Kasus Suap Sofyan Basir, KPK Periksa Dirut Pertamina

josstoday.com

Nicke Widyawati.

JOSSTODAY.COM - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa Dirut PT Pertamina, Nicke Widyawati, Senin (29/4). Nicke bakal diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 yang menjerat Dirut nonaktif PT PLN, Sofyan Basir.

"Nicke Widyawati diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SFB (Sofyan Basir)," kata Jubir KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi.

Pemeriksaan terhadap Nicke dalam kapasitasnya sebagai mantan pejabat PT PLN. Diketahui, sebelum menjabat Dirut Pertamina, Nicke pernah mengemban sejumlah posisi strategis di PT PLN, seperti Direktur Niaga dan Managemen Resiko, Direktur Perencanaan Korporat dan Direktur Pengadaan Strategis 1.

Bahkan, nama Nicke sempat mencuat dalam persidangan perkara yang telah menjerat mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih, mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes B. Kotjo ini. Dalam persidangan terhadap Johannes Kotjo dan Eni misalnya, Nicke yang saat itu menjabat Direktur Perencanaan PT PLN diketahui pernah menghadiri pertemuan pertama membahas proyek PLTU Riau-1 di Hotel Fairmont Jakarta.

Pertemuan itu turut dihadiri oleh Eni, Sofyan, Kotjo dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN, Supangkat Iwan Santoso. Selain itu, Nicke bersama Supangkat Iwan juga pernah dipanggil ke ruangan Sofyan Basir dan diperkenalkan dengan perwakilan China Huadian Engineering Company (CHEC) yang menjadi investor dalam proyek senilai US$ 900 juta tersebut.

Selain Nicke, dalam mengusut kasus ini, tim penyidik juga menjadwalkan memeriksa sejumlah petinggi PT PLN lainnya. Beberapa saksi itu, yakni Syofvi Felienty Roekman selaku Direktur Perencanaan Korporat PLN; Dedeng Hidayat, Senior Vice President Legal Corporate PT. PLN dan Ahmad Rofik selaku Direktur Bisnis Regional Maluku dan Papua PT PLN. Seperti halnya Nicke, para petinggi PT PLN itu juga diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan dengan tersangka Sofyan Basir.

"Ketiganya juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SFB," kata Febri Diansyah.

Dalam kasus ini, Sofyan diduga bersama-sama atau membantu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih dan mantan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes B. Kotjo terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1. KPK menduga Sofyan dijanjikan mendapat fee yang sama besar dengan Eni dan Idrus Marham.

Keterlibatan Sofyan dalam kasus ini bermula pada Oktober 2015. Saat itu Direktur PT Samantaka Batubara mengirimkan surat pada PT PLN (Persero) yang pada pokoknya memohon pada PLN agar memasukan proyek dimaksud ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN. Namun, tak ada tanggapan hingga akhirnya Johannes Kotjo mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1. Diduga telah terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri oleh Sofyan, Eni dan Kotjo untuk membahas proyek senilai US$900 juta tersebut.

Setelah sejumlah pertemuan, ada 2016, Sofyan lantas menunjuk Johannes untuk mengerjakan proyek di Riau-1 karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat. Padahal, saat itu belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK).

Kemudian, PLTU Riau-I dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN. Johannes pun meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Selanjutnya, Sofyan diduga menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC segera direalisasikan. (is/b1)

 

kasus PLTU Riau-1