Pemerintah Didesak Tuntaskan Kasus Penculikan Aktivis 98

josstoday.com

Forum diskusi 'Tragedi 97-98 Jangan Amnesia' di Restoran dan Kafe The Atjeh Connection, Gedung Sarinah, Jakarta Pusat, Selasa (15/1)

JOSSTODAY.COM - Kalangan Aktivis 98 mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyelesaikan kasus penghilangan orang secara paksa yang terjadi di tahun 1997-1998. Jika kasus tersebut tidak diselesaikan, maka akan terus menjadi utang pemerintah.

"Sebetulnya sudah ada rekomendasi yang semestinya sudah dijalankan. Kenapa ini muncul kembali? Bagi saya, ini soal masalah penuntasan. Bagaimana penuntasannya harus berlangsung," kata Aktivis 98, Harry Purwanto, dalam forum diskusi 'Tragedi 97-98 Jangan Amnesia' di Jakarta, Selasa (15/1) petang.

Ia mengatakan, Rumah Aktivis 98 sudah meminta Komnas HAM untuk memberikan semua data-data yang dibutuhkan untuk membawa kasus ini ke Pengadilan HAM Adhoc. Kemudian, DPR juga sudah membentuk Pansus dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah pada tahun 2006 tentang pelanggaran HAM ini. Namun, sampai saat ini belum ada hasilnya.

"Sepanjang 2006 hingga 2014 tidak dilaksanakan rekomendasi tersebut ada apa? Jangan juga disalahkan pemerintahan saat ini, atau Jaksa Agung tidak konsen terhadap persoalan HAM, atau memang disengaja untuk mendiskreditkan pemerintah saat ini?" katanya.

Baca Juga: Desmond Yakin Prabowo Bakal Bongkar Peristiwa 98

Pengamat Politik Indonesian Public Institute (IPI), Jerry Massie, mengatakan, persoalan hak asasi manusia adalah persoalan yang hakiki, sehingga harus segera diselesaikan. Pihaknya meyakini, pemerintahan saat ini mampu menyelesaikannya asalkan ada komunikasi antar pejabat tinggi negara yang mengeksekusi.

"Secara politik jangan sampai masalah ini ada yang menggandeng, penculikan-penculikan itu hanya seperti surga telinga saja bahwa kita akan menyelesaikan tapi begitu terus tidak pernah selesai. Masalah ini harus dituntaskan karena kita berada pada transisi generasi dimana anak cucu kita yang merupakan generasi milenial belum tentu bisa menuntaskan ini," katanya.

Menurut Jerry, kebijakan pemerintah ke depan harus lebih kuat dalam masalah HAM agar tidak kecolongan seperti saat ini. "Pertama, soal substansi. Wujudnya bagaimana, sudah dibaca tapi kenapa didiamkan. Kedua, soal eksistensi. Orang-orang itu yang diduga pelaku pelanggar HAM masih bergentayangan. Itu artinya hukum kita lemah," tandasnya.

Secara terpisah, Farid Husen dari Nusantara Human Right Watch menegaskan, harus ada komitmen Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus penghilangan orang secara paksa ini. Menurutnya, penyelesaian kasus ini sangat penting di akhir periodenya karena sudah 20 tahun berlalu.

"Presiden di masa sebelumnya mereka belum juga menuntaskan kasus penculikan aktivis ini. Jika di akhir periodenya Jokowi bisa menuntaskan kasus penghilangan paksa ini, maka akan jadi legacydan ini bisa dimulai dengan Pembentukan Tim Pencari Fakta Independen," katanya.

"Mengapa sekarang diangkat lagi justru karena ini momentum yang tepat apakah Calon Presiden Indonesia terlibat dalam penculikan ini atau tidak. Rakyat perlu kejelasan. Itulah perlunya Jokowi membentuk Tim Pencari Fakta Independen," pungkasnya.

Baca Juga: Kasus HAM Bukan Hanya Novel

Kasus penghilangan orang secara paksa atau penculikan para aktivis pro-demokrasi terjadi pada tahun 1997-1998. Jumlah korban yang masih dicari ada 13 orang. Mereka ialah Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser. (ba/b1)

Kasus Aktivis 98