BBM Oktan Rendah Berpotensi Ganggu Kesehatan
JOSSTODAY.COM - Koordinator Indonesia Energy Watch (IEW) Adnan Rarasina mengatakan, selain dapat mengganggu lingkungan, bahan bakar minyak (BBM) research octane number (RON) Rendah seperti premium membuat pembakaran di dalam mesin kendaraan menjadi tidak sempurna, sehingga berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.
Ini terjadi karena terbakarnya BBM di dalam ruang bakar hanya karena tekanan mesin, bukan karena percikan api dari busi. Akibatnya, selain menjadikan mesin mengelitik juga membuat banyak BBM terbuang dan menjadi emisi hidrokarbon, karbon monoksida (CO), dan nitrogen dioksida melalui knalpot. "Bahaya BBM beroktan rendah akan mencemari lingkungan, yang pada ujungnya berdampak pada kesehatan manusia," ungkap Adnan di Jakarta, Kamis (26/11/2020).
Adnan menilai di jalanan padat kendaraan, berisiko menyebabkan gangguan pernafasan. Karena itu, langkah pemerintah bersama PT Pertamina mendorong penggunaan bahan bakar RON tinggi, seperti Pertamax, sangat bagus untuk menekan dampak buruk polusi. Penggunaan BBM RON tinggi berisiko rendah pada kesehatan manusia. "Jadi, sangat tepat kebijakan untuk terus edukasi publik untuk tidak lagi menggunakan premium," pungkasnya.
Sementara, pengamat otomotif Jusri Pulubuhu menambahkan, jika terus diedukasi, maka secara perlahan dampak buruk BBM oktan rendah akan disadari masyarakat. Begitu juga secara perlahan publik akan menyadari dampak positif menggunakan BBM RON tinggi. Untuk itu, pemerintah disarankan mulai sepenuhnya menyalurkan BBM RON tinggi. Pemerintah sebenarnya hanya perlu melakukan stop produk BBM oktan dan cetane rendah.
Menurut Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), premium bisa memicu penyakit mematikan seperti kanker. Konsumsi BBM oktan rendah bisa memicu berbagai penyakit, termasuk kanker.
Berdasar riset KPPB bersama Universitas Indonesia (UI), rata-rata air seni masyarakat Jakarta mengandung polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) 2.200 mg kreatinin. Angka tersebut sangat tinggi karena standar World Health Organization (WHO) hanya memperbolehkan 500 mg kreatinin. Selain itu, di dalam urine juga ditemukan benzene yang juga sangat tinggi, yaitu 8,9 mg. Angka tersebut jauh di atas standar WHO, yaitu maksimal hanya boleh 0,3 mg kreatinin. Dari temuan KPPB, PAH dan benzene pada urine masyarakat Jakarta tersebut berasal dari pencemaran hidrokarbon kendaraan bermotor. Jadi sangat wajar jika angka penderita kanker di Jakarta tinggi dan terus meningkat. (is/b1)
BBM BBM Oktan Pencemaran Lingkungan Gangguan Kesehatan