Peci Hitam Kebangsaan

josstoday.com

Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) HM Arum Sabil adalah diantara yang juga sering berpeci hitam sebagai bagian dari identitas yang melekat dengan dirinya. Arum juga sering dijuluki Soekarno-nya petani. Nampak dalam foto, Arum Sabil berpidato pada pleno Rapat Kerja Terbatas (Rakertas) Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas) di Jakarta, pekan lalu. (Foto: Frengky Pribadi)

JOSSTODAY.COM - Oleh Rully Anwar **)

Salah satu simbol kebangsaan kita yang saat ini masih terawat dengan baik adalah simbol peci hitam. Peci hitam adalah simbol yang dikedepankan oleh proklamator kita. Dalam setiap kesempatan, termasuk dalam lawatan kenegaraan, baik masa perjuangan maupun pasca kemerdekaan, peci hitam kental dengan simbol kebangsaan kita.

Presiden pertama Ir Sukarno dalam sejarahnya dikenal sebagai yang pertama kali mempopulerkan peci hitam sebagai identitas diri dan menjadikannya sebagai lambang kebangsaan. Kisah ini bermula ketika Soekarno hijrah ke Bandung. Kisah ini tertuang dalam buku “Penyambung Lidah Rakyat Indonesia” yang ditulis oleh Cindy Adams. "Minggu terakhir bulan Juni tahun 1921 aku memasuki kota Bandung, seperti Princeton atau kota pelajar lainnya dan kuakui bahwa aku senang juga dengan diriku sendiri. Kesenangan itu sampai sedemikian sehingga aku sudah memiliki sebuah pipa rokok. Jadi bisa dibayangkan betapa menyenangkan masa yang kulalui untuk beberapa waktu", begitu Soekarno mengawali kisahnya memasuki Kota Bandung.

Soekarno kemudian menuliskan kesuksesannya menggunakan peci hitam. Peci hitam tersebut dipakai Soekarno  saat pertemuan dengan Jong Java sesaat sebelum dirinya meninggalkan kota Surabaya. "Salah satu daripada egoisme ini adalah berkat suksesku dalam pemakaian peci, kopiah beludru hitam yang menjadi tanda pengenalku, dan menjadikannya sebagai lambang kebangsaan kami. Pengungkapan tabir ini terjadi dalam pertemuan Jong Java, sesaat sebelum aku meninggalkan Surabaya" cerita Soekarno.    

Gagasan mempopulerkan peci karena sebelumnya terjadi pembicaraan hangat di antara mereka yang menamakan dirinya kaum 'intelijensia'. Sukarno menyatakan, kaum 'intelijensia' ini selalu menjauhkan diri dari rakyat biasa yang menggunakan blangkon atau tutup kepala yang biasa dipakai masyarakat Jawa. Hal itu menurut Soekarno kurang menunjukkan identitas kita sebagai bangsa atau orang Indonesia. "Tutup kepala yang biasa dipakai orang Jawa dengan sarung, atau peci yang biasa dipakai oleh tukang becak dan rakyat jelata lainnya. Mereka lebih menyukai buka tenda daripada memakai tutup kepala yang merupakan pakaian sesungguhnya dari orang Indonesia. Ini adalah cara kaum terpelajar ini mengejek dengan halus terhadap kelas-kelas yang lebih rendah" kata Soekarno.

Kaum 'intellijensia' dinilai Soekarno terlalu elitis ketika berhadapan dengan rakyat jelata. Seorang pemimpin yang berhasil harus berani turung dan membaur dengan rakyat kecil. "Aku memutuskan untuk mempertalikan diriku dengan sengaja kepada rakyat jelata. Dalam pertemuan selanjutnya kuatur untuk memakai peci, pikiranku agak tenang sedikit. Hatiku berkata-kata. Untuk memulai suatu gerakan yang jantan seperti ini secara terang-terangan memang memerlukan kawan-kawan seperjuangan yang berlagak tinggi lewat semua dengan buka tenda dan rapi, semua berlagak seperti mereka itu orang barat kulit putih, aku ragu-ragu untuk sedetik," kata Sukarno seperti yang dituturkan kepada Cindy Adam.

Dalam sebuah kesempatan berpidato, Bung Karno pun menyatakan peci adalah representasi dari Indonesia yang sesungguhnya. Soekarno dengan lantang bicara...“…Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia. Peci yang memiliki sifat khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Menurutku, marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia Merdeka.” Itulah awal Bung Karno mempopulerkan pemakaian peci.

Tekad Bung Karno memakai peci inilah yang kemudian menjadi kekuatan identitas kebangsaan kita. Apalagi ketika itu dwi tunggal Soekarno-Hatta selalu mengenakan peci dalam setiap kesempatan, seakan tidak lepas dari keduanya. Peci hitam telah menjadi kekuatan perjuangan sekaligus perlawanan pada sebuah kemapanan yang menghilangkan rakyat kecil dalam panggung politik. Peci pun kemudian menjadi  tutup kepala resmi, baik kondisi formal (elite) maupun informal (rakyat). Peci adalah jembatan persatuan dan kesatuan kita sebagai sebuah bangsa. Peci menguatkan kebangsaan kita. Sudakah Anda memakai peci kebangsaan?

**) Rully Anwar adalah pemimpin redaksi Josstoday.com dan Bumntoday.com


 

today review pekik merdeka