Moeldoko: Hilangkan Perasaan Minoritas dan Mayoritas
Kepala KSP Moeldoko (keempat dari kanan) bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan (ketiga dari kiri) saat memberikan orasi kebangsaan dalam rangka Dies Natalis ke-60 Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) di Gedung Yustinus lantai 15, Unika Atma Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu malam, 30 Mei 2018.
JOSSTODAY.COM - Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko meminta masyarakat Indonesia tidak lagi berpikir minoritas dan mayoritas. Menurut Moeldoko, cara berpikir seperti itu akan membuat bangsa Indonesia tidak bersatu dan berkembang.
"Saya berharap bangsa ini tidak lagi mempersoalkan minoritas dan mayoritas. Karena sepanjang kita berdebat atau berkutat disoal itu, bangsa ini tidak bisa bersatu. Sehingga kebangsaan kita tidak menjadi utuh," ujar Moeldoko saat memberikan orasi kebangsaan dalam rangka Dies Natalis ke-60 Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) di Gedung Yustinus lantai 15, Unika Atma Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (30/5) malam.
Moeldoko menilai cara berpikir minoritas dan mayoritas membuat masyarakat Indonesia saling membentengi diri dari yang lain. Dalam situasi seperti, kata dia, silahturahmi dan dialoh tidak bisa dilakukan.
"Mesti persoalan-persoalan itu, kita tinggalkan dan menuju Indonesia yang semakin baik. Kita wujudkan Indonesia yang semakin sejahtera dan semakin adil. Semua itu bisa dicapai apabila bangsa ini menjadi satu," tandas dia.
Moeldoko mengingatkan bahwa tidak ada bangsa yang besar tanpa adanya persatuan. Menurut dia, persatuan perlu dibangun mulai dengan mengubah cara berpikir bahwa kita ini satu Indonesia, tanpa harus tersandera dengan cara berpikir mayoritas dan minoritas.
"Jadi, kita ini satu Indonesia dengan ribuan pulau, ratusan suku, adat dan kekayaan alam yang cukup luas. Maka, marilah kita membangun kebersamaan untuk membuat Indonesia besar dan maju," imbuh dia.
Sikap saling menghormati dan memahami, lanjut Moeldoko, merupakan dua sikap kunci untuk membangun persatuan. Yang merasa mayoritas, kata dia harus menghormati dan memahami yang minoritas. Begitu juga sebaliknya, yang merasa minoritas harus menghormati dan memahami yang mayoritas.
"Jangan saling membentengi diri, harus saling terbuka, menerima satu sama lain, bangun dialog dan silahturahmi untuk membangun sikap saling menghormati dan memahami," pungkas dia.
Selain Moeldoko, Dies Natalis ISKA ini diisi dengan orasi kebangsaan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.
Berdiri pada 22 Mei 1958, nama ISKA baru mulai digunakan setelah Munas di Bandungan, Jawa Tengah pada 1964. Sejak itulah ISKA menjadi ormas Katolik yang bersifat nasional serta berbentuk federasi. Salah satu tujuannya: mengawal Pancasila dari aksi-aksi distegrasi bangsa.
Kepengurusan ISKA dimulai dari Loo Siang Hien (1958-1960). Sejak itu ketua ISKA silih berganti, dari C. Sindhunatha (1960-1961), Que Sian Koen (1961- 1963), Jakob Oetama (1963-1985), J. Riberu (1985-1991), Djoko Wiyono (1991-1997), Charles Mangun (1997-2000), A. Sandiwan Suharto (2000-2003), Paulus Harli (2003-2009), Muliawan Margadana (2010-2017) dan V. Hargo Mandirahardjo (2017-2021). (gus/b1)
Oleh karena itu, melalui Dies Natalis ke-60, ISKA ingin kembali mengukuhkan semangat untuk meneguhkan persatuan dan kesatuan bangsa Seperti penegasan yang pernah diserukan oleh Uskup Agung Mgr. Albertus Soegijapranata SJ, “100% Katolik, 100% Indonesia”.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko