Jonan: Kedaulatan Energi Terkendala Daya Beli

josstoday.com

Ignasius Jonan pada acara Economic Challenges Special bertema “Energi untuk Kedaulatan Negeri”, di Energy Building SCBD, Jakarta, Selasa (2/4/2019).

JOSSTODAY.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan, kedaulatan energi terkendala daya beli.

"Pandangan kami pertama yang penting dilakukan peningkatan daya beli. Makanya pemerintah berjuang keras untuk meningkatkan daya beli masyarakat. GDP per kapita ditingkatkan dengan berbagai upaya. Peningkatannya di segala bidang salah satunya juga adalah energi,” kata Ignasius Jonan pada acara Economic Challenges Special bertema “Energi untuk Kedaulatan Negeri”, di Energy Building SCBD, Jakarta, Selasa (2/4/2019).

Ignasius Jonan menegaskan, pemerintah memanfaatkan energi nasional untuk pembangunan, bukan hanya sekadar komoditas ekspor. "Misalnya ada yang tanya bahwa neraca perdagangan migas defisit. Pertanyaan saya, energi mau digunakan sebagai alat pembangunan atau komoditi ekspor,"katanya.

Neraca perdagangan migas saat ini defisit karena sekitar 60% dari total produksi gas nasional yang mencapai 2.100 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) digunakan untuk domestik. Sementara Indonesia lebih banyak mengimpor minyak untuk menutupi kekurangan kebutuhan konsumsi. Produksi minyak dalam negeri rata-rata 770.000 barel/hari sementara konsumsinya mencapai 1,2 juta barel sehingga minus.

“Itulah mengapa neraca perdagangan migas kita selalu rendah meski membaik, ya karena gas lebih banyak digunakan untuk dalam negeri. Kalau semua gasnya diekspor pasti neraca perdagangan kita plus,” kata Ignasius Jonan.

Saat ini, pemerintah sedang mengupayakan energi mix. Pemerintah sudah berkomitmen dan sudah diratifikasi menjadi UU oleh DPR bahwa energi mix pada 2025 mencapai 23 %.

“Sekarang ini energi mix kita kira-kira 13% di dua front besar yakni pembangkit listrik dan transportasi. Sesuai kebijakan untuk menerapkan penggunaan campuran bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan minyak nabati atau Fatty Acid Methyl Ester (FAME) sebesar 20%. Sedangkan konsumsi minyak diesel atau minyak solar kita 2/3 semua konsumsi BBM. Sepertiganya gasoline base. Jadi 20% dikali 2/3 sama dengan 13%,” ungkap Ignasius Jonan.

Pertanyaan berikutnya, apakah bisa energi mix ditingkatkan mencapai 23%? Apakah tantangannya di tata niaga, proses produksi, atau distribusi? Menurut Jonan, tantangan terbesar adalah pada daya beli atau affordability dari masyarakat dari Pulau Miangas sampai Rote.

Jonan juga menyatakan bahwa dalam dua sampai tiga tahun ke depan kilang minyak Plaju dan Dumai bisa memproduksi green diesel atau D-100. Green diesel adalah 100% minyak sawit yang diolah menjadi 100% minyak diesel tanpa ada campuran dari minyak fosil sama sekali.

Pemerintah, kata Jonan, telah meminta agar Pertamina mengonversi Pertamina Refinery Unit Plaju dan Dumai, yang berkapasitas total antara 200.000 hingga 300.000 barel/hari, sehingga bisa membuat green diesel. “Bisa nggak? Jawabannya bisa,” kata Jonan

Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi menjanjikan pengurangan energi fosil secara besar-besaran. Dalam salah satu visi ke depan yang disampaikan saat kampanye, Jokowi menyatakan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bakal beralih ke green fuel.

Biodiesel akan terus ditingkatkan dari B20 ke B100 dengan harapan 30% dari total produksi kelapa sawit saat ini sekitar 46 juta ton akan terserap ke dalam program bauran bahan bakar nabati (BBN) dalam bahan bakar minyak (BBM).

“Kami sudah hitung. Kurang lebih kalau sekarang dilakukan dengan proses produksi 200.000-300.000 barel per hari harga jualnya ritel Rp 14.000,” katanya sambil menambahkan bahwa bicara energi harus bicara angka. Persoalan berikutnya adalah dengan harga seperti itu akan dijual ke mena BBN. (ba/b1)

Menteri ESDM Menteri ESDM Ignasius Jonan