KPK Optimistis Tim Bentukan Jokowi Efektif Cegah Korupsi

josstoday.com

Febri Diansyah.

JOSSTODAY.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut positif terbitnya Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2018 tentang strategi nasional pencegahan korupsi.

Dalam Perpres tersebut, Presiden Joko Widodo juga membentuk Tim Nasional (Timnas) Pencegahan Korupsi yang terdiri dari Kepala Kantor Staf Presiden, Ketua KPK, Kepala Bappenas, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Selain itu, terdapat tiga fokus utama pencegahan korupsi, yakni perizinan dan tata niaga, keuangan negara, dan penegakan hukum serta reformasi birokrasi.

KPK optimistis, terbitnya Perpres dan pembentukan Timnas ini efektif dalam mencegah korupsi. Hal ini lantaran dalam Perpres tersebut ditekankan kolaborasi antara KPK dengan pemerintah. Kolaborasi ini tidak terdapat dalam Perpres soal pencegahan korupsi sebelumnya.

"Kami melihat Perpres itu positif untuk pencegahan tindak pidana korupsi karena di sana kalau kita bandingkan dengan Perpres yang ada sebelumnya ada beberapa strategi baru yang ingin dilakukan di sana yang paling ditekankan adalah aspek kolaborasi. Jadi kolaborasi antara organ-organ di bawah presiden dengan KPK. KPK dan juga punya tugas melaksanakan pencegahan jadi ini domainnya adalah pencegahan. sehingga harapannya ke depan bersama-sama kita bisa mendorong pencegahan yang lebih efektif," kata Jubir KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/7) malam.

Kolaborasi ini dinilai penting lantaran selama ini KPK mengalami kendala dalam membangun sistem pencegahan korupsi. Tak jarang, rekomendasi berdasarkan kajian yang dilakukan KPK dianggap angin lalu oleh kementerian maupun lembaga terkait.

Bahkan, KPK beberapa kali mengirim surat kepada Presiden lantaran rekomendasinya tidak ditindaklanjuti oleh kementerian dan lembaga. Salah satu contohnya survei dan kajian KPK mengenai integritas di lingkungan Lapas pada 2007-2008, termasuk juga rekomendasi dari observasi yang dilakukan KPK di sejumlah Lapas.

Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham) dalam hal ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) mengabaikan delapan rekomendasi KPK untuk membenahi tata kelola dan membangun sistem pencegahan korupsi di lingkungan Lapas.

Hingga akhirnya jual-beli sel mewah kembali terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Kalapas Sukamiskin Wahid Husen dan narapidana korupsi Fahmi Darmawansyah beberapa waktu lalu.

"Dulu Ada sejumlah pencegahan yang dilakukan oleh KPK bahkan sampai KPK mengirimkan surat pada presiden karena ada ketidakpatuhan dari institusi-institusi di bawah presiden pada saat itu untuk menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan oleh KPK. Kita tahu ada banyak yang tidak berhasil karena memang belum terwujud aspek kolaborasi yang lebih kuat," harap Febri.

Dengan kolaborasi yang diatur dalam Perpres ini, KPK berharap tidak ada lagi kementerian dan lembaga yang mengabaikan rekomendasi lembaga antikorupsi untuk membangun sistem pencegahan yang efektif. Dikatakan, Febri dengan adanya Perpres ini, kementerian dan lembaga yang masih abai perbaiki sistem pencegahan korupsi sama saja dengan melanggar peraturan yang dibuat Presiden.

"Harapan dan tantangannya ke depan, saya kira ketika ada rekomendasi-rekomendasi pencegahan maka perlu dipastikan itu benar-benar dilakukan. Jadi kalau ada pejabat di bawah presiden yang tidak melakukan itu, berarti itu melanggar atau berseberangan dengan konsep dan strategi yang dibuat oleh presiden," tegasnya.

Untuk itu, Febri mengatakan implementasi Perpres Pencegahan Korupsi ini harus dikawal seluruh elemen masyarakat. Jangan sampai peraturan ini menyimpang dari tujuan pembentukannya.

"Perlu kita kawal bersama agar Perpres itu tidak hanya menjadi sebuah aturan. Itu perlu kita kawal bersama. Jadi perlu keterlibatan berbagai pihak termasuk juga masyarakat sipil dan teman-teman jurnalis tentu saja untuk memastikan Perpres itu memang terimplementasi dan pencegahan bisa berhasil," harapnya. (gus/b1)

KPK