Akademisi Hukum dan HAM Desak Presiden Beri Amnesti Pada Baiq Nuril

josstoday.com

JOSSTODAY.COM - Kelompok Serikat Pengajar HAM (Sepaham) dan Pusat Studi Hukum HAM Universitas Airlangga mendesak Presiden Republik Indonesia, Ir Joko Widodo untuk menggunakan hak konstitusinya memberikan amnesti kepada Baiq Nuril Maqnun.

Sebelumnya, Baiq Nuril dijadikan tersangka oleh Mahkamah Agung karena telah menyebarkan rekaman percakapan yang sengaja ia rekam ketika menjadi korban pelecehan oleh Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram berinisial Muslim.

Padahal rekaman itu sengaja ia simpan sebagai bukti bahwa ia tidak memiliki hubunga gelap dengan Muslim. Namun, rekaman itu tersebar hingga akhirnya masuk ke ranah hukum.

Ia pun dihukum oleh MA dengan masa hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena dianggap melakukan pelanggarana Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Meski sudah dijatuhi hukuman, namun MA masih menunda hukuman itu.

Di tengah perjalanan, Baiq Nuril mengajukan peninjauan kembali yang ditolak oleh MA. Sehingga, ia terancam akan tetap dihukum penjara.

Dari kasus itu, para akademisi hukum ini melakukan sidak eksaminasi untuk mendalami kasus ini. "Dari sidang eksaminasi tersebut, kami memberikan pertimbangan dengan menjadi pihak sahabat peradilan (Amicus Curiae) atas kasus pidana yang sedang dihadapi Baiq Nuril Maqnun (“Kemarin Kamu Datang Cepat Sekali, Setan!”, Amicus Curiae bagi Majelis Peninjauan Kembali atas Putusan Mahkamah Agung Nomor 574K/Pid.Sus/2018). Namun, putusan Peninjauan Kembali, Nomor 83 PK/PID.SUS/2019, justru memperkuat kasasi," ujar Dr. Herlambang P. Wiratraman, SH., MA. selaku Ketua Pusat Studi Hukum HAM (HRLS) Fakultas Hukum Universitas Airlangga, dalam konferensi pers di Gedung Hukum UNAIR, Surabaya, Selasa (16/7/2019).

Tim menilai, jika putusan yang diambil oleh hakim MA telah mencederai keadilan publik yang dinilai seakan mengabaikan konteks kasus yang dihadapi Baiq Nuril.

Pria yang akrab disapa Herlambang itu menjelaskan, kekerasan seksual memiliki karakter yang berbeda dengan kekerasan lainnya yang diatur dalam hukum pidana. Yakni, terdapat relasi gender yang seharusnya dipertimbangkan sehingga mewujudkan keadilan dari hukum.

"Baiq adalah korban. Ia korban kekerasan verbal, atau pelecehan seksual. Tatkala ia mencoba merekam percakapan dari atasannya (Muslim), yang patut diduga desakan atau bahkan ancaman terhadapnya. Hal tersebut merupakan upaya yang ia miliki untuk mempertahankan harga dirinya," katanya.

Lebih lanjut, jelasnya, jika Baiq Nuril melakukan haknya untuk melindungi dirinya dari kekerasan psikologis dan seksual seperti yang tertuang pada Pasal 28 B ayat 2 UUD RI 1945.

Sehingga, dengan pertimbangan itu Baiq Nuril hukuman yang ditetapkan sangat tidak tepat. Karena itu, ia bersama tim mendukung dan mendesak Presiden Jokowi untuk memberikan amnesti. (ais)

Baiq Nuril Jokowi Amnesti HAM