Akibat Zonasi, Banyak Sekolah di Jateng Kekurangan Siswa
JOSSTODAY.COM - Penerapan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Jateng, menuai persoalan. Banyak sekolah mulai dari tingkat SD, SMP, dan SMA di beberapa daerah mengalami kekurangan siswa.
Sebagai contoh, di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, kekurangan siswa. Dua sekolah itu yakni SMPN 4 dan SMPN 5 Temanggung.
Kepala SMPN 5 Temanggung, Sigit Maryanto saat dikonfirmasi, Kamis (20/6/2019) menuturkan, dari kuota 256 siswa, saat ini hanya menerima 70 siswa.
Sigit mengakui, sekolahnya berada di pinggiran dan berada di dekat sawah dan tegalan. Jauh dari permukiman penduduk. Dengan diterapkan sistem zonasi, menurut dia, sekolahnya tetap kekurangan siswa.
"Dulu, sebelum sistem zonasi, siswa di Kecamatan Temanggung yang tidak diterima di SMPN 2 yang ada di tengah kota, masuk ke sekolah ini," ungkap Sigit.
Akibat kekurangan peserta didik baru, menurut Sigit, sejumlah guru tak mendapatkan jam mengajar. Fasilitas dan ruang kelas yang ada juga tak dapat difungsikan secara maksimal.
"Guru Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), tidak mendapat jam mengajar," ujarnya.
Sekretaris Dinas Pendidikan Temanggung, Ujiono, mengaku sistem zonasi berdampak bagi beberapa sekolah. Di antaranya SMPN 4 dan SMPN 5, yang kekurangan calon peserta didik baru.
Pihaknya mengakui, akibat kekurangan murid, guru terutama yang sudah ikut sertifikasi akan kekurangan jam mengajar. Dinas Pendidikan akan mengarahkan para guru di sekolah tersebut ke sekolah lain yang masih ada jamnya untuk mengajar.
"Guru yang kekurangan jam mengajar nanti solusinya bisa dialihkan mengajar ke sekolah lain. Ke depan sistem zonasi ini memang perlu dievaluasi, kalau menurut saya yang perlu diperbaiki adalah skor-skornya perlu diatur ulang," ujarnya.
Sementara itu, di Kabupaten Magelang, sebanyak 20 SD Negeri di tahun ajaran 2019/2020 ini juga kekurangan siswa.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Magelang, Taufiq Nurbakin mengatakan, hal itu disebabkan jumlah pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan jumlah SD negeri di wilayah ini.
"Bukan semata karena sistem zonasi yang diterapkan pada PPDB tahun ini. Jumlah SD negeri di sini ada 61. Sementara jumlah penduduk sedikit," ujarnya.
Menurut Taufiq, 20 sekolah tersebut belum memenuhi standar kuota minimal siswa, yakni berkisar 20-28 siswa. Beberapa di antaranya, ada SD yang hanya terpenuhi sebanyak 11-15 siswa saja. Sekolah-sekolah itu merata di tiga wilayah kecamatan di Kota Magelang.
Solusinya, saat ini pihaknya tengah melakukan kajian untuk melakukan penggabungan sekolah yang masih kekurangan siswa dan lokasinya berdekatan. "Kami sedang mengkaji, kalau memang sekolahnya berdekatan, jumlah muridnya berkurang ya memang harus regrouping, aturannya seperti itu," katanya.
Untuk tingkat SMA, data tahun 2018 lalu, sebanyak 7.500 kursi SMA di daerah ini kosong karena tak terisi.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jateng Jumeri yang dikonfirmasi mengakui, kursi kosong itu merata di seluruh kabupaten/kota di Jateng.
"Ada yang kurang enam, kurang 10, 20. Merata di semua sekolah. Khusus untuk SMA, 7.500 kursi tak terisi," ujar Jumeri.
Menurut Jumeri, persoalan itu bukan hanya terjadi karena diterapkannya zonasi, melainkan letak sekolah yang berada di pinggiran, jauh dari permukiman penduduk. Selain itu, karena jumlah penduduk yang sedikit di daerah tertentu, tak lagi memiliki anak usia sekolah.
"Bisa jadi karena keberhasilan program KB, sehingga penduduk tak bertambah, karena tak lagi memiliki anak usia sekolah," ujarnya.
Selain itu, menurut Jumeri, karena banyak siswa yang telah lebih dulu mendaftar di sekolah swasta. "Karena sudah mendaftar di sekolah swasta, jadi tak lagi mendaftar ke sekolah negeri. Kalau ke sekolah negeri, eman-eman (sayang) karena sudah telanjur bayar di sekolah swasta. Akibatnya, peminat sekolah negeri berkurang, sehingga kursi tak terisi," ujarnya. (is/b1)
Sistem Pendidikan sistem zonasi