Unair Kukuhkan Empat Guru Besar

josstoday.com

Dari kiri: Prof. Dr. Bambang Soeprijanto, Dr., Sp.Rad(K)A (Bidang Radiologi), Prof. Dr. Bagong Suyanto, Drs., M.Si (Bidang Sosiologi Ekonomi), serta Prof. Dr. Ririh Yudhastuti, Drh., M.Sc. (Bidan Kesehatan Lingkungan) saat ditemui di Gedung Rektorat Unair, Kamis (6/7/2017). (josstoday.com/Fariz Yarbo)

JOSSTODAY.COM - Universitas Airlangga (Unair) akan mengukuhkan empat guru besar di Gedung Rektorat Unair, Sabtu (8/7/2017).

Adalah Prof. Dr. Emy Susanti, Dra., MA (Bidang Sosiologi), Prof. Dr. Bambang Soeprijanto, Dr., Sp.Rad(K)A (Bidang Radiologi), Prof. Dr. Bagong Suyanto, Drs., M.Si (Bidang Sosiologi Ekonomi), serta  Prof. Dr. Ririh Yudhastuti, Drh., M.Sc. (Bidan Kesehatan Lingkungan)

Di mana, keempatnya menambah daftar guru besar Unair yang sejak didirikan hingga saat ini menjadi 462 orang.

Prof. Dr. Emy Susanti, Dra., MA, berhasil menjadi guru besar setelah penelitiannya berjudul “Perempuan, Relasi Kuasa, dan Sosiologi Gender” dinyatakan lolos oleh Rektor Unair.

Menurut hasil penelitian serta pandangannya, jika saat ini faktor gender masih banyak dipermasalahkan apalagi menyangkut pekerjaan. Ia mencontohkan, seorang suami menyuruh agar istrinya menjadi ibu rumah tangga.

"Di sini, saya ingin mengungkapkan bahwa realitasnya perempuan belum setara dengan laki-laki. Itu sebenarnya dapat merugikan bangsa. Jadi, ketika mereka sudah bekerja, lindungilah mereka," ungkapnya.

Kemudian, Prof. Dr. Bambang Soeprijanto, Dr., Sp.Rad(K)A, yang mengangkat judul "Inovasu Radiologi Di Era Molekuler dan Digital. 

Lelaki yang kerap disapa Bambang itu dalam tulisannya lebih banyak menjelaskan tentang perkembangan Radiologi, yang sebenarnya berbahaya bagi masyarakat yang tidak mengerti bagaimana penggunaan dan dampaknya.

Dari penelitiannya sejak dulu masih belum menjadi guru besar, banyak masyarakat yang salah kaprah terhadap penggunaan Radiologi. Selain berbahaya, harga untuk sekali pemeriksaan memerlukan biaya yang besar.

"Radiaologi ini sebenarnya berbahaya, karena ada radiasinya. Sedangkan, radiasi itu sendiri tidak bisa dinolkan. Nah, dari situ muncul banyak perkembangan sehingga bisa meminimalisir bahaya dari radiasi tadi," ungkapnya.

Sementara itu, Prof. Dr. Drs. Bagong Suyanto, M.Si mengambil judul "Dinamika Kapitalisme Dan Gaya Hidup Masyarakat Konsumer Di Era Postmodern".

Dalam penelitiannya kali ini, ia lebih menitik beratkan penelitiannya terhadap sifat konsumtif masyarakat yang dapat terhegemoni oleh banyak faktor.

"Kita berperilaku bukan berbasis matrial kita tapi karena ada hegemoni. Jadi, pikiran kita dibentuk oleh media," ungkapnya.

Hal tersebut ia lihat berdasar kenyataan yang ia alami. Di mana, ada beberapa barang baru di sebuah toko, meskipun harga yang mahal tentu akan dibeli. "Dan itu rasanya kayak gak kerasa ngeluarin uang banyak," ujarnya.

Tak hanya itu, dengan penelitian ini ia juga mengangkat bahwa usaha-usaha kecil harus bisa banyak menigkatkan inovasi agar tidak kalah dengan usaha besar yang sudah terkenal.

Terakhir, Prof. Dr. Ririh Yudhastuti, Drh., M.Sc, mengangkat tema kesehatan lingkungan dengan judul "Meramal Wabah Demam Berdarah Dengue". 

Menurut perempuan yang juga dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat itu, jika sebenarnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) bisa dihindari dengan melakukan ramalan terhadap iklim.

"Kenapa iklim? karena beberapa vector atau nyamuk pembawa penyakit dipengaruhi iklim. Kemudian, saya ambil demam berdarh karena memiliki case vatality rate yang tinggi. Di mana, dari 10 yang kena bisa 2-3 yang meninggal.

Prof. Ririh menjelaskan, jika penyakit yang disebabkan oleh nyamuk Aedes Aegypty  ini memiliki beberapa ciri. Diantaranya, hidup di suhu 20-28 derajat celcius yang membuat umur nyamuk lebih panjang, telur nyamuk menempel di diding bak kamar mandi, hidup di daerah padat penduduk.

Untuk menangkal wabah tersebut Prof. Ririh menjelaskan ada beberapa cara dintaranya melakukan 3m (menyiram, menguras, dan menutup melihat kondisi alam, serta melakukan pemeriksaan trombosit di labolatorium. (ais)

Universitas Airlangga Unair Guru Besar