Ini Poin yang Direvisi dalam UU Terorisme
Ilutrasi terduga teroris
JOSSTODAY.COM - Revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang baru saja disahkan pada sidang paripurna DPR dimaksudkan agar UU itu menjadi lebih kuat
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham), Enny Nurbaningsih mengatakan, penguatan aspek pencegahan terorisme menjadi hal baru dalam revisi UU tersebut. Sebab selama ini, aparat penegak hukum tidak bisa menindak orang yang melakukan latihan militer guna direkrut menjadi teroris. "Termasuk kegiatan merakit bom, kita tidak bisa melakukan apa pun. Tapi dengan undang-undang ini, kita bisa melakukan penegakan hukum terhadap mereka, sehingga paling tidak, ada aspek pencegahan dari awal sebelum terjadi tindak pidana itu sendiri," terang Enny di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (25/5).
Sementara soal perpanjangan masa penangkapan penahanan, dalam revisi terbaru terdapat perubahan signifikan dimana masa penahanan tidak sama dengan KUHAP. Masa penahanan diperpanjang dari semula 7 hari menjadi 14 hari, dan bisa ditambah 7 hari lagi hingga ditetapkan menjadi tersangka.
Setelah ditetapkan tersangka, maka jangka waktu penahanannya sedikit lebih panjang dari KUHAP. Dalam KUHAP, jangka waktu penahanan semua jenis tindak pidana 710 hari bagi yang ancaman hukumannya di atas 9 tahun. Namun dalam UU Terorisme, mengingat ada jangka waktu penangkapan yang panjang dan jangka waktu kewenangan penyidik diperpanjang, maka totalnya menjadi 770 hari.
"Tetapi ada ikatan pada masing-masing ketentuan. Satu terkait penahanan ada perpanjangan, kemudian dikuatkan lagi bahwa masa perpanjangan itu dalam rangka menjunjung HAM (hak asasi manusia). Penangkapan pun sama. Jadi dikunci sedemikian rupa setidaknya oleh 3 pasal," ujarnya.
Berikutnya soal pelembagaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang diperkuat. BNPT merupakan crisis center yang memberikan masukan kepada presiden. Dalam UU tersebut, selain sebagai analis terkait daerah rawan terorisme, BNPT akan memudahkan pemerintah dalam menentukan kebijakan ke depan.
Selanjutnya pelibatan TNI. Ia menjelaskan, peran TNI diletakkan dalam kelembagaan sekaligus perubahan pengawasan yang diletakan paling bawah. "Jadi pengawasan yang dibentuk tim khusus oleh DPR akan mengawasi pelaksanaan peran TNI termasuk kelembagaan yang menangani tindak pidana terorisme," katanya.
Sementara Peraturan Presiden (Perpres) yang menjadi acuan pelibatan TNI menangani aksi teror, sedang disusun draftnya di Kementerian Pertahanan dengan dukungan TNI. Dalam Perpres tersebut, akan dijabarkan Operasi Militer Selain Perang (OMSP), kapan dilakukan, hingga siapa yang melakukan. (is/b1)
terorisme