
Presiden, Tegakkanlah Kepala
KABINET Joko Widodo - Jusuf Kalla menjadi tumpuan harapan rakyat. Setelah proses demokrasi berjalanan, dengan penuh dinamikanya, Presiden dan Wakil Presiden baru, menjadi perhatian penuh seiring dengan perubahan kepemimpian dalam pemerintahan kita. Termasuk, diumumkannya nama-nama menteri sebagai pembantu dalam menjalankan pemerintahan tersebut.
Presiden Joko Widodo memandang sejumlah nama yang telah diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyusul sumpahnya di depan sidang umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 20 Oktober 2014, mendapatkan catatan khusus. Setidaknya, dari kabar yang beredar di media, dari susunan awal nama di Kabinet Jokowi-JK, ada 8 nama yang ditandamerahi oleh KPK dan yang diberi tanda kuning. Karena itu, pemerintah menyerahkan nama-nama baru sebagai pengganti. Kini, kita dan segenap masyarakat luas, menunggu hasil dari KPK.
Pemerintah sangat berhati-hati dalam memilih para menteri. Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta bantuan KPK serta Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengecek latar belakang dan rekam jejak mereka. Di sinilah, yang ditandai merah berindikasi dalam pemantauan KPK atas kasus korupsi, demikian pula yang bertanda kuning sebagai warning.
Pemerintah pun tengah menunggu hasil pertimbangan dari DPR ihwal nomenklatur. Pemerintah telah mengajukan nomenklatur enam kementerian yang akan dipisah dan digabung. Penyusunan kabinet yang ditunggu-tunggu akhirnya meminta lembaga legislatif untuk memberikan pertimbangan secepatnya.
Pendapat saya, perhatikan KPK dengan saran-sarannya sekaligus 'tegakkan kepala' sebagai kepala negara. Agar ada keseimbangan antara warning atau peringatan keras KPK tentang korupsi seorang menteri dan praduga tak bersalah atau presumption of innocence.
Menurut saya, perlu ada keseimbangan antara upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan prerogratif presiden dalam menyusun kabinet
sesuai undang-undang. Kita harus ingat bahwa presiden ex officio adalah kepala negara yang dapat mengatur trias politika sekaligus sesuai dengan alur demokrasi, tidak hanya kepala eksekutif.
Setelah dilantik menjadi, menurut saya penyusunan kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menjadi rumit antara lain karena rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibuka ke publik. Meski pun mereka tidak menyebut nama.
Menurut pengertian saya yang awam, rekomendasi tersebut sangat perlu. Namun berstatus rahasia negara, sangat tertutup dan hanya bisa dibaca oleh presiden dan kepala negara.
Andaikan saja, rekomendasi KPK disampaikan secara tertutup, maka Jokowi akan secara bijak dapat menyelenggarakan kabinet bersih tanpa goncangan. Saya percaya, Presiden Joko Widodo berkepribadian antikorupsi. Tapi semua telah terlanjur, kotak pandora telah dibuka tanpa bisa ditutup lagi. Tinggal kembali ke presiden dan kepala negara. Presiden tidak perlu merasa ter-fait accompli dengan rekomendasi yang dipublisir itu.
Calon menteri yang berpotensi melakukan korupsi bukan hanya yang diberi tanda merah dan kuning oleh KPK. Yang diberi tanda hijau pun tidak ada jaminan untuk tidak menyeleweng. Siapa yang menjamin ke depan tidak korupsi? Yang hijau pun nanti kalau korupsi harus dicopot, dan tidak menjadi aib untuk presiden.
Presiden kita kali ini, memang berbeda dengan sebelumnya. Banyak orang ribut ketika seseorang dipanggil ke Istana seolah sudah pasti akan duduk di kursi menteri. Padahal, yang harus diketahui, tidak semua calon menteri yang bakal dimasukkan ke dalam kabinet pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dipanggil ke Istana. Tidak seluruhnya dilakukan fit and proper test di Istana, sebagaimana diinformasi dari Tim Transisi Jokowi-JK.
Tanpa adanya pemanggilan ke istana dan hanya melalui telepon dilakukan karena ada calon menteri yang telah cukup dikenal baik oleh Presiden Jokowi. Selain itu, juga ada sejumlah calon menteri yang telah lama bekerja sama dengan Jokowi pada waktu dahulu.
Di sisi lain, ada juga yang meminta Joko Widodo dan Jusuf Kalla mewaspadai adanya intervensi mafia dalam penyusunan kabinet guna mewujudkna kabinet yang bersih, transparan, dan akuntabel. Seperti ditengarai Firdaus Ilyas dari ICW, ada beberapa kementerian dan lembaga di bawah eksekutif (pemerintahan Jokowi-JK) yang berpotensi dibajak oleh kepentingan mafia. Mafia yang dimaksud adalah mafia hukum, mafia energi, mafia pajak, mafia hutan dan mafia pertambangan.
Terlepas dari itu semua, kepada masyarakat, saya mengimbau agar proporsional dalam menilai keadaan. Hari ini ujian pertama untuk Jokowi dan akan terus banyak ujian, dan pada akhirnya yang bertanggung jawab adalah Presiden sendiri, bukan orang lain. *