Mendagri Diminta Desak Kepala Daerah Lakukan Imunisasi MR

josstoday.com

Ilustrasi

JOSSTODAY.COM - Program imunisasi campak dan rubela atau Measles Rubella (MR) pemerintah di 28 provinsi di luar Pulau Jawa masih terus berlangsung. Hingga masuk bulan kedua pelaksanaannya, cakupan imunisasi ini belum mengalami peningkatan berarti, baru di angka 44,51% per hari ini, Kamis (13/9). Sementara pemerintah menargetkan sampai akhir September ini, 95% dari total sasaran 31,9 juta anak usia 9 bulan sampai di bawah 15 tahun di luar Pulau Jawa sudah harus terimunisasi MR.

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemkes), Anung Sugihantono, mengatakan, rendahnya rata-rata imunisasi MR secara nasional ini dikarenakan cakupan di sejumlah daerah masih sangat rendah. Aceh adalah provinsi dengan cakupan terendah, yakni 6,91%. Setelah Aceh, menyusul Provinsi Riau 20,26%, Sumatera Barat 22,32%, Bangka Belitung 27,6%, dan Nusa Tenggara Barat 28,49%.

Sangat rendahnya cakupan di Aceh, menurut Anung, dikarenakan Plt Gubernur Aceh menunda pelaksanaan MR setelah keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan vaksin MR.

“Yang saya tahu memang cakupan di Aceh rendah karena berkaitan dengan fatwa MUI yang menyebutkan vaksin MR ada unsur haramnya, meski dikatakan boleh atau mubah. Kemudian Plt Gubernur menunda pelaksanaan imunisasi,” kata Anung kepada SP di Jakarta, Kamis (13/9).

Kemkes melalui dinas kesehatan di tiap daerah sudah berupaya agar imunisasi MR ini dilaksanakan secara maksimal. Namun, Kepala Dinas yang berada di bawah Gubernur pun tidak bisa berbuat banyak. Untuk meminta dan mendesak kepala daerah agar melaksanakan imunisasi MR bukan jadi tanggung jawab Menteri Kesehatan, melainkan Menteri Dalam Negeri.

“Kami tetap berkoordinasi. Kami sudah bicara dengan Dirjen Bangda Kementerian Dalam Negeri untuk masalah ini. Semoga segera ada jalan keluarnya,” kata Anung.

Persoalan halal atau haramnya vaksin MR sebetulnya sudah selesai. Baru-baru ini, kepala dinas kesehatan dan pimpinan MUI seluruh daerah bertemu dengan Menkes dan MUI Pusat di Kantor Kemkes, Jakarta, untuk membahas dan menyepakati imunisasi tetap dilaksanakan.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam, meminta masyarakat untuk tidak lagi ragu melaksanakan imunisasi MR. Fatwa MUI ini menjadi panduan keagamaan bagi MUI di daerah maupun pihak-pihak terkait untuk tetap melaksanakan imunisasi MR. Artinya tidak ada lagi pihak-pihak yang mengeluarkan larangan atau menunda imunisasi.

Melalui Fatwa Nomor 33/2018, MUI menyebut vaksin yang diproduksi oleh Serum Institute of India (SII) tersebut menggunakan unsur babi dalam proses produksinya, bukan mengandung babi. Dalam poin ketiga fatwa tersebut, MUI membolehkan (mubah) vaksin MR tetap digunakan. Alasannya, adanya kondisi darurat atau syar'iyyah dan bahaya jika tidak dilakukan imunisasi. Kemudian belum ditemukannya vaksin baru yang halal dan suci hingga saat ini.

“Fatwa MUI ini bisa dijadikan pijakan dan panduan di dalam pelaksanan imunisasi MR sekaligus rujukan kepada masyarakan khususnya masyarakat Muslim untuk tidak ragu lagi mengikuti imunisasi MR dengan vaksin yang sudah disediakan pemerintah,” kata Asrorun.

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia, dr Aman Pulungan, mengatakan fatwa MUI sudah jelas bahwa imunisasi ini dibolehkan. Mestinya persoalan halal atau haram tidak lagi dipersoalkan kepala daerah atau masyarakat. Kepala daerah harus memahami bahwa campak dan rubela adalah ancaman yang tidak bisa disepelekan.

“Mungkin kepala daerah masuk ke ranah agama, soal haram atau halal. Tapi masa mau biarkan anak-anak sakit atau lahir dengan cacat ? Masalahnya dia tidak mengerti masalah penyakit ini,” kata Aman.

Menurut Aman, campak dan rubela di Indonesia tergolong mengkhawatirkan. Sebab, penyakit ini mudah sekali menular karena cakupan imunisasi di komunitas masyarakat sangat rendah. Imunisasi amat penting untuk meningkatkan imunitas komunitas mayarakat terhadap penyakit ini.

Jika cakupan imunisasi di bawah 90%, kapan pun bisa terjadi wabah. Di Indonesia, cakupan imunisasi campak di atas 90% baru di 15 provinsi. Sedangkan imunisasi rubela bahkan lebih rendah, karena baru masuk program pemerintah di tahun 2017. Sebelumnya imunisasi rubela dilakukan secara mandiri, namun vaksinnya langka karena impor, dan membayar sendiri.

“Kebiasaan di masyarakat kita, kalau belum ada kejadian luar biasa tidak mau imunisasi. Begitu ada wabah baru panik, lalu salahkan pemerintah,” kata Aman.

10 Terbesar
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015 menyebutkan, Indonesia termasuk 10 negara dengan jumlah kasus campak terbesar di dunia. Kemkes mencatat jumlah kasus campak dan rubela cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Kasus suspek campak-rubela yang dilaporkan antara 2014 sampai dengan Juli 2018 sebanyak 57.056 kasus, di mana 8.964 di antaranya positif campak dan 5.737 positif rubela. Lebih dari tiga per empat dari total kasus yang dilaporkan diderita oleh anak usia di bawah 15 tahun.

Campak adalah penyakit yang sangat mudah menular melalui batuk dan bersin. Ketika seorang terkena campak, 90% orang yang berinteraksi erat dengannya dapat tertular jika mereka belum memiliki kekebalan terhadap campak.

Campak menimbulkan komplikasi berat, seperti pneumonia atau radang paru dan ensefalitis atau radang otak. Akibat fatalnya adalah kematian. Sekitar 1 dari 20 penderita campak akan mengalami komplikasi radang paru, dan 1 dari 1000 penderita akan mengalami radang otak. Komplikasi lainnya, infeksi telinga yang berujung tuli. Satu dari 10 penderita berakhir tuli, 1 dari 10 penderita akan diare yang membuat mereka harus dirawat di rumah sakit.

Tak kalah bahayanya penyakit rubela. Penyakit ini suka menginfeksi anak-anak. Ketika terinfeksi, anak-anak ini akan menularkan ke ibu hamil di dekatnya. Virus ini terutama menularkan pada masa awal kehamilan atau pada saat pembentukan janin. Akibatnya, bisa terjadi keguguran atau kecacatan permanen pada bayi yang dilahirkan atau dikenal dengan Congenital Rubella Syndrome (CRS), berupa ketulian, gangguan penglihatan, kebutaan hingga kelainan jantung. (gus/b1)

program imunisasi