Menakar Daya Ekonomi Pasca Lebaran
Ilustrasi.
JOSSTODAY.COM - Oleh Rully Anwar **)
Daya ekonomi pasca lebaran, terefleksi pada fakta diungkap Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), yang menyatakan bahwa hampir semua perusahaan ritel mengeluhkan turunnya daya beli masyarakat pada lebaran tahun ini. Semua nampak dari menurunnya penjualan berbagai produk dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Turunnya daya beli ini tidak lepas dari menyusutnya tenaga kerja formal. Catatan Apindo yang mengutip Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menyebutkan penambahan jumah tenaga kerja di sektor formal terus merosot. Fenomena pemutusan hubungan kerja di saat menjelang lebaran, turut memicu menurunnya jumlah pekerja di sektor formal. Dan ini pun pada akhirnya berdampak pula pada daya beli masyarakat. Sebab, daya beli tertinggi adalah dari para pekerja formal.
Catatan Apindo ini juga sejalan dengan bacaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Lembaga ini menyebutkan belanja masyarakat di sektor ritel pada lebaran kali ini tidak seagresif tahun lalu. Buktinya, tahun lalu pertumbuhan permintaan untuk produk makanan dan minuman melonjak 50 persen dibandingkan hari biasa. Namun, tahun ini kenaikan permintaan tetap ada, namun tidak setinggi tahun lalu. Sejumlah fenomena terkait lebaran, sebut saja seperti adanya tunjangan hari raya atau gaji ke-13 bagi pegawai negeri sipil, ternyata tidak memicu peningkatan konsumsi yang tinggi.
Boleh jadi mereka tidak menjadikan itu sebagai biaya konsumtif, tapi disimpan untuk kebutuhan yang lebih utama. Bisa jadi lebaran tahun ini hadir di tengah masa ekonomi yang belum tumbuh kuat. Upaya pemerintah mengembangkan infrastruktur memang tidak secara langsung dirasakan oleh sektor riil. Pendanaan proyek-proyek infratruktur oleh pemerintah memang tidak mudah dilakukan. Tidak heran jika kemudian pelambatan sektor ekonomi terjadi. Lebaran pun terasa dampaknya.
Artinya lebaran hanyalah semata-mata momentum saja, namun kondisi lemahnya daya beli sebenarnya sudah terjadi jauh sebelumnya. Catatan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebutkan penurunan daya beli masyarakat ini terjadi sejak 2016.
Bagaimana seharusnya masyarakat bersikap? Ya tentu kita sebagai masyarakat harus lebih jeli melihat kondisi global ekonomi dan makro ekonomi tidak sebaik sebelumnya, namun juga tidak separah yang dikhawatirkan. Kondisi ekonomi kita relatif tumbuh dan stabil seiring dengan konsentrasi pemerintah melakukan belanjanya di sektor infrastruktur. Masyarakat sepertinya juga masih sabar dan melihat upaya pemerintah memperbaiki sektor ekonomi, terutama sektor riil yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Upaya pemerintah menstabilkan harga kebutuhan pokok sepanjang bulan ramadhan dan lebaran ini relatif berhasil dan diapresiasi oleh presiden.
Belum lagi dengan faktor gerak ekonomi sepanjang bulan puasa dan lebaran kali ini yang tentu memberikan konstribusi bagi kondisi ekonomi. Bagaimanapun hari raya Idul Fitri menjadi salah satu momentum untuk menggerakkan ekonomi dengan perputaran uaang sepanjang lebaran. Sejumlah pemberitaan menyebutkan empat bank milik pemerintah menyetok dana cair hingga Rp 112 triliun untuk lebaran tahun ini. Tradisi masyarakat yang menjadikan lebaran sebagai momentum berbagi, misalnya dengan membagi-bagi uang ke sanak famili, anak-anak, dan saudara. Ini menggerakkan ekonomi meskipun berlangsung sesaat saat momentum lebaran.
Nah, di tengah daya beli yang menurun di saat lebaran, boleh jadi memang masyarakat kita relatif rasional. Di tengah banyaknya kebutuhan di saat kondisi ekonomi masih belum menguat, masyarakat memang cenderung berhati-hati dalam menggunakan uangnya. Lebaran tidak serta merta meningkatkan konsumsi masyarakat. Ada gejala juga untuk menjadikan momentum lebaran tidak lagi untuk bersenang-senang. Secara filosofi mestinya ini positif bagi sosio-ekonomi masyarakat kita. Seperti yang diungkap oleh psikolog sosial dan ahli perilaku ekonomi, Richard Thaler dan Daniel Kahneman, bahwa perilaku ekonomi manusia dipengaruhi oleh aspek psikologis, kognitif, dan sisi-sisi emosional manusia yang irasional.
Jadi kita berbaik sangka saja, turunnya daya beli sepanjang lebaran, seperti dugaan Kadin dan Apindo di atas tidak lepas dari upaya masyarakat kita lebih berhemat dan cenderung hati-hati dalam membelanjakan duitnya. Lebaran tidak lagi harus dirayakan dengan berlebihan yang kadang keluar dari hakekat dari lebaran itu sendiri. Kembali fitri itu harus dimaknai kembali pada jati diri manusia yang sebenarnya hadir di dunia ini tidak membawa apa-apa selain misi sucinya sebagai khalifah di bumi ini.
Menurunnya daya beli boleh saja dimaknai sebagai upaya kita untuk merayakan lebaran dengan cara sederhana, bukankah bahagia itu sederhana? Ya, marilah kita mulai membiasakan diri dengan menjadikan lebaran dengan sikap dan perilaku sederhana sesuai dengan tuntunan agama. Boleh jadi dengan kesederhanaan ini memberikan konstribusi pada gerak ekonomi kita agar semakin tumbuh dan menguat. Semoga!
**) Rully Anwar adalah pemimpin redaksi Portal Berita Josstotoday.com dan Bumntoday.com
rully anwar today review