Yenny Wahid Kecam Tepuk Pramuka Berbau SARA

josstoday.com

Putri Mantan Presiden RI ke-4 Gus Dur, Yenny Wahid akan menahkodai Pengurus Pusat (PP) Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) periode 2019-2023.

JOSSTODAY.COM - Tindakan oknum pembina yang mengajarkan kepada siswa tepuk Pramuka dengan yel-yel bernada rasis dikecam oleh sejumlah kalangan. Peristiwa di SDN Timuran, Kota Yogyakarta pada Jumat (10/1/2020) itu ironis mengingat terjadi pada kegiatan Pramuka, sebuah  wadah pembinaan karakter. Melalui yel-yel itu anak-anak diajarkan eksklusif sehingga berpotensi membangun sekat-sekat di antara masyarakat.

Demikian rangkuman pendapat  putri Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid, pelaksana tugas Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kemdikbud  Ade Erlangga Masdiana, dan Direktur Eksekutif Akademi Pancasila dan Bela Negara (APBN) Tigor Mulo Horas Sinaga, secara terpisah.

"Ya, saya bukan hanya menyesalkan, tetapi juga mengecam kalau ada tepuk-tepuk semacam itu karena akan membuat perpecahan di tengah masyarakat," kata Yenny  di Kantor Kemko Polhukam, Jakarta, Kamis.

Pemilik nama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh ini mengingatkan, tindakan semacam itu bersifat eksklusif yang pada akhirnya menciptakan  sekat-sekat di masyarakat. "Tindakan semacam itu akan membuat sikap eksklusif, dengan memperlakukan berbeda orang-orang yang berbeda dengan dirinya," kata Yenny.

Jadi, kata dia, tidak ada kesetaraan lagi di antara masyarakat, padahal konstitusi secara jelas menjamin kesetaraan hak, apa pun latar belakang ras, suku, ekonomi, dan sebagainya.

"Apa sih yang mau diajarkan sama anak-anak kita. Anak-anak itu kan belajar dari hal-hal yang sifatnya bukan cuma secara teoritis dari buku, tetapi juga perilaku sehari-hari," kata Yenny.

Diberitakan sebelumnya, salah seorang pembina Pramuka mengajarkan yel-yel berbau SARA kepada para siswa peserta. Yel-yel berbunyi "Islam yes, kafir no" yang disisipkan dalam tepuk pramuka itu diketahui oleh seorang wali murid berinisial K saat menjemput anaknya.

Pramuka di SDN Timuran itu merupakan  kegiatan kursus mahir lanjutan yang diikuti pembina pramuka dari berbagai daerah. Para pembina diminta untuk praktik mengajar, salah satunya mengenai yel-yel. Saat praktik mengajar tersebut, seorang pembina secara spontan mengeluarkan yel-yel bernada SARA yakni "Islam Islam, yes, Kafir Kafir no". Balakangan Kwarcab Gunungkidul menindaklanjuti kasus ini dan meminta maaf.

Menurut Ade Erlangga, Pramuka merupakan wadah pembinaan karakter peserta didik. "Tentunya konten atau muatan pembinaan karakter adalah yang memotivasi, mencerahkan, memberdayakan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujar Ade di Jakarta.

Ketua Kwartir Cabang Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi mengakui SD Negeri Timuran Yogyakarta memang menjadi tempat praktik peserta kursus mahir lanjutan. Ade berharap ke depan kejadian seperti itu tidak terulang kembali dan semua pihak menahan diri untuk tidak melontarkan kalimat atau tindakan bernada SARA.

Heroe mengaku belum mengetahui secara mendetail tentang motif pembina itu mengajarkan yel bernuansa SARA. Pihaknya akan memanggil pembina itu untuk dimintai keterangan lebih lanjut tentang tindakannya saat itu

Sementara itu Tigor Mulo Horas Sinaga menyatakan, intoleransi dianggap sebagai kendala utama bagi majunya bangsa Indonesia sehingga disarankan sejumlah upaya melalui jalur pendidikan agar praktik intoleransi bisa ditekan di tanah air.

Direktur Eksekutif Akademi Pancasila dan Bela Negara (APBN)  di Jakarta, Kamis, mengatakan, praktik intoleransi potensial menciderai kerukunan umat beragama di Indonesia.

“Kami berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim  bertindak cepat merespons situasi ini. Kemdikbud dapat bekerja sama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam pendidikan dan pembinaan di sekolah dengan fokus pembumian Pancasila dan habituasinya sehari-hari,” katanya.

Ia menegaskan perlunya untuk segera membenahi sistem pendidikan moral yang berdasarkan pada Pancasila di sekolah-sekolah.

 Dicabut

Sekjen Generasi Optimis Indonesia itu juga menyerukan agar Peraturan Bersama Menteri Agama Nomor 9 Tahun 2006 dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, segera dicabut.

"Prasyarat pendirian Rumah Ibadat dalam SKB 2 Menteri sangat kontra-produktif bagi keharmonisan antar umat beragama di Indonesia. SKB 2 Menteri ini berlawanan dengan UUD 1945 dan ideologi Pancasila. Oleh sebab itu kami berharap Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri mencabut SKB ini," kata Horas.

Ia menyatakan prihatin dengan sejumlah kasus intoleransi di negeri ini yang kian marak dalam beberapa waktu terakhir.

Horas menyayangkan insiden pembina Pramuka itu, apa lagi yel-yel berbau SARA itu diajarkan seorang pembina Pramuka. (ba/b1)

SARA Tepuk Pramuka