Delegasi Indonesia ke Belgia Bahas Diskriminasi Minyak Sawit
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution memimpin delegasi Indonesia dalam misi gabungan negara-negara penghasil minyak sawit (CPOPC) di Brussels, Belgia, 8-9 April ini.
JOSSTODAY.COM - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution memimpin delegasi Indonesia dalam misi gabungan negara-negara penghasil minyak sawit (CPOPC) di Brussels, Belgia, 8-9 April ini. Misi ini merupakan tindak lanjut dari keputusan yang disepakati dalam Pertemuan Tingkat Menteri ke-6 CPOPC yang diadakan pada tanggal 28 Februari 2019 di Jakarta.
Dalam pertemuan tersebut anggota CPOCC dengan sangat keras memprotes Suplemen Resolusi petunjuk Tambahan 2018/2001 Uni Eropa mengenai Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive II, Delegated Act). Lalu kemudian disepakati untuk membahas langkah-langkah diskriminatif yang ditimbulkan otoritas Uni Eropa mengenai pembatasan pengunaan Kelapa Sawit untuk Bio Fuel.
Darmin menjelaskan tujuan utama misi gabungan ini untuk menyampaikan kekecewaan pemerintah RI dan dua produsen sawit lainnya, Malaysia dan Kolombia, serta melawan Delegated Act yang telah diadopsi oleh Komisi Eropa pada 13 Maret 2019 lalu.
Negara-negara Anggota CPOPC memandang Undang-undang yang anti-kelapa sawit sebagai kompromi politik di Uni Eropa yang bertujuan mengisolasi dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari sektor energi terbarukan demi keuntungan minyak nabati yang berasal dari Bunga Matahari (Sun flower) dan Rapseed maupun minyak nabati impor lainnya seperti Soya Bean oil yang kurang kompetitif.
Darmin menilai maksud dari undang undang yang diusulkan ini adalah untuk membatasi dan secara efektif melarang semua minyak sawit di Uni Eropa untuk pengunaan BIO Fuel melalui penelitian yang cacat secara ilmiah dengan mempergunakan ILUC (Indirect Land Use Change) perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung.
Selama dua hari kunjungannya, para anggota delegasi akan melakukan pertemuan dengan Komisi Eropa, Parlemen Eropa, dan Dewan Eropa serta berbagai stakeholder yang terlibat dalam rantai pasok industri sawit di Benua Biru.
Anggota delegasi RI yang turut serta dalam lawatan ini antara lain Staf Khusus Kementerian Luar Negeri RI Peter F. Gontha, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdhalifah Mahmud, Deputi Bidang Koordinasi Kerjasama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Rizal Affandi Lukman, Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Pradnyawati, dan perwakilan asosiasi kelapa sawit nasional.
"Kami sangat menentang “Delegated Act”, yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai produk yang tidak memperhatikan pembangunan yang berkelanjutan karena ILUC yang 'berisiko tinggi'," ujar Peter F Gontha dalam siaran pers yang diterima Beritasatu.com, Selasa (9/4/2019).
CPOPC berpendapat bahwa UE menggunakan Undang-undang “Delegated Act” ini untuk memberlakukan larangan impor minyak kelapa sawit ke dalam sektor energi terbarukan yang diamanatkan UE untuk mempromosikan minyak nabati yang ditanam sendiri di kawasan Uni Eropa.
CPOPC dengan tegas menyuarakan keprihatinan, karena asumsi-asumsi yang didasarkan pada kriteria yang tidak akurat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta “contradictionary” bertolak belakang dengan fakta.
Argumentasi Komisi Uni Eropa bahwa Undang-undang yang diresolusikan didasarkan pada alasan ilmiah dan lingkungan dinilai sangat irasional.
Manuver politik Komisi Uni Eropa secara sepihak ini bukan hanya merugikan negara produsen minyak kelapa sawit tetapi juga merugikan korporasi pengguna minyak kelapa sawit di Uni Eropa yang telah melakukan investasi yang sangat besar terutamanya dalam melakukan pengembangan “bio fuel” untuk menggantikan bahan bakar berbasi fosil.
"CPOPC akan menyampaikan kekhawatiran Pemerintah kepada para pemimpin dan otoritas Uni Eropa dengan harapan dapat membuka jalan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak yang terkait termasuk pihak stakeholders sebagai pengguna minyak kelapa sawit dari Uni Eropa," tambah Peter F Gontha. (gus/b1)
kelapa sawit minyak sawit