Dua Kutub Pilkada Jatim
Khofifah Indar Parawansa dan Saifullah Yusuf dalam kesempatan sosialisasi Pilkada jatim 2008 lalu. (Foto: Istimewa)
JOSSTODAY.COM - Oleh Rully Anwar **)
Dalam memori publik pemilih Jawa Timur, ketika mendengar kabar terkait Pilkada Jawa Timur, boleh jadi selalu mengingat nama Saifullah Yusuf dan Khofifah Indar Parawansa. Dua kader Nahdlatul Ulama (NU) ini menjadi dua kutub yang saling berhadapan, setidaknya dalam dua kontestasi politik lima tahunan tersebut. Kali ini, untuk ketiga kalinya, dua kutub ini mulai siap-siap untuk berkontestasi kembali di Pilkada Jatim tahun depan.
Bursa nama calon gubernur dan wakil gubernur pun mulai mengerucut pada dua kutub ini. Nama wakil gubernur Jatim Saifullah Yusuf atau akrab dipanggil Gus Ipul, disinyalir akan bergandengan dengan Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi cemerlang yang mampu mengangkat nama kabupaten paling timur dari Pulau Jawa tersebut, tidak hanya menasional, namun juga go internasional. Pasangan ini menjadi satu kutub yang didukung sejumlah pihak, diantaranya oleh PKB dan PDIP, meskipun sampai saat ini deklarasi dan pernyataan formal koalisi dua partai tersebut masih butuh waktu. Sedangkan kutub lainnya tetap bertengger di nama Khofifah yang disinyalir akan maju kembali untuk ketiga kalinya sebagai calon gubernur. Soal pendamping, nama-nama masih terbuka, seperti halnya nama Bupati Trenggalek Emil Dardak.
Dari dua kutub ini, bisa dipastikan makin membuat Pilkada Jawa Timur relatif berbeda dengan Pilkada Jawa Barat dan Jawa Tengah, dua provinsi yang juga menggelar pilkada tahun depan. Pilkada Jawa Timur seakan menjadi pertempuran tokoh-tokoh lama, meskipun potensi pendatang baru tetap terbuka. Hanya saja, munculnya pendatang baru sejauh ini lebih diposisikan dengan calon wakil gubernur dibandingkan calon gubernur. Selain Anas dan Emil, nama Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini juga muncul sebagai nama baru dalam panggung politik Jawa Timur. Apalagi potensi dan popularitas Risma sedikit banyak mulai menyusul popularitas Gus Ipul dan Khofifah.
Jika konfigurasi ini tidak mengalami perubahan berarti, tidak menutup kemungkinan pilkada Jatim 2018 mengulang apa yang terjadi di Pilkada Jatim 2008 dan 2013. Dua kutub, Gus Ipul dan Khofifah masih mendominasi kontestasi di provinsi ini. Meskipun demikian perubahan peta politik masih dimungkinkan terjadi karena sampai hari ini sikap partai politik juga belum memastikan kemana tiket dukungan akan mereka berikan.
Namun, jika dilihat pengalaman dua pilkada Jatim sebelumnya, dua kutub ini relatif seimbang, tidak hanya dalam hal popularitas dan elektabilitas, pengalaman dua pilkada menyebutkan perolehan suaranya tidak terpaut jauh, khususnya ketika tahun 2008. Saat itu pilkada sampai diulang tiga kali di sejumlah wilayah, sesuatu yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah kontestasi di Indonesia. Belum jelasnya tiket partai saat ini juga semakin memperketat persaingan diantara dua kutub ini. Bagaimanapun variabel partai politik menjadi penentu peluang pasangan calon mendapatkan dukungan dari konstituen partai, meskipun bukan menjadi jaminan mutlak kemenangan. Meskipun demikian, pilkada selalu identik dengan pilihan orang per orang. Pemilih selalu menempatkan sosok calon sebagai dasar dia menentukan pilihan, bukan apa partai pengusungnya.
Jika mengacu pada dua kutub tersebut, keduanya memiliki modal sosial yang kuat di basis nahdliyin. Gus Ipul yang pernah menjabat Ketua Umum GP Ansor dan sekarang adalah Ketua PBNU, tentu bukan hanya dekat dengan jaringan struktural NU, tapi demikian mengakar di jajaran stuktur pengurus juga jamiyah nahdhiyin di Jawa Timur. Hal yang sama juga dimiliki Khofifah. Sebagai Ketua Umum Muslimat NU, jangan ditanya lagi sejauhmana kedekatan Menteri Sosial ini dengan jaringan ibu-ibu nahdliyin di tingkat akar rumput, meski belakangan mulai mencuat juga aspirasi kelompok Fatayat yang memperjuangkan supaya Khofifah tetap bertahan di kabinet Jokowi dan tidak kembali penasaran untuk menjajal Pilkada Jatim. Aspirasi ini pun bukan hanya sekadar memperjuangkan keutuhan NU, tapi sekaligus ingin mendukung langkah politik Khofifah berikutnya yaitu maju cawapres mendampingi Jokowi di Pilpres 2019.
Namun, di tengah semua itu, mungkinkah ada kutub baru yang bisa mengimbangi dua kutub yang sudah lama terbangun ini? Jawabannya, bisa saja terjadi. Tidak ada yang tidak mungkin dalam politik. Nama-nama yang masuk dalam bursa calon wakil gubernur saat ini bisa saja kemudian beralih menjadi calon gubernur. Sebut saja nama Risma, Anas, dan bahkan Emil Dardak. Juga beberapa nama-nama lain, seperti ketua Kadin jatim La Nyalla Mattalitti yang belakangan makin gencar konsolidasi berbagai daerah buat pencalonannya. Atau sejumlah kader dari partai biru pun mulai ramai dimunculkan, diantaranya bupati Bojonegoro Suyoto, anggota DPR RI Anang Hermansyah atau Masfuk sang ketua DPD PAN Jatim. Bahkan kader PDIP pun masih menyimpan sejumlah nama lain, seperti bupati Ngawi Kanang Budi 'Kanang' Sulistyono dan ketua DPD PDIP Kusnadi.
Munculnya kutub baru ini, dimungkinkan membetot figur yang sama sekali tidak pernah dibahas, dan dimungkinkan jadi kuda hitam atas kejenuhan politik akibat dua kutub yang saling bersaing ini. Kutub baru ini pun bisa saja malah melahirkan gagasan pendulum baru yang mengubah peta persaingan yang sudah ada selama ini. Dengan kutub baru calon gubernur ini, boleh jadi akan jadi alternatif bagi pemilih yang selama ini jenuh dengan calon yang ada dan pasar pemilih itu bukan angka yang kecil.
Namun, tetap saja, jika kutub baru ini akhirnya gagal terbentuk, maka persaingan dua kutub yang ada akan ditentukan soal siapa calon wakil gubernur yang dipilih Gus Ipul dan Khofifah. Dengan hanya dua kutub ini, dipastikan gubernur tahun depan adalah dari warga nahdliyin, sekaligus mepertaruhkan pertarungannya di basis nahdiyin dengan beban kontraksi konstestasi politik Pilkada yang bukan hal ringan. Bagaimanapun pemilih Jawa Timur, terutama nahdliyin, sudah mengenal dan memahami bagaimana sosok Gus Ipul dan Khofifah. Dan keduanya ini sudah masuk dalam hitungan elektoral pemilih.
Sekali lagi, bobot elektoral kemudian tergantung pada siapa wakil gubernur yang digandeng. Nama calon gubernur akan menjadi kunci menentukan siapa diantara dua kutub tersebut yang memiliki tingkat elektoral paling tinggi. Sosok wakil gubernur pada pilkada tahun depan akan menjadi daya tarik bagi pemilih untuk menentukan ke kutub mana, Gus Ipul atau Khofifah, pilihan itu diarahkan. Bagi Gus Ipul maupun Khofifah, tentu pilihan pada siapa sosok calon wakil gubernur yang akan digandengnya lebih dititik beratkan pada soal jaminan apakah sang calon akan memberikan insentif elektoral atau tidak.
Jadi mari kita lihat, apakah dua kutub ini yang akan bertahan sampai penentuan pasangan calon nanti, ataukah sebaliknya, malah akan ada kutub baru yang akan meramaikan kontestasi Pilkada Jawa Timur mendatang?
Jadi mari kita tunggu!
**) Rully Anwar adalah pemimpin Redaksi Josstoday.com.
Pilkada pilkada jatim