Kekalahan yang Memenangkan

josstoday.com

JOSSTODAY.COM - Oleh Rully Anwar  **)

Hasil kalah tipis 1-0 tim nasional sepak bola Indonesia atas Malaysia di SEA Games 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia tidak saja menambah rentetan statistik kekalahan kita terhadap tim tuan rumah. Kekalahan ini juga menambah “luka hati” ketika dalam proses ajang kompetisi olah raga dua tahunan ini sang tuan rumah bertindak off side.

Terbaliknya bendera merah putih dalam buku resmi SEA Games sempat membuat geger dunia sosial media. Untungnya isu ini sedikit banyak bisa diredam melalui kampanye juga lewat sosial media bahwa pihak tuan rumah sudah meminta maaf. Kasus ini tentu serius karena informasi terkait inipun juga disebarkan oleh Menteri Pemuda dan Olah Raga Imam Nachrawi melalui akun twitternya.

Tentu, kekalahan timnas sepak bola sabtu kemarin dalam ajang semifinal menjadi titik puncak perjalanan tim sepak bola kebangaan negeri ini. Padahal jika kita ikuti permainan garuda muda relatif konsisten dan terjaga baik. Kebobolan gol di menit-menit terakhir babak kedua seakan menjadi sesuatu yang menyakitkan, sekaligus menyedihkan. Apalagi gol itu berasal dari bola mati dan tidak ada pemain timnas yang siaga mencegah bola liar tersebut. 
Gol tidak terduga, karena memang bukan hasil penyerangan yang rapi, seakan menjadi refleksi bagi kita, bahwa permainan yang baik tidak cukup. Seharusnya Indonesia bisa memetik hasil baik di partai semifinal tersebut. Namun, apa daya dewi fortuna tidak hinggap dalam pusaran pemain-pemain garuda muda. Teryata memang tidak cukup sebuah kemenangan diraih jika kita hanya menguasai pertandingan, bermain lebih baik, dan menciptakan begitu banyak peluang bersih. 

Namun, kekalahan ini relatif bersih dan beradab buat kita sebagai bangsa. Setidaknya pemain-peamin garuda muda tidak terlalu “protes” pada takdir kekalahannya. Mereka hanya terluap pada sisi emosionalnya sebagai manusia, bersedih, menangis, dan pasrah. Kekalahan di semifinal oleh Malaysia pekan lalu menjadi penanda pelajaran bagi timnas kita secara khusus dan bangsa kita pada umumnya. Perjuangan tidak pernah selesai, perjuangan adalah proses.

Kalah secara beradab tentu lebih utama dibandingkan kita kalah secara emosional, apalagi curang dan kasar. Tentu, kita masih ingat bagaimana timnas garuda muda saat melawan Timor Leste dan Kamboja di babak penyisihan.  Dalam dua pertandingan tersebut, para pemain-pemain Indonesia berhasil diprovokasi jahat oleh lawan-lawannya. Akibatnya, sungguh merugikan, beberapa pemain absen karena hukuman kartu. Terutama tiga pemain penting absen di semifinal karena terlibat kericuhan dan terbawa suasana permainan kasar lawan. 

Parahnya lagi saat itu, sang kapten Hansamu Yama Pranata justru menjadi aktor yang gampang terprovokasi, padahal kapten sejak dulu adalah orang-orang yang dipilih karena secara emosional dia lebih stabil dibandingkan rekan-rekan di timnya. Dengan harapan jika terjadi kemelut dalam pertandingan, sang kapten lah yang menjadi pendingin suasana dan penjaga semangat tim. Apalacur, dalam dua pertandingan yang disebut di atas, Hansamu malah terlibat bahkan hampir terjadi perkelahian, khususnya ketika melawan Kamboja. Padahal dengan posisi menang, mestinya secara emosional lebih mudah mengendalikan. Akibatnya, Hansamu gagal tampil di semifinal.

Apa yang terjadi dalam drama tim nasional kita selama perjalanannya hingga kalah di semifinal kemarin adalah soal sikap ksatria, jujur, dan memaknai kejadian dengan penuh kepasrahan dan ketakwaan. Boleh jadi kekalahan dengan Malaysia di semifinal kemarin adalah wujud kemenangan timnas dengan makna yang lain. Kekalahan yang tidak disambut seperti Kamboja menyambut kekalahannya. Mestinya kekalahan juga harus disyukuri sebagai sebuah ujian. Jika selama ini sujud syukur dilakukan saat mencetak gol atau memenangi pertandingan. Rasanya juga perlu dibangun tradisi sujud syukur di lapangan juga karena kekalahan. Toh sujud adalah wujud rasa syukur atas apapun yang menjadi kehendakNya.

Memang, kekalahan timnas dari Malaysia bukan sekadar satu gol di penghujung laga semata. Kekalahan harus selalui dijadikan instropeksi dan evaluasi. Pembinaan dan kualitas kompetisi di tanah air menjadi kunci. Jangan sampai sepak bola kita diurus salah arah sampai-sampai urusan pembinaan dan kompetisi yang menjadi jantung dari kualitas tim nasional nantinya terlupakan hanya gara-gara fokus yang salah dalam mengurus sepak bola. Betapapun sepak bola adalah olah raga yang menyedot perhatian publik, massal, dan simbolik. Sepak Bola juga menjadi identitas kebangsaan kita, apalagi tim nasional garuda muda. Jadi, mari memaknai kekalahan ini sebagai sebuah kekalahan yang beradab dan itu sebuah nilai kemenangan tersendiri bagi masa depan kita sebagai bangsa yang beradab. Semoga! 

**)  Rully Anwar adalah pemimpin redaksi Josstoday.com dan Bumntoday.com

sea games 2017