Pendapat saya tentang kekalahan Partai Demokrat ada tiga hal. Pertama, PD kurang berhasil melakukan identifikasi pemilihnya sebagai pemilih loyal yang mempunyai tingkat keterikatan dengan partai yang tinggi.

"> Ada Apa dengan Demokrat? - josstoday.com
josstoday.com

Ada Apa dengan Demokrat?

Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 telah usai. Para penggede partai politik saling melakukan lobi-lobi politik. Mereka saling ketemu, bersilaturahmi politik, berujung pada keinginan koalisi. Tentu, mereka yang telah percaya diri bahwa partainya bisa menjadi kendaraan untuk melenggangkan jalan menuju kursi kepresidenan.

Sayangnya, dalam Pemilu Presiden (Pilpres) yang digelar 9 Juli mendatang, tak ada satu partai pun memenuhi untuk memberangkatkan jagonya. Dengan begitu, komunikasi politik sebagai penjajakan harus dilakukan sebelum diwujudkan dalam koalisi bersama.

Di tengah arus gegap-gempitanya lobi-lobi politik, Partai Demokrat terkesan paling adem-ayem. Meski telah gagal meraih kursi terbesar dalam Pileg yang lalu, Demokrat nyaris kehilangan daya untuk melanjutkan hajatan Konvensi Calon Presiden-nya. Toh, sebagai kegiatan yang telah dirancang Konvensi Partai Demokrat terus berjalan hingga menghasilkan sesosok figur yang akan ditampilkan dalam Pilpres 2014.

Sebuah catatan perlu disampaikan terhadap Partai Demokrat (PD), partai penguasa sekarang yang ternyata keok di ujung masa jabatan pendirinya, Presiden Yudhoyono. Sebuah gambaran tragis dalam jagat perpolitikan di negeri kita sekarang.

Pendapat saya tentang kekalahan Partai Demokrat ada tiga hal. Pertama, PD kurang berhasil melakukan identifikasi pemilihnya sebagai pemilih loyal yang mempunyai tingkat keterikatan dengan partai yang tinggi. PD tidak mengorganisir pemilihnya melalui organ-organ sayap partai yang bekerja secara efektif. Basis pemilih PD merupakan pemilih Partai Golkar dan pemilih mengambang yang terpesona oleh figur Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ketika citra figur utama partai menurun, maka pemilihnya juga berangsur pergi.

Kedua, faktor kompetisi antarpartai yang ketat. Secara spesifik, kampanye massif Gerindra yang mengusung Prabowo cukup signifikan memperoleh dari pemilih PD yang berlatarbelakang keluarga besar militer atau pemilih mengambang yang rindu akan sosok yang kuat. Selain itu, bersinarnya citra PDIP melalui Joko Widodo alias Jokowi dan beberapa kadernya yang naik daun, seperti Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah) dan Tri Rismaharini (Walikota Surabaya) mampu menyita perhatian pemilih kelas menengah yang rindu akan sosok yang berprestasi dan menjanjikan kinerjanya.

Ketiga, persoalan internal yang membelit PD pasca-ditangkapnya Anas Urbaningrum menyebabkan upaya konsolidasi sampai ke tingkat bawah menjadi terkendala. Kasus tersebut, selain memperburuk citra PD, juga menghasilkan perpecahan yang berdampak pada lemahnya faksi-faksi di luar militer di dalam PD yang sebenarnya sangat penting dalam memperluas wilayah pengorganisasian pada basis pemilih mengambang.

 Nah, bagaimana pendapat Anda?