Lima Anggota DPRD Malang Ini Lolos dari KPK

josstoday.com

Lobi DPRD Kota Malang.

JOSSTODAY.COM - Subur Triono (39) mengaku telah menerima uang suap total sebesar Rp 22,5 juta dari Ketua DPRD Kota Malang waktu itu, Moch. Arif Wicaksono sebagai uang pokok pikiran (pokir) guna menyetujui penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) tahun 2015. Namun di awal 2017 yang lalu ia menyerahkan uang haram yang pernah diterimanya itu kepada penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mulai mengusut kasus tersebut.

Anggota DPRD Kota Malang dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengungkapkan kepada penyidik KPK mengenai aliran dana sebesar Rp 700 juta itu dari Pemkot yang digelontorkan melalui Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Pengawasan Bangunan (DPU-PB) DR Djarot Edy Sulistyo.

Demikian pula dengan kasus bagi-bagi uang pokir terkait program pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang yang semula ditolak dewan, pada akhirnya malah disetujui. “Ini kasus tautan baru, yang kini baru akan diusut penyelidik KPK,” tandas Subur sambil menambahkan, kasus program pengelolaan sampah TPA Supit Urang itu diduga menyedot keuangan negara sekitar Rp 57 miliar.

Subur merupakan salah satu anggota dewan yang tersisa setelah 41 koleganya di DPRD Kota Malang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Lelaki kelahiran Blitar yang meniti pertama di kursi dewan dari Partai Demokrat (PD) namun kemudian dipecat karena maju sebagai Calon Wakil Wali Kota (Cawawali) Malang dari partai lain itu, mengetahui detail aliran dana suap kepada para anggota DPRD Kota Malang. Ia sudah menyampaikan keterangannya itu saat bersaksi untuk terdakwa gelombang pertama atas 18 anggota DPRD Kota Malang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Surabaya, Jatim.

“Saya kira publik sudah tahu dari pemberitaan jalannya persidangan yang sudah dan sedang berjalan,” ujar Subur dalam percakapan dengan wartawan di Gedung DPRD Kota Malang di Jalan Tugu, Kota Malang, Kamis (6/9) sore.

Ia membenarkan, sekarang ini, kantor DPRD Kota Malang hanya tersisa lima anggota dewan. Selain dirinya (Subur Triono), Abdurrachman alias Abdulrahman yang kini menjabat Plt. Ketua Dewan dari PKB, Priyatmoko Oetomo dan Tutuk Haryani keduanya anggota DPRD dari PDIP. Jika Abdulrahman dan Nirma Chris Nindya baru menjabat anggota dewan setelah pergantian antar waktu (PAW), maka dua seniornya Priyatmoko dan Tutuk Haryani karena sakit.

“Saya sempat diberi uang, tapi kemudian saya kembalikan sebelum kasus ini (korupsi massal) dilakukan penyidik KPK,” ujar Subur sambil menegaskan, ia semula sama sekali tidak tahu, dari mana asal-usul uang itu. "Hanya diberi saja, asal usul dan untuk apa uangnya saya tidak diberitahu. Tapi kemudian saya serahkan ke KPK karena ada kesan kejanggalan," tambah Subur Triono yang juga anggota Komisi A DPRD Kota Malang itu.

Diungkapkan, bahwa pembahasan APBD-P 2015 berlangsung pada bulan Agustus bersamaan DPRD mengusulkan program pokok pikiran (Pokir) yang disertakan dalam APBD-P tersebut. Pokir diusulkan masing-masing anggota DPRD untuk daerah pilihan (Dapil), guna perbaikan infrastruktur sesuai dengan keberadaan di Komisi C yang membidangi pembangunan. “Waktu itu saya usulkan soal infrastruktur, tak lama kemudian Ketua Komisi C Mohan Katelu memberi uang sebesar Rp 12,5 juta, ditambah lagi Rp 5 juta dari Ketua DPRD Moch. Arief Wicaksono, serta diberi lagi uang sampah Rp 5 juta oleh Mohan Katelu. Jadi total Rp 22,5 juta,” ungkap Subur.

Ketika penyelidik KPK mulai mengusut, Subur berinisiatif mengembalikan uang itu kepada KPK. Ia sempat sampaikan kepada teman-teman di dewan untuk melakukan hal sama. Namun mereka kurang berkenan karena uang itu dibagikan secara merata kepada semua anggota dewan. Dalam kesempatan itu, Subur menegaskan jika kasus pembangunan jembatan layang Kedungkandang yang sempat mencuat dalam APBD-P, dinilainya sudah tuntas, dengan divonisnya mantan Ketua DPRD Moch. Arief Wicaksono, mantan Kadis PU Djarot Edy Sulistyo dan pihak ketiga. Namun masih ada kasus lain yang sedang berjalan, yakni program pembangunan TPA Supit Urang.

Seperti dirinya dihadirkan sebagai saksi untuk 18 terdakwa anggota dewan yang didakwa menerima suap dan gratifikasi. Subur dalam kasus itu mengaku baru tahu uang yang sempat diberikan kepadanya belakangan terungkap dari Pokir dan pengelolaan sampah. Karenanya ia lolos dari jeratan hukum penyidik KPK karena dianggap kooperatif dan memberikan banyak informasi (seolah menjadi whistleblower) tentang kebobrokan di DPRD Kota Malang.

Ia yang gagal maju lagi sebagai calon anggota legislatif periode 2019-2024 mndatang karena ada tujuh berkas yang tidak dipenuhi, sehingga namanya dicoret dari daftar caleg sementara (DCS) yang diterbitkan Komisi Pemilihan Umum. Kendati ia lolos dari jerat hukum, Subur tetap menyatakan ikut prihatin karena teman-temannya itu tidak mengikuti sarannya mengembalikan uang haram itu ketika KPK memulai penyelidikan kasusnya. “Setelah masuk ranah penyidikan, maka itu menjadi lain,” urainya menutup pembicaraan. (is/b1)

DPRD Malang