Peran Media Dibutuhkan untuk Menjaga Keutuhan Indonesia
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Prof, KH, Said Aqil Siroj mendapatkan cenderamata dari Ketua Yayasan Tzu Chi Humanis, Mansjur Tandiono, dalam acara 25 tahun Menebarkan Cinta Kasih Yayasan Budha Tzu Chi-DAAI TV’ di di Tzu Chi Centre, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
JOSSTODAY.COM - Dalam dunia masa kini, media menjadi urutan terdepan bagi kelangsungan hidup manusia dalam menerima dan mengembangkan informasi yang beredar. Pentingnya masyarakat mendapatkan informasi yang baik dan positif dianggap penting untuk menjaga keutuhan di Indonesia.
Hal itu dipaparkan Kepala Staf Kepresidenan, Moledoko, dalam menyikapi berita informasi bohong atau hoax yang marak akhir-akhir ini. Ia melihat, jika dunia dijalankan dengan politik cinta kasih pasti akan tercipta kedamaian dan media massa memiliki peran besar untuk menyampaikan hal tersebut kepada masyarakat.
“Karena itu, mari kita kembangkan politik cinta kasih, perasaan saling bantu di antara sesama, terutama mereka yang sedang berada dalam kesusahan,” kata Moeldoko, Minggu (21/10).
Ia kembali menjelaskan, berdasarkan riset 90 persen masyarakat Indonesia mengikuti berita-berita yang sarat politik dan SARA. Jika sebagian besar adalah hoax, sudah pasti hal ini akan sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Sebuah penelitian mengatakan, 88,2 persen berita-berita media sosial saat ini berkaitan dengan SARA. Dari hari ke hari kita disodori berita hoaks dan fitnah. Ini sungguh berbahaya,” papar Moeldoko.
Adapun Prof, KH, Said Aqil Siroj, selaku Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, memiliki pemikiran serupa dengan Moeldoko. Ia melihat muslim Indonesia harus berpegang pada empat pilar. Yaitu bersatu hati, harmonis, berpengetahuan dan gotong royong. Nilai-nilai tersebut menurut Said Aqil Siradj yang merupakan karakter asli bangsa Indonesia. Islam menurutnya selalu mengedepankan perilaku positif dan damai, karena islam datang dengan damai.
Sementara, Inayah Wahid, Penggiat Sosial Kemanusiaan, juga menyoroti sikap meintoleran yang merajalela saat ini. Ia menggunakan sikap dan perilaku sang ayah, KH Abdurrahman Wahid sebagai indikator kemanusiaan. Karena sang ayah selalu memperjuangkan hal-hal kemanusiaan.
Inaya menyampaikan kembali, bahwa “obat” untuk terhindar dari permusuhan adalah dengan biasa bertemu dengan orang-orang yang berbeda. Baik latar belakang, suku, agama, ras dan antargolongan, karena dengan mengenal mereka maka permusuhan tersebut tidak akan timbul.
"Saya mengutip omongan Gus Dur, tidak ada yang lebih baik dari hidup dicintai banyak orang, dan itulah hakikat kemanusiaan yang sesungguhnya" pungkas Inayah.
Para tokoh tersebut berbicara dalam acara saat Seminar Media dan Kemanusiaan: Peran Media bagi Masyarakat, yang digelar dalam rangkaian peringatan ‘25 tahun Menebarkan Cinta Kasih Yayasan Budha Tzu Chi-DAAI TV’ di di Tzu Chi Centre, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Ketua Yayasan Tzu Chi Humanis, Mansjur Tandiono menjelaskan, seminar dihadiri 736 peserta dari berbagai kalangan. Mulai dari mahasiswa hingga masyarakat umum.
Sementara para pemateri yang hadir pun juga berasal dari berbagai latar belakang. Mulai dari kalangan pemerintahan, praktisi media, tokoh masyarakat dan juga dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, yang memaparkan pandangan mereka mengenai media dan kemanusiaan.
Menurutnya, misi menebar kebaikan tersebut telah terpancar dalam sejumlah program yang disiarkan DAAI TV. Namun demikian, sambungnya, misi ini tidak bisa dilakukan sendiri. Melainkan harus bersama-sama dalam menebar kebaikan. (gus/b1)
media sosial