millenial yang ada saat ini betul-betul melihat dan memilih pemimpin yang bisa memberi solusi. (ais)

Pilwali Surabaya UNAIR Disrupsi