Pernyataan 'Propaganda Rusia' Untungkan Jokowi

josstoday.com

Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo calon wakil presiden Ma'ruf Amin

JOSSTODAY.COM - Pernyataan-pernyataan calon presiden (capres) nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi) dan Tim Kampanye Nasional (TKN) soal 'Propaganda a la Rusia' dan metode propaganda semburan kebohongan atau firehose of falsehood dinilai memberikan dampak positif atau menguntungkan calon petahana tersebut.

Pola kampanye yang proaktif dinilai lebih baik ketimbang strategi defensif dan hanya menangkis serangan lawan yang digunakan kubu Jokowi sebelumnya. Pasalnya, akan semakin menguatkan pemilih Jokowi-Ma'ruf. Setidaknya, mereka akan melihat mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut berani, tegas, dan menguasai situasi.

“Menguntungkan karena dengan demikian pemilih yang sudah berada di pihak Jokowi akan melihat Jokowi ini berani, tegas, dan menguasai situasi. Daripada defensif karena harus terseok-seok menangkis. Dengan sekarang proaktif dan terbuka seperti itu, pemilih Jokowi lebih percaya diri di bawah, bahwa Jokowi berani melawan, proaktif mengambil inisiatif, dan berani menunjukkan bahwa taktik yang digunakan lawan sudah diketahui dan kalau sudah tahu, tahu juga penangkalnya. Jadi efeknya akan mengukuhkan pemilih Jokowi sendiri,” kata Peneliti Saiful Mujani Research Consulting (SMRC), Sirojudin Abbas kepada Beritasatu.com, Rabu (6/2).

Menurut Sirojudin Abbas, strategi dan pola kampanye proaktif akan memperkuat rasa percaya diri para pendukung Jokowi-Ma'ruf. Hal ini berdampak pada pola kampanye pendukung Jokowi di akar rumput yang dinilai akan lebih berani mengampanyekan pasangan tersebut. “Persis. Di akar rumput akan sangat membantu,” kata Sirojudin Abbas.

Sirojudin Abbas menilai, pernyataan-pernyataan Jokowi soal 'propaganda a la Rusia' dan dilanjutkan dengan pernyataan-pernyataan TKN soal model propaganda dan kampanye firehose of falsehood belum dapat dikategorikan sebagai pola kampanye ofensif, tetapi masih dalam taraf proaktif mengambil inisiatif membangun agenda dan isu kampanyenya sendiri. Hal ini berbeda dari pola kampanye sebelumnya karena Jokowi dan TKN hanya reaktif menangkis serangan-serangan dari kubu lawan.

“Apakah itu ofensif? Sejauh ini saya belum melihat itu ofensif. Tapi kelihatan lebih proaktif untuk memproduksi dan mengelola isu yang relevan dengan agenda kampanye TKN. Karena saya tidak melihat Jokowi ofensif dalam hal ini ke Prabowo atau tim BPN terkait dengan banyak isu. Tapi lebih proaktif, dia frame sendiri masalahnya lalu menyampaikan itu ke publik dari sudut pandang Jokowi dan TKN,” kata Sirojudin Abbas.

Jokowi, masih kata Sirojudin Abbas, belum dalam taraf ofensif karena pola kampanye firehose of falsehood yang disebutkannya sudah berlangsung lama. Bahkan, pola kampanye tersebut sudah dipraktikkan dan diterapkan oleh sejumlah politikus di banyak negara. Demikian pula halnya saat Jokowi menyebut 'propaganda Rusia', Abbas menyatakan, propaganda Rusia merujuk pada nama taktik politik, bukan merujuk pada pemerintah dan negara Rusia.

Proaktif

“Di banyak negara sudah banyak yang menggunakan taktik itu untuk menyerang lawan politik terutama incumbent (petahana).
Misalnya, menyebut propaganda Rusia, sebetulnya maksudnya bukan propaganda pemerintah Rusia. Itu nama taktik yang banyak digunakan oleh sejumlah politisi. Jadi tidak ada hubungannya dengan pemerintah Rusia, tapi itu sudah banyak juga dalam literatur politik disebut seperti itu,” katanya.

Untuk itu Sirojudin Abbas menilai, perubahan pola kampanye Jokowi dari semula reaktif dan defensif menjadi proaktif dan terbuka lebih disebabkan perubahan taktik di lapangan bukan soal elektabilitas. Secara elektabilitas, survei yang dilakukan sejumlah lembaga dalam sebulan terakhir menunjukkan selisih elektabilitas Jokowi dan Prabowo masih terpaut sekitar 20%.

“Tidak terlihat ada gejala perubahan yang sangat drastis, misalnya Jokowi menurun drastis, lalu Prabowo naik drastis. Sejauh ini, kita belum melihat itu. Jadi penyebabnya bukan karena ada penurunan elektabikitas Jokowi, tetapi ini lebih sebagai pilihan taktis di lapangan untuk memberikan image Jokowi saat ini lebih berani berbicara terbuka. Tidak selalu defensif, tapi berani mengatakan dan menunjukkan bahwa ada upaya-upaya politik seperti itu,” kata Sirojudin Abbas.

Dengan pernyataan soal propaganda Rusia dan semburan kebohongan, Jokowi dan TKN dinilai ingin menyampaikan kepada publik bahwa mereka sudah mengetahui pola kampanye lawan dan cara menangkalnya. Cara ini sebelumnya digunakan Jokowi saat menyebut genderuwo merujuk pada politikus yang menebar ketakutan. Setelah pernyataan itu disampaikan, pola kampanye yang menakuti masyarakat mulai berkurang.

“Ini soal perubahan taktik saja. Karena kalau tidak disebutkan, itu akan berlangsung terus menerus. Kalau disebutkan, publik jadi tahu, oh ini taktik seperti itu ternyata. Dulu soal label genderuwo. Genderuwo itu kan memang sumber ketakutan. Kalau dinyatakan seperti itu, yang memproduksi ketakutan jadi ketahuan oleh publik. Dan sekarang ada yang terus-terusan menyerang dengan kebohongan-kebohongan dengan informasi yang tidak berdasar fakta akurat misalnya. Memang bombardir firehose itu loh, semburan kebohongan, karena kalau kebohongan terus mendominasi ruang publik dan opini masyarakat maka masyarakat akan menganggap kebohongan itu sebagai kebenaran,” pungkas Sirojudin Abbas. (is/b1)

Pilpres 2019 pemilu 2019