Gunungkidul dan Bantul Mulai Butuh Bantuan Air Bersih

josstoday.com

Ilustrasi

JOSSTODAY.COM - Sejak awal Juli, 14 kecamatan di wilayah Gunungkidul telah mengalami kekeringan. Sebanyak 105.234 jiwa terdampak dan sekitar 400 hektare tanaman padi mengalami puso.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul Edy Basuki menyatakan, penanggulangan kekeringan otomatis dilakukan dengan menyalurkan bantuan air bersih. Sementara untuk pengadaan sumber air alami di Gunungkidul, sejauh ini masih relatif sulit.

Dikatakan, jumlah penduduk terbanyak yang terancam kekeringan terdapat di Kecamatan Girisubo yakni 21.592 jiwa. Kemudian Paliyan 16.978 jiwa, Tepus 12.441 jiwa, Tanjungsari 11.186 jiwa, Rongkop 9.902 jiwa, Panggang 8986 jiwa, Nglipar 5.100 jiwa, Purwosari 4032 jiwa, Gedangsari 3448 jiwa, Ngawen 3.032, Patuk 2.962 jiwa, Ponjong 2411 jiwa, Semanu 1.968 jiwa dan di Kecamatan Semin 1192 jiwa.

Sedangkan Saptosari, Playen, Karangmojo, Wonosari hanya beberapa kelompok warga, yang telah mendapatkan bantuan penyaluran air bersih.

Edy menjelaskan, tidak semua wilayah terdampak kekeringan. Hanya enam kecamatan yakni Purwosari, Girisubo, Rongkop, Tepus, Paliyan, dan Panggang yang diberikan bantuan air bersih.

Agar tidak terjadi tumpang tindih bantuan, pihaknya telah melakukan koordinasi dalam penyaluran bantuan air bersih dengan kecamatan.

"Selain itu berkoordinasi terkait lokasi yang dituju, karena medan yang berat. Potensi bertambahnya desa maupun jiwa yang terdampak kekeringan masih sangat mungkin mengingat saat ini belum sampai ke puncak kekeringan," katanya, Kamis (4/7/2019).

Sedang untuk lahan padi yang mengalami puso, Kementerian Pertanian (Kementan) siap memberikan bantuan benih cadangan nasional. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Gunungkidul, luas lahan pertanian yang mengalami gagal panen mencapai 400 hektare.


Kepala DPP Gunungkidul, Bambang Wisnu Broto beberapa waktu lalu mengatakan, saat ini jajarannya mendata jumlah petani yang gagal panen. Setelah pendataan selesai, selanjutnya data diberikan ke Dinas Pertanian Provinsi DIY untuk diteruskan ke Kementerian Pertanian.

Bantuan benih cadangan nasional segera diberikan dalam waktu dekat. Namun, musim kemarau masih akan berlanjut hingga musim tanam berikutnya, sehingga sulit memprediksi wilayah yang berpotensi terdampak bencana kekeringan.

Dikatakan, 10 kecamatan yang dilanda puso merupakan wilayah yang tidak memiliki sumber air alami. "Wilayah tersebut mengandalkan air hujan untuk mengairi lahan pertanian. Untuk daerah yang memiliki aliran sungai sumur ladang, tanaman masih bisa diselamatkan," katanya.


Salah satu upaya yang dilakukan DPP untuk mengurangi dampak kekeringan yakni memberikan bantuan pompa air. Namun lantaran ketersediaan air sangat terbatas, pompa yang didistribusikan tidak dapat digunakan.

Akibat gagal panen di lahan seluas 400 hektare, kerugian ditaksir mencapai Rp 800 juta, meski begitu, lahan padi yang mengalami puso hanya 0,6 persen dari total produksi padi 2019.

Sementara itu di Kabupaten Bantul, BPBD Bantul juga menyiapkan dana Rp 40 juta sebagai antisipasi wilayah rawan kekeringan.

Kepala Pelaksana BPBD Bantul Dwi Daryanto menyatakan, dana tersebut relatif kecil dibandingkan dengan wilayah lain, meski Bantul berstatus siaga darurat kekeringan dan penyaluran air bersih hanya diberikan untuk keperluan sehari-hari.

Dikatakan, wilayah yang sudah mengalami kekeringan, antara lain Dlingo, Pleret. Sedangkan untuk titik rawan yang dimungkinkan akan mengalami kekeringan ia menyebutkan ada enam daerah.

“Ada enam kecamatan yang menjadi titik rawan, Piyungan, Dlingo, Imogiri, Pleret, Pundong, dan terakhir ada Panjangan. Pandak dan juga Kasihan,” ujarnya.

Dana penyaluran air, hanya digunakan untuk menyuplai air di sejumlah titik yang rawan. (fa/b1)

BPBD Gunung Kidul air bersih