Nasib Tebu yang Tak Manis

josstoday.com

Hamparan permadani tebu di akhir tahun 2016 di lahan HGU milik PG Caming, Sulsel, disebut sebagai tonggak menjanjikan pertanian tebu dan industri gula, meski secara umum bidang ini terus didera minimnya dukungan kebijakan pemrintah. (Foto: Rully Anwar)

JOSSTODAY.COM - Oleh Rully Anwar **) 

Menjadi petani saat ini bukan pilihan banyak orang. Data di sektor pertanian menyebutkan profesi ini kian hari kian ditinggalkan oleh banyak orang. Berkurangnya lahan dan ditambah lagi minimnya minat menjadi petani sedikit banyak memengaruhi kondisi di sektor ini. Belum lagi dengan kebijakan pemerintah yang kadang kurang berpihak di sektor ini.

Setidaknya nasib ini juga dialami oleh para petani tebu. Ya, tebu yang merupakan sumber produksi gula, nasibnya tidak semanis gulanya. Upaya pemerintah yang akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen, misalnya, sedikit banyak menambah beban bagi petani tebu.  Jika ini jadi diterapkan, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menilai, akan menghambat program swasembada gula yang ditargetkan pemerintah sendiri.

Seperti yang dinyatakan Ketua umum Dewan Pembina DPP APTRI, Arum Sabil, pengenaan PPN 10 persen sangat memberatkan petani. Kondisi petani tebu dalam keadaan krisis. Dalam lima tahun terakhir, produktivitas tebu milik petani terus menurun. Rata-rata nasional hanya di bawah 80 ton per hektar, dengan rendemen di bawah 8 persen. Tentu saja, kondisi itu tidak mudah bagi petani. Bayangkan saja, untuk menutupi biaya produksi saja sangat susah, apalagi jika pemerintah menerapkan PPN 10 persen, sungguh semakin memberatkan petani tebu. Padahal biaya produksi mereka per kilogram berkisar antara Rp 10.000- Rp 11.500, sedangkan harga dasar acuan pembelian yang ditetapkan Kementrian Perdagangan di angka Rp 9.100 per kilogram dan harga acuan di tingkat konsumen Rp 12.500 per kilogram. Bisa dibayangkan nasib petani tebu kita yang semakin berat hidupnya.

Bagaimana solusinya? Tidak ada kata lain harus dimulai dari komitmen dan keberpihakan pemerintah yang menjadi satu pintu masuk agar petani mampu mempertahankan margin keuntungannya dengan tidak terbebani oleh kebijakan PPN tersebut. Di sisi yang lain, meningkatkan produktivitas tebu juga menjadi langkah, meskipun hal ini tidak mudah. Mengapa? Karena petani tebu belum mendapatkan kemudahan terhadap akses permodalan serta kemampuan mereka mendapatkan varietas tebu unggul dengan potensi produktivitas dan rendemen yang tinggi.

Khusus untuk beban PPN, memang seakan terlewatkan karena pekan lalu, telah ada janji dari Dirjen Pajak, hingga menteri keuangan juga Kepala Kantor Staf Presiden yang akan membatalkannya, bahkan dijanjikan pula adanya kebijakan fiskal dan moneter yang akan mendukung swasembada pangan, terutama gula. Ini tak lain, sebagai bagian penting dari solusi besar berupa perlindungan kepada petani tebu yang berkelanjutan.

Dan harapannya, keberpihakan ini harus dipompa menjadi langkah nyata yang progresif guna mencapai peningkatan produktifitas serta perbaikan tata niaga tebu dan gula. Bagaimanapun persoalan mendasar petani tebu adalah soal produktivitas dan rendemen rendah. Untuk memberikan keuntungan wajar pada semua pelaku usaha, mau tidak mau harga jual gula menjadi relatif tinggi dibandingkan dengan harga gula di negara lain.

Minimnya akses terhadap permodalan semestinya juga dilihat oleh pemerintah sebagai bentuk jeritan petani tebu untuk memanggil peran pemerintah memberikan soluasi terhadap persoalan ini. Pemerintah bisa memberikan modal kerja, bibit unggul, dan infrastruktur irigasi yang baik. Dengan demikian, produksi gula bisa ditingkatkan sehingga tidak saja petani yang sejahtera, tetapi harga jual di tingkat konsumen akhir juga akan lebih rendah.

Hal ini bisa dilakukan jika pemerintah bertekad besar menjadikan sektor pertanian dan perkebunan sebagai sektor yang memang tidak bisa ditinggalkan. Sektor ini sebenarnya adalah sektor asli yang selama ini terasa tidak tergarap karena kalah oleh sektor lain yang menyedot anggaran lebih besar, termasuk infrastruktur. Bagaimanapun pertanian, termasuk petani tebu yang adalah aset bagi bangsa ini untuk menguatkan sektor pertanian dan perkebunan serta mewujudkan swasembada pangan.

Komitmen pemerintah penting agar upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi dan swasembada gula tidak memprioritaskan produksi semata, namun juga memperhatikan nasib para petani tebu. Keran impor gula jika bisa dikendalikan, sedikit banyak akan mampu membuka ruang akses bagi petani tebu untuk bisa sejahtera, atau setidaknya bisa merasakan manisnya tebu yang selama ini mereka hasilnya. Jangan sampai tebu yang mereka hasilkan malah membuat nasib para petaninya menjadi pahit, tidak semanis tebu dan gula yang mereka hasilkan.  

**) Rully Anwar adalah pemred Josstoday.com dan Bumntoday.com. 

today review rully anwar gula tebu aptri