Pengamat: Masyarakat Papua Butuh Pendekatan Sosial dan Budaya
Massa memblokade jalan di Manokwari, Senin, 19 Agustus 2019, saat demonstrasi memprotes insiden kekerasan dan pengusiran mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya pada 16 Agustus 2019.
JOSSTODAY.COM - Situasi dan kondisi di sejumlah tempat di Papua sempat memanas setelah adanya insiden perlakuan terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang sebelumnya. Kondisi tersebut menambah panjang daftar gejolak yang terus terjadi di Papua.
Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas NH Kertopati menuturkan, berlarutnya masalah di Papua terjadi karena pejabat yang menangani masalah Papua kurang memahami apa yang diinginkan masyarakat Papua.
"Berlarut-larutnya masalah Papua sedikit banyak karena para pejabat yang menangani ini kebanyakan dari sudut pandang dan pola pikir Jakarta, bukan melihat Papua lebih dekat," kata wanita yang akrab disapa Nuning itu, Rabu (21/8/2019) di Jakarta.
Menurutnya, jika para pemangku kepentingan dapat memahami apa yang sesungguhnya diinginkan oleh masyarakat Papua, maka berbagai persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan tidak berlarut-larut seperti yang terjadi sekarang ini.
"Harus dapat memahami apa yang diinginkan oleh orang Papua dalam pengelolaan tanah atau SDA Papua maupun SDM Papua," ujar Nuning.
Menurutnya, saat ini masyarakat Papua juga sangat membutuhkan pendekatan sosial dan budaya. Jadi, dalam menyingkapi persoalan Papua tidak melulu harus dihadapi dengan kekuatan ekonomi, keamanan atau bahkan kekuatan militer saja.
"Penyelesaian dengan dialog lebih baik karena tak mendatangkan korban terluka. Pendekatan sosial budaya juga penting bukan hanya pendekatan militer, ekonomi, keamanan saja," kata Nuning.
Dirinya menuturkan, saat ini sudah ada penanganan intelijen yang sudah cukup baik di Papua. Namun, jika berbagai informasi yang disampaikan intelijen tidak digunakan dan dijadikan acuan dalam bertindak maka penanganannya pun menjadi tidak tepat.
"Penanganan intelijen sudah cukup baik sebenarnya. Tetapi bila pasokan info dari intelijen tidak digunakan oleh pihak pelaksana lapangan, jadi tidak tepat penanganannya," ungkap Nuning.
Dirinya juga mengingatkan, ada hal yang harus mulai dihindarkan dalam menangani masalah di Papua. Pertama yaitu menganggap Papua itu istimewa dan beda dari daerah lain di Tanah Air. Dengan demikian maka orang Papua pun dapat merasakan kesamaan sebagai anak bangsa seperti yang lain.
"Kata-kata ingin merdeka yang sering dikatakan mereka pun harus diteliti lagi maksudnya apa. Sehingga dapat diketahui bahwa itu bisa saja ungkapan kekecewaan saja, bukan benar-benar ingin merdeka," ucapnya.
Di sisi lain, pihak aparat pun harus jernih dalam menangkap siapa embrio provokator yang menyebabkan kerusuhan meletus. Apakah di balik itu ada peran atau pengaruh parpol, intelijen asing atau kepentingan bisnis dan lain-lain. Jika sudah diketahui tentu penanganannya pun akan lebih mudah.
Selain itu, dikatakan Nuning, opsi pembentukan suatu tim Pokja Papua harus berisikan orang-orang yang sangat paham masalah Papua. Bukan orang-orang yang hanya mengamati dari jauh, tapi teriakannya paling lantang tanpa pernah secara fisik ketahui apa dan bagaimana Papua. (fa/b1)
Mahasiswa Papua Kerusuhan