Galuh Indiradini, Visi Hidupnya Melebihi Usianya

Dr Galuh Indiradini didampingi ibundanya Dr Ary Silviati. (Istimewa)
JOSSTODAY.COM - Namanya Galuh Indiradini, usia muda, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (UB). Tapi visi hidupnya melebihi usianya. Cara memandang sesuatu tajam, terukur. Bukan saja soal ilmu kedokteran, tapi soal kehidupan.
Dalam banyak hal, ia memilih out of the box. Bahkan beberapa pikiran dan gaya berdiplomasi ia lebih berpikir lateral bukan linier.
Dalam buku “Berpikir Lateral” Edward de Bono, digambarkan cara berpikir yang berusaha mencari solusi untuk masalah terselesaikan melalui metode yang tidak umum, atau sebuah cara yang biasanya akan diabaikan oleh pemikiran logis.
Apa yang digambarkan De Bono tergambar dalam diri gadis yang telah menikah dengan seorang pemuda pujaan dengan latar belakang profesi dokter juga, 7 September, lalu.
"Saya harus mampu gaji mama dan papa, sejumlah yang mama terima hari ini. Tapi saya tidak ambil dari hasik profesi saya sebagai dokter. Tapi bisnis yang saya kembangkan," tutur Galuh.
Anak muda bervisi ini juga mencoba berpikir vertikal dan tradisional.
"Saat semua dokter memilih spesialis kulit kecantikan, Galuh malah memilih non kecantikan. Itulah pilihan berani dan lateral," pandangan Yusron Aminullah, praktisi pendidikan dan Founder MEP Training Center, ketika diskusi dengan Galuh suatu sore.
Yusron pun mengajak untuk melihat apa yang dilakukan Galuh dengan teori de Bono.
Edward De Bono membedakan cara berpikir ini dari berpikir vertikal. Berpikir vertikal adalah cara berpikir yang tradisional atau logis. Berpikir vertikal melihat solusi melalui pandangan yang wajar dari masalah atau situasi dan bekerja melalui itu, umumnya dalam jalur yang paling biasa terpilih (umum).
Di sisi lain, berpikir lateral menunjukkan bahwa pemecah masalah dengan cara mengeksplorasi berbagai pendekatan solusi yang menantang, bukan sekedar menerima solusi umum yang tampaknya paling potensial. Dalam hal ini Edward De Bono sendiri tidak bertentangan dengan pemikiran vertikal, ia melihat berpikir lateral sebagai proses yang melengkapi sehingga membuat solusi lain lebih kreatif.
Kembali ke Indri, ia lulus Kedokteran UNAIR. Bagi kalangan yang berpikir linier, ia akan meneruskan menjadi dokter spesialis "unggulan".
Lanjut menjadi dokter spesialis yang dikenal, laris dan mapan hidupnya (kalau tidak boleh disebut kaya raya).
" Saya memilih spesalis kulit karena pasiennya memang sedang menderita. Butuh pertolongan. Bisa jadi mereka ada yang punya uang tetapi kemungkinan banyak yang gak punya uang. Disitulah saya memilih," tegas putri Dr Ary Silviati, yang juga Dirut PT Nusantara Medika Utama (NMU).
Ia tidak memilih spesialis kulit kecantikan, juga mampu ia jawab dengan argumentasi. "Mereka datang ke kami sebagai dokter bukan karena sakit, tetapi karena pingin cantik. Nah bagi saya itu bukan tantangan," tutur Galuh penuh antusias. (yus)
Profil medis