Bupati Cirebon Kepala Daerah Ke-100 yang Dijerat KPK

josstoday.com

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kanan) bersama penyidik menunjukkan barang bukti hasil OTT Bupati Cirebon di kantor KPK, Jakarta, Kamis 25 Oktober 2018.

 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap dan menetapkan Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadi Sastra sebagai tersangka atas dua kasus korupsi. Sunjaya diduga menerima suap dari Sekdis PUPR Gatot Rachmanto dan pejabat lainnya di Pemkab Cirebon terkait jual beli jabatan. Selain itu, Sunjaya juga diduga menerima suap atau gratifikasi terkait proyek-proyek di lingkungan Pemkab Cirebon.

Dengan penangkapan dan penetapan tersangka ini, Sunjaya menjadi kepala daerah ke-100 dijerat KPK sejak lembaga antikorupsi itu berdiri hingga saat ini. Selama 2018 ini, Sunjaya merupakan kepala daerah ke-19 yang diproses KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT).

KPK menyesalkan masih adanya kepala daerah yang terjerat korupsi. Menurut KPK, korupsi yang dilakukan kepala daerah telah merugikan masyarakat. Apalagi, sebagian kepala daerah, termasuk Sunjaya diduga menggunakan suap yang mereka terima untuk kepentingan kontestasi Pilkada.

"Korupsi yang dilakukan kepala daerah ini kami pandang sangat merugikan masyarakat di daerah, karena masyarakat langsung akibat korupsi tersebut," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/10).

Dengan terus bertambahnya jumlah kepala daerah yang terjerat korupsi, KPK menilai perubahan aturan untuk memperkuat Aparatur Pengawas Internal Pemerintahan (APIP) sudah mendesak untuk dilakukan. Lemahnya integritas dan komitmen kepala daerah diperparah dengan lemahnya pengawasan yang dilakukan APIP.

Alex mengatakan, kedudukan APIP yang diangkat dan berada di bawah kepala daerah membuat inspektorat tidak berani mengawasi kerja kepala daerah. Untuk itu, dalam draf aturan yang disusun KPK, kedudukan APIP diperkuat. Inspektorat di tingkat kabupaten diangkat dan bertanggung jawab kepada gubernur. Sementara untuk inspektorat tingkat provinsi diangkat dan bertanggung jawab pada Kementerian Dalam Negeri.

"Mereka tak bisa langsung memecat inspektorat. Kami berharap ada independensi inspektorat. Begitu pun untuk penganggaran, ada anggaran pengawasan. Tinggal tingkatkan kualitas auditor. Masih minim sekarang," katanya.

Selain penguatan APIP, KPK juga menekankan mengenai aspek pendanaan calon kepala daerah. Seorang calon kepala daerah harus merogoh kocek sekitar Rp 20 hingga Rp 30 miliar. Padahal, jika terpilih penghasilannya sebagai kepala daerah tak lebih dari Rp 6 miliar pertahun.

Kondisi ini membuat kepala daerah berupaya mencari cara untuk menutupi modal yang telah mereka keluarkan. Berdasarkan kajian, KPK mengusulkan untuk meningkatkan bantuan dana partai politik. Usulan ini direspons pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1/2018 tentang Perubahan Kedua atas PP 5/2009 tentang Bantuan Keuangan Parpol telah disahkan. Bantuan keuangan dari APBN untuk parpol tingkat pusat meningkat dari Rp 108 per suara menjadi Rp 1.000 per suara.

Selain melalui penguatan APIP dan pembenahan pendanaan politik, untuk mencegah berulangnya praktik korupsi di daerah, Alex mengusulkan calon kepala daerah yang bakal berlaga diseleksi terlebih dahulu oleh panitia independen atau sejenisnya. Seleksi ini terutama untuk menyaring calon kepala daerah yang berlaga memiliki kualitas dan berintegritas.

"Saya berpikiran lewat semacam panitia seleksi kepala daerah, setidaknya dari sisi kualitas dan integritas paling tidak sudah teruji lewat pansel. Sehingga tak dilepas begitu saja" katanya.

Seleksi ini penting lantaran berdasarkan pengalaman, banyak calon kepala daerah yang terjerat korupsi memiliki latar belakang sebagai seorang pengusaha di daerah tersebut. Dengan latar belakangnya itu, proyek-proyek di daerah digarap oleh perusahaan kepala daerah sendiri atau rekanannya.

"Saya lihat beberapa kepala daerah yang di-OTT background-nya biasanya pengusaha daerah. Saya bayangkan kontraktor jadi bupati ya proyek-proyek larinya ke perusahaan-perusahaan dia," papar Alex. (fa/b1)

OTT KPK Kasus Suap Bupati Cirebon