Guru Besar UI: Mengigau Bukan Gejala Baru Covid-19
Petugas medis melakukan tes usap terhadap warga dan pasien di Klinik Pinere Rumah Sakit Umum Zainal Abidin, Banda Aceh, Aceh, belum lama ini. Tes usap dilakukan guna mengantisipasi peningkatan kasus Covid-19.
JOSSTODAY.COM - Delirium atau mengigau sebagai gejala baru Covid-19 jadi topik utama dalam pemberitaan sejumlah media internasional maupun nasional dalam beberapa hari terakhir. Dilaporkan oleh peneliti dari Universitat Oberta de Catalunya (UOC), Barcelona Spanyol, mengenai munculnya gejala baru seperti delirium pada pasien dengan Covid-19.
Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Ari Fahrial Syam, delirium bukanlah gejala baru Covid-19, melainkan bisa menjadi gejala pertama yang membawa pasien datang ke rumah sakit. Ari mengatakan, penyakit Covid-19 dikenal sebagai great imitator atau peniru ulung. Bisa saja berbagai gejala muncul pada pasien dengan infeksi Covid-19.
Pasien bisa saja datang bukan karena demam, batuk dan sesak yang umum terjadi, tetapi bisa saja datang dengan gejala di luar gejala saluran pernafasan. Pasien bisa datang dengan gangguan saluran pencernaan seperti diare, gangguan kulit, dan gangguan mata. Bahkan bisa saja pasien datang dengan gangguan sistim syaraf pusat. Pasien juga bisa datang dengan lemas, tidak mau makan atau dengan datang gangguan penciuman atau hilangnya rasa mengecap. Bisa juga datang dengan delirium seperti yang dilaporkan oleh peneliti UOC tersebut.
“Pasien dengan delirium biasanya datang dengan gaduh gelisah, bicara meracau, bingung dan gangguan kesadaran,” kata Ari dalam keterangan resmi, Senin (14/12/2020).
Ari yang juga Dekan FKUI dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam mengatakan, pasien Covid-19 juga bisa datang dengan gangguan jiwa (psikotik). Tentu hal ini harus menjadi perhatian bagi para dokter yang bekerja di unit gawat darurat, karena bisa saja pasien datang dengan kondisi seperti ini. Begitu pula buat pasien dan anggota keluarga perlu mengenal gejala ini sebagai bagian dari gejala penyakit Covid-19. Delirium pada pasien Covid-19 sebenarnya menunjukan kondisi sakit pasien yang berat.
Ada tiga hal kenapa pasien tersebut mengalami delirium. Pertama, pasien dengan Covid-19 bisa mengalami hipoksia (kekurangan oksigen) darah sehingga pengiriman oksigen ke organ di dalam tubuh menjadi terganggu.
“Otak kita sangat sensitif akan kekurangan oksigen menyebabkan pasien mengalami gangguan kesadaran berupa delirium,” kata Fahrial.
Faktor kedua, sebagai penyebab pasien Covid-19 mengalami delirium berhubungan sindrom badai sitokin yang dapat terjadi sebagai komplikasi dari infeksi Covid-19. Tubuh akan memproduksi sel- sel radang yang bisa menyebabkan berbagai lanjutan komplikasi seperti terjadinya peningkatan kekentalan darah dan peradangan di berbagai organ termasuk organ otak. Lalu faktor ketiga yang juga diduga terjadinya gangguan otak adalah kemungkinan virus akan melewati sawar darah otak sehingga menyebabkan kerusakan otak.
Menurut Fahrial, kondisi ini memang harus menjadi perhatian kita semua karena infeksi Covid-19 bisa menyebabkan berbagai komplikasi termasuk komplikasi ke otak. Apabila pasien bisa kembali sehat, efek samping jangka panjang sebagai gejala sisa akibat infeksi ini juga dapat terjadi, yang disebut sebagai long covid.
Berbagai informasi mutakhir seputar Covid-19 ini harus menambah kewaspadaan buat masyarakat agar terus menjalankan protokol Kesehatan mengingat perjalanan penyakit dari Covid-19 ini yang tidak bisa diprediksi. (is/b1)
Covid-19 Gejala Covid-19 Ari Fahrial Syam