2020 Didominasi Hoax Pandemi, Pilkada, dan UU Cipta Kerja

JOSSTTODAY.COM - Sepanjang 2019, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) menemukan sedikitnya ada 3.801 hoax atau kabar bohong yang beredar di masyarakat. Mayoritas hoax yang terjadi ketika itu terkait politik, yaitu mengenai calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta dan penyelenggara pemilu.
Sementara itu, hingga 16 November 2020, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) yang berkolaborasi dengan cekfakta.com menemukan 2.024 hoax beredar di Indonesia sejak awal tahun ini.
Setidaknya sepertiga dari jumlah tersebut adalah hoax terkait pandemi Covid-19. Sementara isu lain yang kerap dijadikan tema hoax adalah Pilkada Serentak 2020 dan UU Omnibus Law.
Peredaran hoax sendiri umumnya terjadi di media sosial. Terbanyak ada di Facebook, kemudian platform lain seperti Twitter dan WhatsApp. Pengemasannya yang mudah dicerna dan dibumbui kesan bombastis kerap membuat orang mudah mempercayai.
Para produsen hoax diyakini menggunakan kabar bohong sebagai salah satu alat propaganda untuk memecah-belah sesama masyarakat. Tidak sedikit juga malah ada yang berujung kasus hukum.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Misharti, menilai, sejumlah konten yang tersebar melalui internet saat ini memang dapat mengancam dan menyerang karakter serta persatuan bangsa. Di antaranya adalah propaganda asing, intoleransi dan radikalisme.
"Ada juga weaponization of social media, tempur politik di media sosial. Hoax menjadi alat propaganda yang dimanfaatkan banyak pihak, menjadi political game di berbagai negara, termasuk di Indonesia," kata Misharti, di Jakarta, Kamis (17/12/2020).
Menurutnya, perkembangan dunia teknologi informasi (TI) yang sangat pesat memudahkan orang mendapat informasi dan menambah ilmu. Namun di sisi lain, sering pula disalahgunakan segelintir orang untuk mencapai tujuan.
Kelompok kecil itulah yang memanfaatkan kebiasaan generasi muda Indonesia yang amat bergantung pada ponsel pintar dan koneksi internet. Sebagai kebutuhan primer, banyak anak muda menggunakan internet sebagai medium eksistensi diri seraya menambah pengetahuan akan berbagai isu yang sedang berkembang, termasuk isu keadilan dan sosial politik.
Menurut Misharti, situasi ini membuka peluang untuk menyusupkan nilai-nilai yang dapat memprovokasi dan memecah belah sesama anak bangsa melalui konten-konten hoax dan ujaran kebencian. Secara tidak sadar, generasi muda Indonesia sebagai kelompok pengguna aktif media sosial pun terpengaruh.
Pengguna media sosial, kata Misharti, harus dapat memilah mana berita yang pantas untuk dikonsumsi dan mana yang tidak. Terlebih lagi, berita-berita hoax tersebut berpotensi merusak tatanan kehidupan masyarakat dan negara.
"Untuk itu, saya minta pemerintah, dalam hal ini Kemkominfo, bertindak tegas. Termasuk juga kepolisian harus bertindak cepat dan tegas. Bila perlu harus diusut tuntas siapa saja yang menyebarkan berita hoax dan diberi hukuman," tutupnya.
HOAX Pandemi Covid-19