Sistem Jelek Faktor Sulitnya Parpol Cari Caleg

Hasan Aminuddin.
JOSSTODAY.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur memprediksi akan ada cukup banyak Bacaleg yang gugur dalam tahapan administrasi.
Hal itu diprediksi karena banyaknya partai politik yang kurang serius dalam mengikuti kontestasi, sehingga pada tahap perbaikan berkas sudah tidak diikuti dengan baik.
Fenomena ini dipandang politisi Nasdem, Hasan Aminuddin sebagai gambaran kemunduran politik Indonesia. Sebab, ada begitu banyak partai yang mengikuti kontestasi politik.
"Ini karena banyaknya partai politik yang lahir dan hadir setiap pesta demokrasi di Republik Indonesia. Hari ini, tahun ini persiapan pesta demokrasi 2019 jumlah pesertanya 16 partai politik begitu bingungnya rakyat memilih. Begitu banyaknya caleg yang ikut dalam pesta demokrasi walaupun bukan profesinya dan bukan maqomnya. Sehingga, semua partai politik akan kesulitan mencari politisi baru," jelas mantan Bupati Probolinggo itu.
Hasan menilai, jika hal ini diakibatkan masih banyak terjadinya perubahan undang-undang terkait parlementary threshold (PT) pasca pemilu. Sehingga, bisa muncul partai-partai baru.
Setidaknya sudah terjadi tiga kali perubahan undang-undang. Sebelumnya, di tahun 2008 ambang batas parlemen ditetapkan sebesar 2,5 persen. Kemudian jelang Pemilu 2014, Parlemen kembali merubah undang-undang dengan menaikkan ambang batas menjadi 3,5 persen. Tahun 2017 kembali lagi parlemen merevisi undang-undang dengan menetapkan ambang batas sebesar 4 persen.
"Ini sebenarnya salah siapa? Sebenarnya salah parlemen (anggota DPR RI) yang mentoleransi perubahan perundang-undangan tentang PT setelah pemilu, dan memberi peluang manusia membuka partai politik baru. Coba sudah konsen, konsisten dan komit empat persen, ya sudah empat persen setelah pemilu," kata Hasan.
"Jadi partai yang baru sudah tidak boleh daftar lagi. Lah ini kan ditoleransi, diberi kesempatan lagi mendaftar sebagai peserta pemilu. Kalau ingin perbaikan perjalanan kebangsaan ke depan ya sudah empat persen saja. Kemudian di pemilu 2024 sudah tidak ada lagi partai baru dan partai yang tidak lolos parlementary threshold itu menjadi peserta pemilu. Kalau diberi kesempatan lagi, ya sebagaimana hari ini, bagaimana sulitnya partai mencari dan mencalegkan kadernya sendiri," imbuhnya.
Karena itu, ia berharap agar dilakukan perbaikan sistem. Harapannya, siapapun yang lahir dari Pemilu 2019 dapat berkomitmen melakukan perbaikan dengan cara menetapkan angka ambang batas. Sehingga, sudah tidak ada lagi partai baru.
"Maka kalau parlementary threshold ini betul-betul komitmen bersama, sudah ditutuplah. Maka, orang yang akan jadi politisi itu akan terseleksi dengan sendirinya. Tidak seperti sekarang yang jadi kegalauan akademisi banyak yang hanya asal nyaleg saja," tutupnya.
Sementara itu, pengamat politik asal Universitas Airlangga, Dr Suko Widodo menjelaskan jika kebanyakan parpol saat ini masih penuh dengan politik dinasti. Sehingga, membuat kaderisasi partai menjadi lemah.
"Parpol milik rakyat, bukan milik keluarga atau dinasti. Karena itu parpol yang penuh kekentalan hubungan dinasti harus dipertanyaakan keberadaannya. Parpol harus berbenah. Kembalikan fungsinya parpol sebagai lembaga yang memperjuangkan aspirasi rakyat. Dan karenanya tata kelolanya harus transparan," jelas Suko.
Menurutnya, saat ini masih begitu kurang dalam menjalankan fungsinya sebagai penghasil pemimpin yang berkualitas. Sehingga, parpol saat ini harus melakukan pembenahan sistem kaderisasi. (ais)
Pileg 2019 Parpol Hasan Aminuddin Suko Widodo