Guru Besar Muhammadiyah: Zonasi Pemerataan Pendidikan

josstoday.com

Guru Besar Universitas Muhammadiyah Surabaya, Prof Zainudin Maliki. (Josstoday.com/Fariz Yarbo)

JOSSTODAY.COM - Sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 dianggap belum begitu dipahami oleh masyarakat, sehingga menimbulkan pro kontra yang tak kunjung henti. Padahal, zonasi sebenarnya sudah diterapkan di tahun sebelumnya.

"Sebenarnya orang tua yang demo sekarang itu kaget aja," ujar Guru Besar Universitas Muhammadiyah Surabaya, Prof Zainudin Maliki, kepada Josstoday.com, Kamis (20/6/2019).

Pria yang akrab disapa Zainudin ini mengatakan, jika ungkapan berlebihan dari para orang tua terhadap sistem ini adalah hal wajar. Mengingat, sistem yang dipakai dalam penerimaan siswa adalah jarak, sedangkan nilai ujian nasional menjadi pertimbangan kedua.

Namun jauh dari itu, lanjutnya, jika sistem zonasi ini memiliki memiliki itikad baik yakni untuk mewujudkan pemerataan pendidikan di seluruh kalangan masyarakat.

Ia mencontohkan, seperti halnya SMA komplek yang terdiri dari SMAN 1 Surabaya, SMAN 2 Surabaya, SMAN 5 Surabaya, dan SMAN 9 Surabaya menjadi sekolah bagi kalangan sekolah menengan ke atas karena grade yang ditetapkan terlalu tinggi bagi masyarakat kalangan bawah. Sehingga, SMA komplek ini juga dikenal sebagai sekolah favorit bagi orang-orang tertentu.

Karena itu pula, akhirnya masyarakat kalangan bawah sangat jarang mendapat kuota di sekolah-sekolah favorit. Terlepas dari nilai UN yang rendah dari siswa.

Melihat itu, Zainudin menganggap, jika selama ini sekolah itu seakan hanya untuk mengejar nilai bagus untuk mendapat tempat di sekolah-sekolah favorit. Padahal, zonasi ini dinilai sebagai bahan ajaran baru agar semua tidak berorientasi pada hasil ujian.

"Sesungguhnya dengan zonasi itu orang diajak untuk tidak berorientasi pada skor tes. Menurut saya skor tes itu dengan zonasi berkesempatan mengajak masyarakat melihat sesuatu yang lebih substansial. Jangan mengandalkan skor tes tapi kejujuran lebih penting," kata mantan Ketua Dewan Pendidikan Jatim itu.

Ia memaparkan, jika selama ini tidak ada kepercayaan dari pihak luar sehingga setiap proses menjelang ujian selalu mendapat pengamanan ketat dari kepolisian.

Sampai akhirnya banyak orang tua yang memberikan pendidikan tambahan kepada siswa untuk mengikuti program bimbingan belajar. Padahal, tegas Zainudin, jika guru yang ada disekolah memiliki tugas yang lebih berat selain memberi ilmu. Yakni memberi pendidikan moral yang baik.

"Oleh karena itu zonasi menjadi kesempatan melihat pentingnya bahwa kejujuran jadi orang dipercaya bisa lebih penting daripada skor tes," ujarnya.

Karenanya, mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu berharap, agar masyarakat tidak hanya menganggap zonasi sebagai ajang pembodohan masyarakat dengan menggunakan jarak sebagai acuan utama.

Dengan zonasi, masyarakat kalangan bawah mendapatb kesempatan untuk menimba ilmu dan meningkatkan kualitas di sekolah-sekolah favorit. Sedangkan, sekolah yang bukan favorit kini dapat kesempatan jadi sekolah favorit, karena akan mendapat tambahan siswa dengan nilai yang baik.

"Kalau misalnya nanti dengan sistem ini sekolah favorit prestasinya menurun, maka selama ini menunjukkan bahwa yang bagus mutu dari siswa bukan dari mutu pembelajaran di sekolah," katanya.

Meskipun begitu, ia tetap percaya bahwa seluruh sekolah di Jawa Timur memiliki mutu pendidikan yang baik dan sesuai dengan standar di kementerian.

Sementara itu, untuk dapat mengatasi permasalahan ini. Zainudin mengatakan, pendambahan rombongan belajar atau kuota. Sehingga, pendaftar yang berminat dapat tercover semua. (ais)

Zonasi PPDB 2019 Pendidikan Zainudin Maliki