Melestarikan Makanan Tradisional Lewat Pasar Pepohonan

josstoday.com

JOSSTODAY.COM - Upaya Pemerintah Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi untuk melestarikan makan tradisional yang sudah jarang ditemui di pasaran, dengan menggelar Pasar Wit-Witan setiap hari minggu pagi.

Selain makanan yang langka, para penjaja makanan juga diwajibkan mengenakan busana adat yang berlaku di daerah Banyuwangi, yaitu busana masyarakat Using.

“Ini memang ketentuan yang sudah disepakati oleh panitia, yaitu Ibu-Ibu PKK Desa Alasmalang. Bahkan mereka sangat ketat, agar penjual tidak menggunakan tempat atau wadah dari plastik.

Makanya bisa dilihat sendiri, untuk minuman menggunakan tempurung kelapa atau potongan bambu sebagai mangkok dan gelas. Juga Cobek dari tanah, dengan alas daun”, ujar Moch. Lutfi, Camat Singojuruh Banyuwangi.

Buka sejak pukul 06.00 WIB, tutup sebelum jama 09.00 WIB karena kebanyakan makanan yang dijajakn sudah habis. Menikmati aneka kuliner masa lampau di tempat ini memang beda susanaya, karena berada di kawasan hutan kecil yang penuh dengan pepohonan. Tempat duduk juga dari bangku bamgu, sendhok yang digunakan juga dari kayu.

“Selain untuk mengenalkan masakan jaman dulu yang sudah sulit ditemui di pasaran, kami juga kampanye anti plastik. Alhamdulillah mendapat sambutan positif, karena pengunjung tambah banyak dan mereka yang ingin bergabung pun juga tambah banyak. Namun demikian, panitia tetap menyeleksi dengan ketat mulai dari olahan yang ditawarkan, hingga kemasan dan penampilan penjualnya”, tambah Lutfi.

Seorang pengunjung asal Melik, Parijatah Kulon bernama Rohman, mengaku setiap hari minggu bersepeda angin sekeluarga dan mampir ke Pasar Wit-Witan. Alasannya, selain dekat dengan rumahnya, suasana seperti di hutan menampah lahanya dia dan keluarga menikmati masakan-masakan langka.

“Geseng Methok, Rawon Alas, Sego Cawuk adalah makanan yang disuka keluarga saya. Selain minumnya dawet cendol, dengan mangkok dari tempurung kelapa dan sendok kayu. Bahkan banyak bersama saya antri tadi, adalah orang-orang dari luar Banyuwangi. Mereka kebanyakan datang ke Pasar Wit-Witan, setelah milhat gambar-gambar di media sosial yang diposting pengunjung lain”, kata Rohman.

Mamet, seorang aktivis kuliner yang berjualan Rawon Alas mengaku senang dengan adanya Pasar Wit-Witan. Selain bisa menyalurkan hobynya memasak, juga tertantang untuk menggali potensi masalah tempoe doloe di sekitar Singojuruh.

“Ada suatu daerah, yaitu Wijenan, Desa Singolatren yang terkenal masyarakatnya gemar memasak dan rasanya khas. Setelah dirunut, ternyata nenek moyangnya adalah mantan danyang juru masak Kedaton Macan Putih, sebuah kerajaan terakhir di Bumi Blambangan. Sampai sekarang keahlian memasak itu terus dipertahankan, sebagian bisa ditemui di Pasar Wit-Witan ini”, ujar Mamet. (is/pr)

Banyuwangi ibu PKK makanan tradisional pasar pepohonan