
Sebuah Manifesto
Dalam melaksanakan pembangunan, dimensi manusia harus disentuh secara utuh, bukan cuma dimensi fisik/jasad tapi juga dimensi ruhaniah/jiwa/spritualitas.
Dalam konsep pembangunan modern belakangan ini dimensi budaya dalam pembangunan kembali digalakkan setelah sempat dipinggirkan karena dianggap ketinggalan zaman.
Surabaya harus menjadi kota berstandar internasional (karena Mei ini kita sudah memasuki MEA), dengan ciri lalu lintas lancar, transportasi massal yg berkualitas dan infrastruktur yang memadai.
Inilah saatnya Surabaya betul-betul terintegrasi dgn dunia global. Kita harus siap fisik, tapi yang tidak kalah penting kita siap mental dengan melakukan penguatan karakter budaya kita.
Di tengah serbuan budaya global yg massif kita harus memperkuat jati diri budaya kita dengan memperkuat penerapan budaya lokal dan pengenalan terhadap sejarah.
Masyarakat Surabaya adalah manusia egaliter, guyub, rukun, berani, dan terbuka. Budaya ini harus kita revitalisasi melalui program2 festival budaya yang dilakukan secara berkala setiap tahun, dan secara ajeg disosialisasikan kepada generasi muda supaya tidak kehilangan jati dirinya sebagai Arek Suroboyo.
Identitas budaya ini akan semakin kuat kalau disertai dengan penguatan identitas sejarah. Pertempuran Surabaya 10 November '45 adalah salah satu pertempuran paling heroik dalam sejarah Perang Dunia II. Ketika Indonesia dianggap sudah tidak eksis dan diultimatum untuk menyerah tanpa syarat, Arek Suroboyo mengatakan "Tidak!".
Dalam semangat membara untuk mempertahankan kemerdekaannya Arek Suroboyo memutuskan untuk melawan kekuatan tentara global Sekutu. Dengan hanya bersenjatakan bambu runcing Arek Suroboyo siap berperang. Jenderal Mallaby dengan pongah menyusuri jalan-jalan Surabaya yang porak poranda dibombardir pasukan Sekutu yang dipimpinnya.
Ia mengira Surabaya sudah habis. Tapi, ternyata dalam sebuah penyergapan super cepat, Mallaby bisa ditewaskan. Belum ada jenderal Sekutu yang mati dalam perang kota kecuali di Surabaya. Sampai sekarang, kita tidak tahu siapa yang membunuh Mallaby. Sampai sekarang tidak ada orang yang mengangkat tangan mengklaim diri sebagai pahlawan pembunuh Mallaby. Itulah kehebatan Arek Suroboyo; ikhlas berjuang tanpa pamrih.
Bukan bambu runcing yang bisa mengalahkan Sekutu tapi semangat, keberanian, kebersamaan, ketulusan, keikhlasan dan keyakinan terhadap kepahlawananlah yang bisa mengalahkan musuh sehebat apapun.
Teriakan Allahu Akbar dari Bung Tomo mengobarkan semangat jihad dan religiusitas untuk mempertahankan kemerdekaan. Semangat nasionalisme yang membuncah semakin membara saat dipadu dengan semangat jihad. Inilah bentuk nyata dari jiwa nasionalis-religius Arek Suroboyo.
Sejarawan William Frederick terkagum-kagum oleh heroisme Arek Suroboyo ini. Masyarakat internasional juga terpesona oleh epos itu.
Jangan sampai semangat itu terkikis apalagi punah oleh zaman dan oleh ketidakpedulian kita. Kita hidupkan terus semangat itu untuk kita wariskan kepada anak-cucu. Kita harus membangun tetenger dan monumen pada situ-situs penting supaya anak cucu kita bisa memahaminya. Sosialisasi dilakukan secara intensif dalam muatan lokal kurikulum sekolah.
Tokoh-tokoh besar lahir dan besar di Surabaya, Bung Karno, Bung Tomo, HOS Tjokroaminoto, WR Supratman, H Mas Mansur dan masih seabrek lainnya. Jangan pernah lupa, sentra penyebaran agama Islam di tanah Jawa juga berada di Surabaya melalui Sunan Ampel. Surabaya adalah kota pahlawan, kota perjuangan, kota religius, kota intelektual, kota global, kota budaya!
Dua pendekatan dalam pembangunan harus diterapkan (Francis Fukuyama, 2014). State building (membangun negara) dan nation building (membangun bangsa). Membangun negara dilakukan dengan membangun birokrasi supaya menjadi kuat dan profesional serta terbebas dari pengaruh kepentingan politik. Inilah salah satu benteng dalam menghadapi korupsi.
Sebuah birokrasi yang profesional akan mampu menghadang korupsi dalam bentuk pemburu rente dan pencari proyek dan klientelisme pencari fasilitas lewat nepotisme dan koncoisme.
Pembangunan bangsa menitikberatkan pada karakter dan identitas budaya. Pada level nasional harus dibangun karakter dan identitas nasional, kemudian pada level lokal dijadikan landasan untuk membangun identitas lokal yang kuat.
Pada tataran inilah pentingnya Surabaya memperkuat identitas Arek Suroboyo secara utuh dan lengkap baik budaya maupun sejarah.
Inilah bekal yang sangat penting dalam menghadapi globalisasi. Kita persiapkan SDM yang mempunyai daya saing internasional dan mempunyai karakter dan identitas lokal yang tangguh.
Dengan semangat keterbukaan Arek Suroboyo, kita siap membuka diri untuk menerima investasi dari mancanegara dengan tetap memperhatikan enomi lokal melalui pengembangunan ekonomi rakyat berbasis usaha kecil dan menengah.
Dengan semangat Arek Suroboyo kita siap membuka diri menghadapi budaya global dengan keyakinan diri yang besar karena kita sudah mempunyai identitas lokal yang kuat.
Semangat 10 november menjadi dasar kita utk menghadapi globalisai. Semangat perjuangan yang khlas, tulus, inklusif, berani menghadapi tantangan serta menghargai keberagaman,
Itulah modal sosial yang tidak ternilai harga dalam menghadapi globalisasi. Pancasila yang digali oleh Bung Karno si Arek Suroboyo asli adalah ideologi paling tepat untuk bangsa Indonesia yang plural dalam menghadapi era global yang mengalami krisis identitas . Pancasila adalah ruh semangat Arek Suroboyo.
Rawe-rawe rantas, Malang-Malang Putung. Hollobis Kuntul Baris! (*)