Makna Merdeka
Ilustrasi
JOSSTODAY.COM - Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata merdeka dimaknai sebagai bebas, bebas dari perhambaan atau bebas dari penjajahan. Namun, apakah kita sebenarnya sudah selesai ketika kedua kebebasan itu sudah kita dapatkan? Tentu tidak. Kita belum sepenuhnya meraih kebebasan. Kita memang sudah lepas dari penjajahan atau kolonialisme. Namun, penjajahan-penjajahan baru tetap menjadi ancaman bagi negeri ini.
Penjajahan apa itu? Keserakahan!. Buktinya apa? KPK yang sudah dibentuk sejak tahun 2002 sampai hari ini masih saja disibukkan oleh banyaknya kasus korupsi. Bukannya malah hilang, korupsi justru tidak berhenti. Inilah potret sebuah keserakahan. Kekuasaan yang tidak amanah ujungnya malah melahirkan bencana. Penjajahan lainnya adalah rapuhnya soliditas kita sebagai anak bangsa. Kita mudah dan goyah diadu domba dan parahnya semua bermuara pada isu-isu politik yang jangka pendek. Harus kita akui penjajahan-penjajahan seperti ini yang membuat kita belum bebas sepenuhnya.
Lalu, apakah kemerdekaan yang kita capai sejak 72 tahun lalu tidak perlu dimaknai sama sekali karena masih banyak penjajahan-penjajahan baru? Sekali lagi tentu saja jawabnya tidak.
Kemerdekaan, suatu kata yang selalu menggugah emosi kita ketika diucapkan. Tentu, kata ini cukup bisa membakar semangat masyarakat, baik politisi, aktivis, akademisi, petinggi militer, pekerja seni, hingga tokoh agama. Apalagi, siapa yang tidak menyukai kemerdekaan? Semua orang ingin dirinya merdeka. Tidak ada satupun manusia di dunia ini yang dibelenggu dan tidak bisa bebas mandiri.
Setiap dari kita pasti menginginkan kebebasan untuk bersuara, berpendapat, beribadah, berkelompok, bahkan berpolitik. Kebebasan adalah syarat mutlak bagi kita untuk bisa mengambangkan diri. Kebebasan juga menjadi batas kita dijajah atau merdeka. Bagaimanapun penjajahan telah menjadi fakta sejarah bagi bangsa kita. Selama 3,5 abad, bangsa ini dikuasai bangsa-bangsa lain, seperti Portugis, Inggris, Belanda, dan Jepang. Selama itu pula kita terbelenggu, tidak memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri, tidak bisa bepergian dan berpindah tempat tinggal, tidak bisa mengenyam pendidikan, dan lebih parah lagi tidak bisa menikmati hasil kerja keras untuk memanfaatkan hasil bumi yang alam telah berikan. Jangankan bicara kesetaraan, bicara kebebasan saja kita tidak bisa selama menjadi jajahan.
Namun, 17 Agustus 1946 menjadi pintu gerbang kemerdekaan. Itulah hari sakral dalam sejarah bangsa ini. Proklamasi kemerkaan menyatukan nusantara disatukan dalam momentum haru biru, sebuah kebebasan. Sejak saat itulah untuk pertama kalinya, bangsa Indonesia memiliki kemampuan untuk menentukan nasib bagi dirinya sendiri. Tentu, kemerdekaan tersebut bukan sesuatu yang datang begitu saja. Ia diperjuangkan dengan penuh pengorbanan dan darah oleh para pahlawan nasional kita. Kemerdekaan kita diusahakan, tidak saja melalui forum-forum diplomasi elite pemimpin bangsa, namun juga di jalan-jalan para pejuang dengan mengorbankan keringat, darah, nyawa, dan air mata.
Lalu, kini penjajahan-penjajahan baru berupaya mengotori perngorbanan para pahlawan. Tentu saja, kita tidak rela bangsa ini tergerus rasa percaya dirinya. Bukankah kemerdekaan juga menumbuhkan kebanggaan dan percaya diri. Semua itu akan tergerus jika bangsa ini masih dibebani oleh korupsi, kejahatan elite politik, dan oligarki kekuasaan yang mengingkari amanah publik. Fakta tidak bisa dipungkiri masih banyak masyarakat Indoensia yang tidak memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri, meskipun Indonesia mengklaim dirinya sebagai entitas negara yang merdeka. Kemerdekaan sebuah negara bukan jaminan bahwa para penduduk yang tinggal didalamnya juga merdeka. Hampir selalu, yang terjadi justru perpindahan kekuasaan tirani dari kolonialisme asing menjadi penguasa lokal.
Tentu, ini pekerjaan rumah besar, tidak hanya bagi pemerintah sebagai regulator negeri ini, namun juga bagi semua anak bangsa. Kemerdekaan sebuah bangsa yang diraih dengan tidak mudah ini semestinya melahirkan kemerdekaan-kemerdekaan yang menetes ke warga negaranya. Kemerdekaan sebuah bangsa tidak boleh menegasikan kemerdekaan individu masyarakatnya. Jangan sampai kemerdekaan kita sebagai bangsa direbut oleh kekuatan-kekuatan yang berusaha membangun kekuasaan yang pongah.
Marilah kita sambut kemerdekaaan negeri ini dengan suka cita tanpa meninggalkan refleksi bersama tentang makna kemerdekaan itu sendiri. Kemerdekaan sejatinya tidak sekadar kebebasan, namun juga sekaligus tantangan, harapan, dan tanggungjawab kita untuk mengisi kemerdekaan ini. Mengisinya dengan melawan sekuat tenaga penjajahan-penjajahan baru yang tidak sadar telah menggerus kebebasan kita.
**) Rully Anwar adalah pemimpin redaksi Josstoday.com dan Bumntoday.com
today review pekik merdeka