ISPO Butuh Percepatan Bukan Penguatan

josstoday.com

Sekjen Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia Gamal Nasir

JOSSTODAY.COM - ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) tidak butuh penguatan dan struktur organisasinya yang berubah. Saat ini yang paling penting adalah percepatan ISPO sehingga 100% CPO yang dihasilkan sudah bersertifikat ISPO. Gamal Nasir, Sekjen Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (GAPPERINDO) menyatakan hal ini.

“Jadi yang diperlukan bukan Peraturan Presiden soal hal-hal teknis ISPO serta perubahan struktur organisasinya. Saat ini yang diperlukan adalah Instruksi Presiden pada Menteri Pertanian, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Keuangan untuk mempercepat pelaksanaan ISPO,” katanya.

Sama sekali tidak tepat menjadikan ISPO seperti SVLK (Sistim Verifikasi Legalitas Kayu) karena sangat berbeda sekali. SVLK adalah sertifikasi produk akhir. Pohonnya ditebang, kayunya diambil dan disertifikasi, sedang tempat pohon ditanam sudah tidak dipedulikan lagi.

Dalam ISPO, setelah CPO diambil maka pohonnya harus dipelihara sesuai dengan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip dalam ISPO. Di sini ada peran pemerintah dalam hal ini Ditjen Perkebunan untuk menjaga dan mengawal bagaimana tata kelola perkebunan kelapa sawit dilaksanakan.

“Jadi kalau Komisi ISPO menjadi lembaga independen di luar Ditjebun, Kementerian Pertanian,  tidak tepat. Apalagi nanti lembaga sertifikasi diberi wewenang penuh mengeluarkan sertifikat tanpa lewat sidang Komisi ISPO. Prinsip dan kriteria ISPO semuanya ada dalam UU. Cara kerja dan metode lembaga independen harus mengacu pada UU. Selama ini terbukti banyak LS yang meloloskan kebun yang ternyata HGUnya masuk dalam kawasan hutan,” katanya.

Pemerintah tidak bisa melepaskan begitu saja pada lembaga independen. Pemerintah harus tetap mengawal lembaga sertifikasi. Pemerintah harus tetap mengawal dan menjaga bagaimana tata kelola perkebunan kelapa sawit dilaksanakan. Dan hal itu sudah menjadi tugas dan fungsi  Ditjenbun.

“Jadi masalahnya bukan perlu tidaknya lembaga independen untuk ISPO. Perpres ISPO jangan berisi hal-hal teknis perkelapasawitan. Presiden jangan dibebani hal-hal teknik sebab wewenangnya sudah dilimpahkan pada Menteri Pertanian. Kementerian lain berkontribusi dalam membantu pencepatan ISPO,” katanya.

Sekarang CPO yang dihasilkan yang bersertifikat ISPO masih 24%, jadi lebih banyak yang belum. Untuk meningkatkan kepercayaan maka harus 100%.  Karena itu perlu Inpres yang menginstruksikan semua pihak untuk mempercepat ISPO baik perkebunan rakyat maupun swasta.

Sekarang permohonan sertifikasi ISPO sudah berkurang karena banyak lahan yang masuk dalam kawasan hutan dan konflik. Seharusnya hal ini yang harus coba diselesaikan oleh MenLHK dan Men ATR. MenLHK juga bisa menigindentifikasi di wilayah mana saja kebun sawit masuk dalam kawasan hutan. Kalau bisa dilepas maka dilepas kalau tidak dihutankan kembali. (is/pr)

 

Gaperindo Indonesia Sustainable Palm Oil