Kemkes Lakukan Pendataan Ketat Waspadai Malaria di Lombok

josstoday.com

Tenda-tenda darurat untuk para korban gempa di Sembalun, Lombok, (6/8/2018).

JOSSTODAY.COM - Meski tergolong sebagai daerah dengan endemisitas rendah, ancaman penyakit malaria harus tetap diwaspadai di sejumlah kabupaten di NTB, seperti Lombok Barat, Lombok Timur, dan Lombok Utara. Seusai gempa bumi yang mengguncang daerah ini beberapa waktu lalu, telah terjadi peningkatan kasus malaria.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kementerian Kemko PMK, Sigit Priohutomo, mengatakan, meningkatnya kasus malaria di Lombok dikarenakan faktor lingkungan pascagempa dan perilaku penduduk sebagai pemicu, serta karena adanya pemeriksaan oleh petugas kesehatan untuk menemukan kasus.

“Lombok ini masuk endemis rendah, artinya memang ada malaria sehari-hari, tapi tidak terjadi lonjakan kasus. Namun banyaknya pengungsi dan lingkungan yang kurang kondusif, sehingga meningkatkan potensi penularan,” kata Sigit di Jakarta, Senin (17/9).

Menurut Sigit, awalnya dilaporkan ada dua orang dirawat karena dugaan demam berdarah pada 26 Agustus di Desa Bukit Tinggi, Dusun Batu Kemalik wilayah Puskesmas Penimbung, Kecamatan Gunung Sari, Lombok Barat. Setelah dilakukan penyelidikan epidemiologi oleh Dinkes daerah setempat dipastikan kedua pasien tersebut positif malaria. Selanjutnya, pada 28 Agustus mulai dilakukan kegiatan penemuan aktif kasus malaria melalui pemeriksaan darah atau MBS bagi penduduk di lokasi bencana.

Pada 8 September, Bupati Lombok Barat menyatakan kejadian luar biasa (KLB) terjadi di Kecamatan Gunung Sari berdasarkan data kegiatan MBS yang menemukan 93 kasus positif malaria, 2 di antaranya bayi. Hingga 14 September 2018, sudah dilaporkan sebanyak 128 kasus. Dari kasus tersebut, 91% tidak bergejala, namun tetap diobati untuk mencegah penularan lebih lanjut ke orang lain melalui gigitan nyamuk.

“Jadi penduduk yang datang sendiri untuk berobat di fasilitas kesehatan itu ada 18 orang yang bergejala dan positif malaria. Sedangkan 110 lagi ditemukan dengan pemeriksaan MBS, di mana hanya 10 orang yang bergejala malaria. Semuanya diobati supaya memutus mata rantai penularan,” kata Sigit.

Kasubdit Malaria Kementerian Kesehatan (Kemkes), dr Nancy Dian Anggraeni, mengatakan, Kemkes melakukan surveilans ketat atau pengumpulan dan analisa data untuk mewaspadai penyakit ini. Selama satu bulan ini, Kemkes terus mengamati apakah ada penurunan kasus atau tidak dan menemukan kasus-kasus baru melalui kegiatan Mass Blood Survey (MBS) untuk diobati.

Sebelumnya, Kemkes telah mengirimkan ahli pengendalian vektor, ahli surveilens dan ahli diagnosa malaria untuk memberikan pendampingan dan respons terhadap kasus malaria di Lombok Barat.

Respons tersebut berupa penyelidikan epidemiologi di titik-titik penularan malaria untuk mengetahui lokasi penularan dan menentukan respons penanggulangan. Kemudian Kemkes melakukan pengendalian vektor melalui larvasidasi dengan tujuan membunuh larva nyamuk sebelum menjadi nyamuk dewasa yang akan menyebarkan parasit plasmodium penyebab malaria, serta membagikan kelambu antinyamuk untuk penderita, ibu hamil, dan balita.

Tim juga melakukan penemuan kasus secara aktif melalui kegiatan MBS dan melatih mikroskopis terhadap seluruh tenaga analis puskesmas dan rumah sakit, relawan medik serta paramedik di Lombok Barat.

Kemkes juga mengirimkan 400 kelambu antinyamuk berinsektisida ke Lombok Utara dan Lombok Barat, serta memberikan 5000 alat rapid diagnostic test kepada provinsi NTB, obat antimalaria 18.000 tablet, obat larvasida, dan insektisida. (gus/b1)

Kemenkes gempa lombok