Ketum APTRI: Mendag Lecehkan Petani Tebu
Ketua Umum DPP APTRI H. Abdul Wachid.
JOSSTODAY.COM – Pernyataan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito yang menyebutkan bahwa gula petani sudah diborong sejak awal atau diijon oleh bandar gula besar dinilai melecehkan petani
"Itu pernyataan yang menyesatkan. Sebab faktanya mayoritas petani tebu selalu melakukan lelang atas gula miliknya,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPP APTRI), H. Abdul Wachid, Senin (17/4).
Menurut Wahid, dalam kondisi ketidakpastian yang tengah dihadapi petani tebu nasional saat ini, seorang menteri seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan yang provokatif.
“Menuduh petani telah mengijon gulanya sungguh suau pernyataan yang menyakitkan. Lebih-lebih pernyataan itu keluar dari seorang menteri. Karenanya sah-sah saja jika nanti petani tebu mensomasi Mendag atas pernyataannya tersebut,” tegas Wachid yang juga Anggota Komisi VI DPR RI.
Sebagaimana dinyatakan Mendag pada wartawan, Senin (17/4) pagi di Kantor Kemendag, Jakarta, bahwa Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah mengeluarkan aturan Harga Eceran Tertinggi gula Rp 12.500/kg. Penetapan harga ini dianggap dikhawatirkan membuat harga di tingkat petani tebu jatuh.
Sebaliknya, Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita, mempertanyakan soal hubungan antara kenaikan harga gula dan kesejahteraan petani. "Tidak ada korelasinya. Naiknya harga gula apa memberikan dampak kesejahteraan pada petani tebu? Siapa yang lelang? Berapa yang didapat petani?," tandas Enggar di kantor Kemendag, Jakarta, Senin (17/4).
Alasan Mendag, gula dari tebu rakyat tersebut umumnya sudah diborong di awal atau ijon oleh bandar gula besar sebelum dilelang. Kontrol harga tersebut, menurutnya, hanya akan mengurangi laba di tingkat distributor gula. "Itu semua (gula lelang) sudah diijon. Jadi saya berani mengatakan itu tidak ada korelasi. Kalau mau adil adalah beli putus, jadi beli putus seperti yang sudah dilakukan beberapa pabrik gula tebu. Tapi kalo ada yang keberatan untuk itu, kita bisa tanya keberpihakannya pada petani," dalih Enggar.
Pernyataan Mendag itulah yang menurut Abdul Wachid, dinilai telah berdasar fakta dan sungguh melecehkan petani tebu. “Mendag telah melecehkan petani tebu karena menganggap petani tebu telah melaksanakan ijon gulanya ke para ke pedagang besar. Itu tidak benar. Pernyataan seorang menteri seperti itu sangat menyakitkan orang kecil di daerah,” tegas Abdul Wachid.
Petani tebu nasional sendiri saat ini masih dihadapkan pada kondisi ketidakpastian yang dipicu justru oleh kebijaksanaan pemerintah sendiri.
Menurut Abdul Wachid, saat ini setidaknya ada empat masalah utama yang tengah dihadapi tersebut antara lain masalah penyediaan dan distribusi pupuk yg belum jelas, masalah kredit KUR; sudah bunganya tinggi di banding KKPE dulu dapatnya juga susah.
"Juga masalah ketentuan harga gula di tingkat eceran yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 12.500/kg, lalu harga gula petani tebu berapa? Apalagi adanya beban tambahan pajak gula petani tebu," rinci Abdul Wachid.
Permasalahan gula petani juga makin berat karena Mendag sendiri telah memutuskan jika gula rafinasi bisa dijual bebas. “Tanpa adanya aturan diwajibkan dijual ke industri masalah gula rafinasi ini akan sangat berpengaruh terhadap gula petani tebu,” tutup Wahid. (eh)
mendag gula tebu aptri aptri