NU vs PA 212, Pengamat: Keraskan Gesekan Antar Umat

josstoday.com

ilustrasi. (Josstoday.com/Fariz Yarbo)

JOSSTODAY.COM - Panasnya persaingan politik Pilgub Jatim berlanjut di Pilpres 2019. Kali ini, saling rebut suara ulama menjadi hal yang panas bagi kedua kandidat yakni Joko Widodo-Ma'ruf Amin, dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Dengan latar belakang Ma'ruf Aming sebagai Ketua Rois Aam Pengurus Besar (PB) Nahdlatul Ulama (NU), membuatnya bersama Jokowi akan mendapat dukungan besar ulama NU di setiap daerah.

Berbeda dengan Prabowo-Sandi yang mendapat dukungan dari Persaudaraan Alumni (PA) 212 berdasar hasil Ijtimak Ulama II. Prabowo-Sandi tentu bukan lah orang yang seperti KH. Ma'ruf Amin yang bersinggungan langsung dengan NU. Namun, background partai dan sosok keduanya dikenal ikut menjadi bagian dari aksi 212 terkait masalah penistaan agama.

Melihat peta kekuatan dukungan golongan umat islam yang berbeda ini dinilai pengamat politik asal Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam akan menimbulkan ancaman besar.

"Pertarungan keduanya akan mengeraskan gesekan umat islam sendiri," ujarnya saat dihubungi, Senin (17/9/2018).

Ia menjelaskan jika gesekan bisa saja terjadi di kalangan terbawah yakni antar santri bahkan non santri karena perbedaan pilihan.

Selain itu, Rokim juga menilai aksi saling rebut dukungan hingga terjerumusnya golongan ulama di politik malah akan merusak citra umat.

"Duel NU vs Ijtimak, bikin respek umat pada ulama jatuh pada titik nadir. Upaya menyeret ulama dalam politik praktis hanya akan membuat marwah kehormatan ulama jatuh, hanya jadi bahan olok-olok umat. Rasanya ga produktif jika begini dilanjutkan. Politisasi ulama akan semakin memprihatinkan dan menurut saya keduanya akan memeroleh respons negatif," jelasnya.

Apalagi, lanjut Rokim, jika politik di Indonesia ini begitu "menyeramkan" karena cenderung besar diramaikan oleh para lovers dan haters. Karena itu, ia menilai para ulama diharapkan tidak terlibat langsung dalam politik praktis.

"Kiai tetap dalam posisi sebagai benteng kultural saja, tidak harus terjun dalam politik praktia karena resikonya besar terdegradasi kehormatannya. Politik itu kejam hanya mengenal haters dan lovers. Sementara ulama itu milik ummat, perannya yang ideal ya sebagai penjaga kultural itu," pungkasnya.

Sebelumnya, dinilai oleh beberapa pihak jika suara ulama masih begitu dominan diperebutkan karena menjadi kalangan mayoritas di Indonesia. Serta, ulama disetiap daerah memiliki basis masa atau santri yang besar untuk dijadikan dukungan bagi kandidat Pilpres. (ais)

Pilpres 2019 Ulama NU PA 212