Serang Kemdagri hingga Polri, Ini Pola-pola Delegitimasi Pemilu

josstoday.com

Pendistribusian logistik pemilu 2019 dikawal oleh petugas pengamanan dari TNI dan Polri hingga ke seluruh wilayah di Indonesia.

JOSSTODAY.COM - Mabes Polri kembali angkat bicara soal tudingan akun Twitter @Opposite6890 yang menuduh Polri ikut berpolitik dengan mengerahkan pasukan buzzer untuk mendukung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden 01 Joko Widodo (Jokowi) dan KH Ma'ruf Amin dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Menurut korps baju cokelat itu tudingan palsu tersebut pada akhirnya adalah upaya untuk mendelegitimasi pemilu. Polisi masih memburu pelaku yang diklaim telah berhasil di-profiling itu. Polri melihat upaya mendelegitimasi pemilu sudah dimulai sejak Desember lalu, melalui isu E-KTP hingga kini, isu Polri sebagai buzzer Jokowi.

“Dunia maya itu borderless artinya tanpa batas dan juga mudah sekali direkayasa. 1000 jejak yang ada di dunia maya itu dalam alat bukti sama nilainya hanya satu alat bukti petunjuk. Sangat mudah bagi orang untuk melakukan sebuah rekayasa baik IP address dan lainnya,” kata kepala biro penerangan masyarakat Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Senin (11/3/2019).

Jenderal bintang satu ini kembali menegaskan bahwa apa yang disampaikan di medsos tidak benar. Menurut polisi, tudingan itu adalah agenda setting untuk mendelegitimasi pemilu, yang senafas dengan tudingan-tudingan palsu sebelumnya yang berhasil diungkap.

“Istilahnya itu agenda yang dimainkan dalam propaganda di medsos. Mulai November sampai Desember siapa yang diserang tentang isu E-KTP? Itu terus di-framing dengan sasaran kemdagri,” urainya.

Bulan Desember-Januari lalu, masih kata Dedi, dimunculkan lagi isu surat suara tercoblos sebanyak tujuh kontainer di mana yang diserang KPU. Lalu masuk di Januari-Maret di-framing lagi tentang isu Bawaslu terkait masalah yang ada di wilayah.

“Isu netralitas (juga diserang) yang mana Polri dalam hal ini terlibat langsung dalam pengamanan dan inti dari kontestasi pemilu. Artinya pola-pola itu kita sudah mapping, dalam rangka apa akhirnya? Delegitimasi pemilu. Jangan sampai ini terjadi karena ini akan merusak demokrasi yang ada di Indonesia,” lanjutnya.

Polri akan secara tegas memberantas para penyebar hoax karena ini dapat merusak kesatuan bangsa dan toleransi yang ada di Indonesia. Polri profesional dalam kontestasi ini dan selalu menekankan bahwa anggota Polri netral.

“Kita akan terus fokus untuk terus memberantas kasus-kasus hoaxatau juga propaganda yang dimunculkan di medsos. Kita akan habisi itu. Beri kesempatan pada Dit Siber untuk menganalisa komprehensif peristiwa ini,” lanjutnya.

Seperti diberitakan polisi dituding sebagai buzzer di mana buzzer itu disebut saling mengikuti (follow) di media sosial, yakni di Twitter, Instagram dan Facebook dan diorganisir akun bernama @AlumniShambar. Akun terakhir ini —yang kini sudah hilang— cuma mengikuti satu akun saja yakni akun resmi Presiden Joko Widodo.

Mereka semua disebut menggunakan aplikasi Sambhar dalam penyebaran pesan dan koordinasi. Aplikasi tersebut diklaim beralamat pada sebuah IP yang beralamat di Mabes Polri. (fa/b1)

Pemilu 2019 Pilpres 2019