Kemnaker Didesak Segera Selesaikan Peraturan Turunan UU PPMI

josstoday.com

Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri

JOSSTODAY.COM - Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri diminta segera menuntaskan penyusunan peraturan turunan dari Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).

“Sebentar lagi pemilihan umum presiden dan pemilihan umum legislatif. Kalau peraturan turunan UU tersebut tidak dituntaskan sekarang, bisa tidak selesai. Maka UU tersebut jadi banci alias tidak bisa diterapkan,” kata Direktur Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Gabriel Goa, kepada beritasatu.com, Kamis (27/9).

Gabriel mendesak Hanif Dhakiri agar fokus selesaikan penyusunan peraturan pelaksana UU tersebut, bukan malah sibuk kampanye sebagai calon anggota DPR. “Fakta membuktikan masalah TKI atau PMI adalah masalah sangat serius,” kata dia.

Menurut Gabriel, kebijakan pemerintah menghentikan pengiriman TKI pekerja rumah tangga (PRT) ke negara-negara di Timur Tengah sejak Mei 2015 telah menyuburkan praktik human trafficking (perdagangan manusia) ke negara-negara Timur Tengah. “Sampai saat ini sebanyak 10.000 TKI ilegal setiap bulan dikirim ke negara-negara Timur Tengah dan Malaysia. Yang mengirim adalah oknum-oknum,” kata dia.

Selain itu, Gabriel meminta Hanif Dhakiri untuk menertibkan perusahaan penyalur tenaga kerja Indonesia swasta (PPTKIS) nakal yang masih mengirimkan TKI secara ilegal dan menggunakan visa turis dan visa umroh.

Gabriel juga meminta agar Kemnaker bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi NTT untuk segera merealisasikan Pelayanan Terpadu Satu Atap (LTSA) dan Balai Latihan Kerja di Tambolaka (Sumba Barat), di Kupang (NTT) dan di Maumere (NTT) untuk mencegah human trafficking di NTT.

Sebagaimana diketahui pemerintah dan DPR sepakat bahwa salah satu sebab TKI terutama PRT di luar negeri mengalami masalah, seperti kekerasan dan pemerkosaan adalah karena perlindungan yang diatur dalam undang-undang, tidak jelas.

Undang-undang yang dimaksud di sini adalah Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Hal ini tertulis jelas dalam naskah akademik pembuatan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) (red-atau TKI).

Dalam naskah akademik, dijelaskan, bahwa UU 39 Tahun 2004 lebih banyak mengatur mengenai penempatan TKI dibanding mengenai perlindungan TKI.

Karena itulah, DPR dan pemerintah membentuk UU 18 Tahun 2017, yang diundangkan dan disyahkan dalam lembaran negara pada 24 November 2017 setelah disahkan di DPR pada sebulan sebelumnya.

UU 18 Tahun 2017 ini mengamanatkan pembuatan 28 peraturan pelaksana atau peraturan turunan. Batas waktu penyelesaikan pembuatan peraturan turunan itu dua tahun sejak UU tersebut diundangkan. Namun, sampai saat ini, hampir setahun sejak diundangkan belum satu pun aturan turunan yang selesai dirumuskan.

“Belum satu pun aturan turunan dirumuskan. Yang bertugas sebagai koordinator dalam merumuskan semua ini adalah Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker),” kata seorang pejabat eselon I di Kemnaker yang tidak bersedia menyebutkan namanya.

Dirjen Pembinaan Penempatan dan Perluasaan Kerja, Kemnaker, Maruli Apul Hasoloan Tambunan, yang paling bertanggung jawab dalam membentuk tim perumus peraturan turunan UU tersebut, tidak pernah bersedia memberikan komentar. Bahkan Maruli sering takut bertemu wartawan.

Sedangkan Deputi Perlindungan TKI, BNP2TKI, Anjar Budi Winarso, menegaskan, BNP2TKI hanya bertugas merumuskan Peraturan Presiden (Prespres) sebagai aturan turunan dari UU 18 Tahun 2017. “Kami sudah menyusunnya, tinggal dibahas dengan Kementerian dan lembaga lain,” kata dia.

Salah satu hal penting yang diatur dalam UU 18 Tahun 2017 adalah mempertegas pengaturan fungsi dan wewenang Kemnaker dan BNP2TKI.

Pengaturan yang tegas ini dibuat agar “perang dingin” antara Kemnaker dengan BNP2TKI seperti yang terjadi sampai saat ini tidak terjadi lagi di mana yang akan datang.

Pasal 46 ayat (2) UU 18 Tahun 2017 menyatakan, tugas pelindungan PMI dilaksanakan oleh Badan yang dibentuk oleh Presiden (ayat 1). Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh kepala Badan yang diangkat oleh Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri (ayat 2).

Beda dengan Pasal 94 ayat (3) UU 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri yang menyatakan, BNP2TKI merupakan lembaga non departemen yang bertanggung jawab kepada Presiden berkedudukan di Ibukota Negara.

Ketentuan Pasal 46 ayat (2) UU 18 Tahun 2017 akan dijabarkan lebih lengkap dan rinci dalam Peraturan Menteri. Yang akan diatur dalam Peraturan Menteri yang dimaksud adalah perencanaan, organisasi BNP2TKI, pelaksanaan dan pengontrolan atau pengawasan.

Salah satu keunggulan UU 18 Tahun 2017 dibanding dengan Undang-undang sebelumnya adalah adanya desentralisasi pelayanan pekerja migran Indonesia (PMI) atau TKI, dimana pemerintah daerah mulai dari desa – sampai pemerintah provinsi dilibatkan. (gus/b1)

Kemnaker Perlindungan kerja