Kurang Perhatian Pemerintah, Swasembada Pangan Masih Sulit Diwujudkan
JOSSTODAY.COM - Ketahanan pangan salah satu penunjang untuk menciptakan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Serta, ketahanan pangan juga akan turut berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Dalam beberapa tahun terakhir narasi politik yang muncul adalah import buah, import sapi, import garam dan masih banyak lagi. Jika dilihat, sejatinya Indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah bisa swasembada pangan.
Namun, fakta di lapangan ternyata lahan-lahan pertanian banyak yang hilang akibat pelaksanaan dari kebijakan pemerintah, yang saat ini fokus dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan dan sebagainya.
Pakar ketahanan pangan Universitas Airlangga, Prof Suwarno menjelaskan, jika perlu ada perubahan pola yang dilakukan baik itu oleh petani maupun para peternak.
"Dengan itu, sekarang bagaimana kita melakukan perubahan dengan menggunakan bahan-bahan organik. Akibatnya, dengan lahan yang sempit sekalipun tumbuhan ini dapat tumbuh," jelasnya usai acara Diskusi Pakar UNAIR, di Gedung Rektorat UNAIR, Surabaya, Selasa (23/4/2018).
Ia pun mencontohkan apa yang kini dilakukan oleh pemerintah Kota Surabaya. Di mana, di Surabaya yang lahan pertaninan semakin habis kini perlahan mulai mengembangkan pertanian di rumah-rumah. Hasilnya pun juga memiliki kualitas yang baik.
"Tapi sekali lagi ini perlu keseriusan dan mengeluarkan jiwa bertaninya," katanya.
Karena itu, ia mengatakan, perlu ada peran lebih dari pemerintah untuk turut mengsukseskan inovasi bidang pertanian. Sehingga, harapan untuk bisa swasembada pangan bisa terwujud.
Di sisi lain, pakar kesehatan masyarakat UNAIR, Prof R Bambang menjelaskan, jika selain masalah dalam pengembangan usaha di dunia pertanian dan peternakan ada hal penting lainnya untuk menunjang ketahanan pangan. Adalah kualitas dari bahan.
Ia menjelaskan, banya orang yang sakit diakibatkan dari asupan makanan yang dikonsumsi. Ia mencontohkan, kasus di Bangladesh yang menekankan kepada jumlah produk saja. Sehingga, kualitas dari beras yang dihasilkan memiliki serat tinggi yang sulit dicerna.
"Makanan ini jadi masalah utama. Terutama untuk anak sekolah gak ada yang mengawasi. Dan saya juga baru dengar di kantin UNAIR kualitas makanan saja masih kurang itu tadi (saat mendengar pertanyaan tentang kualitas makanan di UNAIR yang menbuat salah satu mahasiswa sakit)," katanya.
Karena itu, perlu ada pengawasan khusus terhadap kualitas makanan daribtingkatan paling bawah.
Hanya saja, Indonesia, lanjut Bambang, kekurangan SDM yang bisa melakukan pengawasan makanan di bawah. Sebab, hal itu menjadi membuat oknum jahat leluasa menbuat produk makanan yang menggunakan bahan berbahaya.
"Peran pemerintah harus melakukan pengawasan. Tapi ya itu tadi orangnya terbatas. Kalau di luar negeri (Belanda) itu ada pengawasan hingga tingkat kecamatan, sehingga kalau ada yang masalah langsung ditutup," ungkapnya. (ais)
UNAIR Ketahanan Pangan Diskusi Pakar