Anas Nong Pabelan

josstoday.com

JOSSTODAY.COM - Oleh: Mochtar W Oetomo **)

Adalah Raden Pabelan. Nama yang begitu masyhur di tahun 1580-an di seantero Kesultanan Pajang. Sebagai penguasa kecil tanah Pardikan Pabelan -kini masuk wilayah Sokoharjo Jawa Tengah. Raden Pabelan hidup dengan segenap kemuliaan dan kepopulerannya. Punya daerah kekuasaan meski kecil, Putra Temenggung Mayang, salah satu menteri terhormat di Kesultanan Pajang, cucu Ki Ageng Pemanahan dan keponakan Panembahan Senopati. Lengkap sudah segenap atribut kemuliaannya sebagai kesatria dalam lingkaran darah biru kekuasaan.

Tapi yang paling membuat masyhur namanya adalah ketampanan dan kegagahannya sebagai seorang lelaki muda. Konon pada jamannya sulit sekali mencari tandingan Raden Pabelan dalam hal ketampanan dan kegagahan. Pesona ragawi alami yang terbawa sejak lahir. Menjadi pujaan dan pembicaraan tiap perempuan, tak peduli remaja, janda dan bahkan emak-amak yang yang sudah bersuamipun. Pesona Raden Pabelan ada dalam setiap imaji perempuan tanah Pabelan dan tanah Pajang. Ditambah dengan segala atribut kekayaan dan kekuasaannya, Raden Pabelan menjelma menjadi lelaki pujaan wanita. Menjadi lelaki yang paling diinginkan oleh wanita pada jamannya.

Maka tak heran ratusan bahkan ribuan perempuan telah jatuh dalam peluknya. Tak peduli tua muda, perawan janda, lajang istri orang, kaya miskin hingga yang cantik dan yang biasa saja. Hebatnya meski dikenal sebagai playboy, lelaki yang suka mempermainkan perempuan dan lelaki glamour yang hidupnya hanya dipenuhi kesenangan, pesona Raden Pabelan tak pernah runtuh. Wanita manapun yang diinginkan pasti luluh. Bahkan selalu saja ada yang antri untuk bisa hadir dalam kehidupan sang jejaka meski hanya semalam. Meski sudah jadi rahasia umum, reputasinya tak pernah ambruk, kedudukan dan kekuasaannya tak pernah terusik. Dengan segenap kekayaan dan kekuasaanya Raden Pabelan selalu bisa keluar dari setiap persoalan perempuan yang menjeratnya. Apalagi sebagai penguasa Perdikan dia mampu menjalankan tugas dengan baik. Perdikan Pabelan menjadi daerah yang maju, makmur dan ternama karena kepiawainnya dalam mengelola tata pemerintahan sebagaimana kepiawaian bapaknya Tumenggung Mayang dan kakeknya Ki Ageng Pemanahan. Dan karena kepiawaiannya ini Panembahan Senopati sempat menjajikan karir cemerlang buat Raden Pabelan. Menjadi salah satu menteri jika kelak Mataram menjadi besar.

Tahun 1584. Tibalah pepatahnya. Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga. Raden Pabelan tertangkap kamera pasukan telik sandi Pajang saat tengah mencumbu Sekar Kedaton Putri Hemas, Putri terkasih Sultan Hadiwijaya. Kesalahan fatal yang tak berampun karena masuk Kaputren tanpa ijin dan mencumbu Putri Sultan diluar pernikahan. Ngrusak pager ayu Sekar Kedaton sama saja membuang kotoran ke muka Sultan. Bagai petir di siang bolong bumi Pajang pun gempar dan gegap gempita dengan isu dan celaka yang menimpa sang pujaan hati rakyat, Raden Pabelan. Para pengagum dan pencitanya tak percaya. Para wanita seakan luluh tak berdaya mendengar kabar itu.

Ya ya ya. Seperti gempar dan gegap gempitanya Jatim atas isu mundurnya Abdullah Azwar Anas sebagai Bacawagub Gus Ipul. Seperti terbelalaknya mata publik dan terutama para pengagum Anas atas beredar luasnya foto-foto tidak senonoh lelaki yang mirip Anas dengan seorang perempuan yang disinyalir berinisial AK, istri dari politisi berinisial BHS. Terlepas dari benar tidaknya foto itu, kejadian itu, bau tak sedap terlanjur memenuhi langit dan angin Jatim. Ya ya ya. Isu moral dan perempuan selalu menjadi isu yang sensitif buat publik. Menjadi batu sandungan terjal buat para politisi. Gambar-gambar percumbuan lelaki yg mirip Anas dan perempuan berinisial AK dengan latar belakang botol minuman keras menyulut amarah beberapa pihak.

Marahnya beberapa pihak tersebut terutama para penjaga moral di tengah masyarakat (Kyai) ibarat marahnya Sultan Hadiwijaya pada Raden Pabelan. Marah yang tiada ampun. Sebagaimana Raden Pabelan yang didakwa ngrusak Pager Ayu, Anas pun didakwa demikian karena AK adalah istri orang lain. Ngrusak Pager Ayu. Anggapan bahwa Raden Pabelan melempar kotoran ke muka Sultan ibarat lemparan kotoran ke muka para Kyai yang telah mendukung dan memilih Anas. Hukuman mati yang dijatuhkan Sultan pada Raden Pabelan, ibarat tuntutan keras berbagai pihak agar Anas mengundurkan diri sebagai Bacawagub atau desakan kepada PDIP untuk mengganti posisi Anas dengan kandidat Bacawagub lain yang lebih bisa diterima semua pihak.

Anas Nong Pabelan. Sebagaimana Raden Pabelan yang selalu bisa keluar dari persoalan yang berkaitan dengan perempuan, Anas-pun demikian. Dimasa lalu Anas berhasil keluar dari isu tak sedap yang menyerangnya berkaitan dengan hubungan spesialnya dengan selebriti berinisial AA. Tapi kali ini, seperti Raden Pabelan rasanya Anas bakal sulit keluar dari dakwaan dan hukuman. Sebagaimana Raden Pabelan harus kehilangan segenap pesona ragawi, kekayaan dan kekuasaan yang diidamkan oleh setiap orang, Anas-pun terancam demikian. Keberhasilan Raden Pabelan dalam mengelola Perdikan dan karir cemerlang yang menunggu di depan mata seolah lenyap tanpa bekas, bagai debu tertiup angin. Sebagaimana segala prestasi Anas dan masa depannya yang cemerlang seolah sekarang tak berarti apa-apa hanya karena foto-foto yang hingga kini belum dipastikan kebenarannya. Sebagaimana Raden Pabelan, Anas-pun seolah tiba sampai pada pepatah. Sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga. Entah pasukan telik sandi mana yang mengabadikan dan menemukan foto-foto tak senonoh itu.

Sebagaimana Sultan Hadiwijaya tak butuh kepastian kebenaran apakah Putri Sekar Kedaton yang sesungguhnya memulai hubungan terlarang itu atau karena memang kekurangajaran Raden Pabelan. Dimata Sultan perbuatan Raden Pabelan tak mungkin diampuni. Sultan tak peduli lagi apakah hukuman mati terhadap Raden Pabelan itu akan membuat Tumenggung Mayang dan Panembahan Senopati marah atau tidak. Sebagaimana tak pedulinya beberapa pihak apakah foto-foto itu benar atau tidak. Seperti tak pedulinya beberapa pihak apakah ini permainan atau bukan, apakah ini jebakan atau bukan, apakah jika Anas diganti GI akan bisa menang atau tidak. Amarah yang ada adalah Raden Pabelan harus mati. Ya ya ya. Kematian Raden Pabelan seakan-akan juga akan menjadi akhir perjalanan karir Anas yang gilang-gemilang.

Dan ketika Tumenggung Mayang sebagai orang tua Raden Pabelan didakwa ikut bersalah, maka PDIP pun seakan menjadi pihak yang bersalah atas keputusannya memilih Anas dan mengabaikan kader sendiri yang telah berdarah-darah seperti Kusnadi dan Budi Kanang Sulistiyo. Tiba-tiba sebagaimana Tumenggung Mayang, PDIP pun harus ilut bertanggung jawab atas perbuatan anaknya. Ya ya ya. Badai Anas ini sampai sekarang memang belum jelas jenisnya, apakah badai cempaka atau badai dahlia. Apa yang jelas dampaknya telah dan akan meluluhlantakkan peta Pilgub Jatim. Bisa saja peta politik dan peta koalisi Pilgub Jatim jni akan bergerak secara radikal. Seperti radikalnya perubahan peta politik Pajang pasca kematian Raden Pabelan. Peta yang memberi jalan lapang pada Panembahan Senopati untuk menapak jalan kekuasaan menggantikan Sultan Hadiwijaya. Akankah demikian juga halnya yang terjadi di Pilgub Jatim? Yuk...kita saksikan bersama-sama. (*)

**) Mochtar W Oetomo adalah dosen di Universitas Trunojoyo Madura, dan Direktur Surabaya Survey Center.

Pilgub Jatim 2018 PDIP Abdullah Azwar Anas Mochtar W Oetomo Gus Ipul Raden Pabelan