90 Legislator Teken Angket Penonaktifan Ahok
Ilustrasi.
JOSSTODAY.COM - Sebanyak 90 anggota DPR RI menandatangi usulan angket penonaktifan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Rinciannya, 22 anggota Fraksi Partai Gerindra, 42 anggota Fraksi Demokrat, 10 anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dan 16 anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Kini, usulan angket penonaktifan Ahok sudah sampai di pimpinan DPR RI. "Atas nama pimpinan, kami akan meneruskan surat ini sesuai mekanisme yang berlaku. Ada sejumlah kejanggalan tindakan pemerintah yang kita uji dalam angket," kata Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon usai menerima usulan angket bersama dua Wakil Ketua DPR RI lainnya, Agus Hermanto dan Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/2/2017).
Draf yang disodorkan diklaim telah memenuhi syarat seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPD. Pasal 79 ayat 3 pada UU itu mengatur, hak angket digunakan untuk menyelidiki tindakan atau kebijakan pemerintah yang diduga melanggar UU. Pasal 199 ayat 1 menyebutkan, hak angket paling sedikit diajukan 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.
Sekretaris Fraksi PAN DPR RI Yandri Susanto menambahkan, kepala daerah yang didakwa hukuman lima tahun penjara harus dibebastugaskan untuk sementara. Hal ini mengacu Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. "Kami sebagai anggota DPR yang memperhatikan isu ini, mengusung hak angket. Kami awali dan yang tidak tanda tangan bukan berarti tidak mendukung," ucap Yandri.
Sebelumnya diberitakan, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) belum juga diberhentikan sementara dari statusnya sebagai Gubernur DKI Jakarta, meski saat ini menjadi terdakwa kasus dugaan penodaan agama. Memang untuk sekarang, Ahok berstatus Gubernur DKI Jakarta nonaktif karena dalam masa cuti untuk kampanye di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017. Ahok akan kembali menjabat sebagai gubernur per 12 Februari mendatang.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo memiliki alasan tersendiri kenapa Ahok tak kunjung diberhentikan sementara. Menurutnya, pemerintah menggunakan yurisprudensi atau keputusan-keputusan dari hakim terdahulu untuk kasus Ahok.
Sejumlah kepala daerah yang dituntut di bawah lima tahun tetapi tidak ditahan, sehingga tidak diberhentikan. "Semua gubernur yang ada, misalnya Gorontalo, dia dituntut di bawah lima tahun, dan dia tidak ditahan, maka tidak diberhentikan. Pejabat terdakwa, ditahan, diberhentikan sementara. Terdakwa, tidak ditahan, dituntut lima tahun diberhentikan sementara, sampai keputusan hukum tetap. Kalau dituntut di bawah lima tahun, dia tidak diberhentikan sampai keputusan hukum tetap," papar Tjahjo saat di Istana Negara, Jakarta, Jumat (10/2/2017).
"Ancamannya (Ahok) dua, satu lima tahun, satu empat tahun, sesuai register yang ada. Saya menunggu tuntutan jaksa yang resmi. Jaksa menuntut, tidak alternatif a atau b, sudah pasti, satu," lanjutnya.
Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Kementerian Dalam Negeri harus memberhentikan sementara Ahok dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta usai masa cuti Pilkada DKI 2017. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 83 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"Seorang kepala daerah yang menjadi terdakwa, bukan menjadi tertuntut ya, yang sudah menjadi terdakwa itu diberhentikan sementara. Tidak ada pasal lain lagi yang bisa menafikan itu. Tidak bisa mengatakan menunggu tuntutan. Dakwaannya sudah jelas," tegas Mahfud MD saat di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/2/2017).(jos)
DPR RI Angket Penonaktifan Ahok Penodaan Agama