Tingkatkan Pengawasan, PT MRT Minta Seluruh Fasilitas Dijadikan Obvitnas
Aksi vandalisme yang terjadi di salah satu gerbong kereta MRT.
JOSSTODAY.COM - Tindakan vandalisme berupa aksi coretan grafiti pada badan luar gerbong kereta Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta bukan kejadian pertama yang dialami PT MRT Jakarta.
Bila dilihat ke belakang, setidaknya ada tiga kejadian sebelumnya yang bisa dibilang PT MRT “kecolongan” dalam menjalankan peran pengamanan dan menjaga keselamatan fasilitas publik miliknya.
Masih segar dalam ingatan kita, adanya foto swafoto tiga pemuda di stasiun bawah tanah MRT Jakarta tanpa alat pelindung. Foto ini beredar pada 12 Mei lalu. Padahal untuk bisa mengunjungi terowongan stasiun bawah tanah, calon pengunjung harus mengirim surat permohonan kepada PT MRT Jakarta.
Kejadian kedua, terjadinya insiden limpahan busa mirip salju di Jalan Sudirman, Jakarta. Ini terjadi pada 6 Mei 2018. Busa itu tercecer di sepanjang jalan Sudirman merupakan imbas dari pengerjaan proyek pembangunan MRT Jakarta. Saat itu kontraktor membuka tangki cairan untuk membersihkan peralatan di dekat Patung Pemuda (Stasiun MRT Bundaran Senayan).
Kejadian ketiga, adanya insiden gulungan kabel terbakar tidak jauh dari Stasiun MRT Lebakbulus pada 3 Juli 2018. Diduga, gulungan kabel tersebut terbakar dikarenakan adanya pekerja yang merokok di lokasi tersebut. Akibat kejadian ini, pengawas proyek diberhentikan oleh PT MRT Jakarta.
Menurut Direktur Utama (Dirut) PT MRT Jakarta, William P Sabandar, kasus vandalisme dan ketiga kejadian sebelumnya, menjadi pembelajaran berharga bagi BUMD yang dipimpinnya. Agar tak terulang lagi kejadian yang dapat merusak fasilitas publik yang ada, maka pihaknya telah mengambil beberapa langkah untuk meningkatkan pengawasan dan pengamanan seluruh fasilitas MRT Jakarta, mulai dari depo, jalur kereta, kereta hingga stasiun MRT Jakarta.
“Dengan adanya kejadian ini, yang terjadi sebelum serah terima seluruh fasilitas MRT diberikan kepada PT MRT Jakarta, kami merasakan ini momentum yang terbaik bagi kami untuk meningkatkan pengawasan dan keamanan fasilitas MRT Jakarta,” kata William dalam acara Forum Jurnalis dan Blogger MRT di Plaza UOB, Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (27/9).
Langkah pertama yang dilakukan adalah, pihaknya akan meminta kepada Kementerian Perhubungan agar objek vital MRT Jakarta ditetapkan sebagai objek vital nasional (obvitnas). Fasilitas MRT yang dijadikan obvitnas adalah depo, 13 stasiun MRT dan gardu RSS Taman Sambas MRT sebagai gardu penerima distribusi listrik untuk operasional kereta MRT.
“Itu adalah titik-titik vital yang tidak bisa dijaga oleh PT MRT Jakarta sendirian. Karena MRT ada untuk kepentingan nasional, Jami kami meminta agar dijaga oleh negara. Menjadi tanggung jawab negara. Kami meminta dukungan pemerintah untuk menjaga obvitnas tersebut,” ujarnya.
Langkah kedua, pihaknya akan melakukan kerja sama dengan Polda Metro Jaya. Saat ini pihaknya sedang mempersiapkan nota kesepahaman (memorandum of understanding-MoU) dengan Polda Metro Jaya.
“Dalam kaitan penjagaan obvitnas MRT Jakarta, kita akan kerja sama dengan kepolisian. Kita sedang mendorong segera ditandatangani MoU dengan Polda Metro Jaya. Nantinya setelah MoU dilakukan, maka akan dilakukan penjagaan seluruh fasilitas MRT Jakarta, bukan hanya depo saja,” jelasnya.
Selanjutnya, langkah ketiga, PT MRT Jakarta membentuk divisi khusus untuk pengamanan objek vital MRT. Tadinya untuk pengamanan dan pengawasan objek vital MRT menjadi satu kesatuan dengan divisi keselamatan (safety). Tetapi dengan adanya empat kejadian tersebut, pihaknya membentuk divisi khusus sendiri untuk pengawasan dan pengamanan objek vital itu.
“Sekarang berdiri sendiri. Ini menunjukkan secara internal bahwa pengamanan dan pengawasan objek vital MRT adalah sesuatu yang harus ditangani serius dan sungguh-sunggguh,” terangnya.
Nama divisi tersebut adalah Divisi Risk Management Safety Health Environment and Security. Divisi ini bertanggung jawab langsung dibawah koordinasi dirinya sebagai Dirut MRT Jakarta.
“Kenapa bertanggung jawab langsung dibawah Dirut, karena ini sangat penting. Kejadian di Lebakbulus membuat sangat penting kita menempatkan aspek sekuriti di garis terdapat. Kalau dibawah dirut langsung, untuk menjaga dan memastikan pada kesempatan pertama, aspek pengamanan bisa dilakukan secara institusional,” paparnya.
Lalu, langkah keempat, setelah seluruh fasilitas MRT Jakarta diserahterimakan ke PT MRT Jakarta, maka pihaknya akan langsung menyiapkan pengamanan berlapis. Dengan cara merekrut sumber daya manusia petugas pengamanan milik MRT sendiri.
“Untuk petugas keamanan ini sedang dalam proses kita siapkan dan akan kita lelangkan. Kita targetkan, mulai Januari 2019, PT MRT Jakarta akan punya satuan petugas sekuriti sendiri yang akan menjaga dengan intensitas tinggi semua fasilitas yang menjadi tanggung jawab penuh kami. Dalam mengembangkan sekuriti ini kita akan bekerja sama dengan kepolisian,” tuturnya.
Terkait tindakan vandalisme, William menjelaskan pihaknya telah meminta kontraktor untuk bertanggung jawab meningkatkan pengamanan dan pengawasan depo.
Serta mengambil langkah perbaikan, diantaranya meninggikan pagar depo dan memberikan kawat duri diatas tembok. Sehingga masyarakat tidak akan mudah memanjat tembok.
Kemudian juga akan menambah CCTV diseluruh depo dan fasilitas publik seperti stasiun.
“Sekarang di stasiun sudah ada CCTV, tapi akan kita tambah. lalu kita juga menambah personel pengamanan. Ini fasilitas yang harus kita jaga dengan baik. Maka peningkatan pengamanan telah kita mulai lakukan per kejadian di seluruh titik vital dari MRT Jakarta,” ungkapnya.
Ditegaskannya, sampai saat ini, tanggung jawab pengamanan objek vital MRT masih menjadi kewenangan kontraktor. Tetapi begitu diserahterimakan dan MRT mendapatkan kewenangan penuh, maka pihaknya akan langsung menerapkan sistem keamanan berlapis. (is/b1)
kereta MRT