josstoday.com

Jokowi Bukan Presiden ke-7

MULAI hari Senin, 20 Oktober 2014 ini, Presiden terpilih Joko Widodo bersama wakilnya Jusuf Kalla, secara resmi menjadi penguasa tertinggi di Negara Republik Indonesia. Keduanya, dilantik dan menerima tongkat estafet dari Presiden dan Wakil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Budiono untuk masabakti 2014-2019.

Kalau kita tidak menghitung dua Presiden di zaman “Pemerintahan Darurat Republik Indoinesia atau PDRI” dan “Pemerintahan Republik Indonesia Serikat atau RIS”, maka Joko Widodo adalah Presiden RI ke tujuh, setelah Soekarno, Soeharto, Burhanuddin Jusuf Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono.

Tetapi kalau dua presiden, PDRI Sjafruddin Prawiranegara dan Presiden RI Mr.Assaat di zaman RIS,tidak masuk hitungan, maka Joko Widodo adalah Presiden RI ke sembilan sejak Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945.

Di samping nama Presiden, tidak kalah pentingnya kita juga mengingat sejarah tentang para Wakil Presiden di negara RI tercinta.

Di zaman Pemerintahan Soekarno yang cukup panjang dari tahun 1945 hingga 1967, atau 22 tahun, hanya satu orang Wakil Presiden yaitu Mohammad Hatta. Namun, jabatan Wapres itu hanya dijalani Bung Hatta dari 1945 hingga 1957. Jadi, sejak Bung Hatta mengundurkan diri, Presiden Soekarno tanpa wakil selama sepuluh tahun hingga tahun 1967.

Berbeda lagi dengan pemerintahan Soeharto yang dipangkunya sejak tahun 1967 hingga 1998, atau 32 tahun, presiden yang akrab dengan sapaan Pak Harto itu, mempunyai enam orang Wapres dalam enam periode. Wapres pertama adalah Hamengku Buwono IX (1973-1978), yang kedua Adam Malik (1978-1983), berikutnya yang ke tiga Umar Wirahadikusumah (1983-1988), dan ke empat Wapres dijabat Sudharmono (1988-1993), kemudian yang ke lima Try Sutrisno (1993-1998). Ke lima Wapres itu menjabat satu periode yaitu lima tahun. Khusus Wapres yang ke enam BJ Habibie , hanya menjabat selama dua bulan sepuluh hari atau 71 hari dari tanggal 11 Maret hingga 21 Mei 1998.

Setelah terjadinya gejolak gerakan Reformasi, Pak Harto dilengserkan dan menyatakan berhenti, yakni tanggal 21 Mei 1998. Sejak saat itu, Wapres BJ Habibie dipercaya MPR sebagai Presiden Ri menggantikan Soeharto, hingga 19 Oktober 1999. Setelah pelaksanaan Pemilu 1999, jabatan Presiden beralih kepada Abdurrahman Wahid dengan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri. Namun, Abdurrahman Wahid dimakzulkan oleh MPR, sehingga berhenti dari jabatan presiden tanggal 23 Juli 2001.

Masa pemerintahan yang ditinggal Gus Dur – panggilan akrab Abdurrahman Wahid – dilanjutkan oleh Wapres Megawati hingga 20 Oktober 2004. Megawati sejak 26 Juli 2001didampingi oleh Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden sampai 20 Oktober 2004. Pada era berikutnya, Presiden yang menjadi satu paket dengan Wapres dipilih langsung oleh rakyat. Dalam Pemilu Presiden 2004 terpil;ih pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)- Jusuf Kalla (JK) sebagai Presiden dan Wakil Presiden terhitung 20 Oktober 2004 hingga 20 Oktober 2009. Pada Pemilu Presiden 2009, SBY berpasangan dengan Budiono berhasil memenangkan Pilpres, sehingga menduduki jabatan sejak 20 Oktober 2009 dan berakhir 20 Oktober 2014 ini.

Dua Presiden Dilupakan

Nah, dari sejarah panjang jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI itu, sebagaimana catatan kita ada dua pejabat Presiden yang masa jabatannya “pendek” ternyata dilupakan, yakni Sjafrudin Prawiranegara dan Mr.Assaat.

Sjafruddin Prawira negara adalah Presdien PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) yang beribukota di Bukittinggi, Sumatera Barat. PDRI dibentuk berdasarkan mandat dari Presiden Soekarno tanggal 19 Desember 1948. Waktu itu ibukota RI Jogjakarta diserang Balanda, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh.Hatta ditawan Belanda atau istilahnya "residence surveillee". Ibukota RI yang mengungsi ke Jogjakarta diduduki Belanda.Pada tanggal 13 Juli 1949, Syafruddin mengembalikan mandatnya kepada Moh. Hatta. Pemerintah RI kembali ke Jakarta dan dipimpin oelh dwitunggal Soekarno-Hatta.

Artinya, sejak tanggal 19 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949 atau tujuh bulan kurang seminggu, Presiden RI yang bernama PDRI, adalah Sjafruddin Prawiranegara, dengan Ibukota: Bukittinggi, Sumater Barat.

Dalam keadaan tidak menentu itu, Negara RI berubah status menjadi Negara Federasi dan menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada 16 Desember 1949 Soekarno dan Hatta terpilih sebagai presiden dan wakil presiden RIS. Perlu diketahui, di dalam pemerintahan RIS itu, masih ada satu negara berdaulat yang bernama Republik Indonesia (RI). Berdasarkan UU No 7 Tahun 1949 tertanggal 27 Desember 1949 Soekarno berhenti sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatan kepresidenan kepada Ketua Badan Pekerja KNI Pusat, Mr. Asaat Datuk Mudo. Pada tanggal 27 Desember 1949 Mr.Assaat disumpah sebagai pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia. Jabatan ini dijalani Mr.Assaat hingga 15 Agustus 1950.

Dari catatan sejarah itu, tanggal 27 Desember 1949 sampai 15 Agustus 1950 atau delapan bulan, Presiden Negara Republik Indonesia adalah Mr.Assaat.

Setelah penyerahan kedaulatan dan Negara RIS dibubarkan. Terhitung sejak tanggal 15 Agustus 1950 kita kembali ke Negara Republik Indonesia. Keadaan negara RI berangsur pulih, Mr.Assaat menyerahkan kembali tampuk pimpinan negara RI kepada Soekarno dan Hatta.

Dari perjalanan sejarah itu, tentu kita perlu merenungkan, apakah dua Presiden yang masa jabatannya pendek, Sjafruddin Prawiranegara dan Mr.Assaat itu, kita abaikan begitu saja? Kiranya, para ahli sejarah jangan bisu, tuli atau tidak menggunakan keahlian sejarahnya sama sekali. Oleh sebab itu, kiranya pemerintahan baru di bawah kekuasaan Joko Widodo dan Jusuf Kalla ini perlu membuat kajian sejarah yang jujur dan mendalam. (*)