ICW: Koruptor Lebih Takut Miskin daripada Penjara

josstoday.com

Fahmi Darmawansyah

JOSSTODAY.COM - Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menilai pemiskinan atau pengambilan aset dan harta hasil korupsi lebih efektif daripada hukuman penjara bagi koruptor. Menurut Ade, pemiskinan lebih memberikan efek jera karena koruptor lebih takut miskin dibandingkan dipenjara.

"Pilihannya memiskinkan koruptor karena latar belakang mereka korupsi kan memperkaya diri atau kelompok. Koruptor lebih miskin daripada takut dipenjara," ujar Ade di Jakarta, Selasa (24/7).

Ade menilai pengambilan aset atau harta kekayaan koruptor sebenarnya mudah dilakukan oleh aparat penegak hukum. Menurut dia, jika aset atau harta kekayaannya merupakan hasil tindak pidana korupsi, maka aparat bisa mengambilnya.

"Negara berhak menyita harta atau aset koruptor jika benar-benar terbukti bahwa hal tersebut merupakan hasil korupsi," tandas dia.

Menurut dia, pembuktian terbalik bisa menjadi salah satu alat untuk mengukurnya, apakah aset dan harta tersebut merupakan hasil korupsi atau tidak. Jika koruptor tidak bisa membuktikan bahwa aset dan hartanya bukan dari hasil korupsi, maka aset dan hartanya bisa disita oleh negara.

"Kita bisa lihat nanti sumber aset dan harta si koruptor. Kalau itu terbukti dari hasil usahanya maka tidak disita. Kalau tidak bisa dibuktikan itu hasil usaha dia, maka negara berhak menyita uang atau aset itu," terang dia.

Ade mengakui bahwa sebenarnya sudah ada beberapa peraturan yang dapat digunakan untuk mengatur upaya pemiskinan koruptor, yaitu Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Kedua aturan tersebut bisa digunakan sebagai instrumen hukum untuk memiskinkan koruptor, setelah itu tinggal diatur ketentuan-ketentuan teknisnya," tutur dia.

Lebih lanjut, Ade menegaskan bahwa tidak ada unsur pelanggaran hak asasi dalam proses pemiskinan koruptor dan keluarganya. Pasalnya, yang diambil alih memang harta kekayaan hasil tindak kejahatan.

"Prinsipnya pengambilan kembali harta hasil korupsi oleh negara bukanlah suatu tindakan yang melanggar hak asasi. Karena, bila hal itu tidak dilakukan justru akan melanggar hak asasi orang banyak," pungkas dia. (gus/b1)

Korupsi Indonesia Corruption Watch