Hijrah Kebangsaan Kita

josstoday.com

JOSSTODAY.COM - Oleh Rully Anwar **)

Awal Muharam tidak saja menjadi penanda pergantian tahun. Muharam juga berarti tantangan perubahan atau berhijrah. Hijrah bukan sekadar berpindah. Hijrah merupakan sebuah tekad perubahan, dari buruk menjadi baik, dari baik menjadi lebih baik, dan dari lebih baik menjadi yang terbaik. Tentu, ini tidak mudah, namun harus yakin pasti bisa.

Setidaknya kita bisa belajar pada sejarah peristiwa hijrah Rasulullah SAW dari Mekah ke Madinah. Boleh jadi kita menganggap hal yang biasa, layaknya seseorang yang sedang migrasi dari satu tempat ke tempat lainya. Padahal sebenarnya tidak semudah itu, butuh perjuangan yang sangat besar. Pada waktu itu perlawanan dari kaum Musyrikin Mekah pada umat islam sangatlah merajalela, mereka tak segan-segan menghabisi nyawa para umat Islam yang akan hijrah, sampai-sampai keselamatan Rasulullah SAW dan para sahabatnya pun juga ikut terancam. 

Apalagi Rasulullah SAW hijrah setelah semua sahabat berangkat menuju Madinah. Inilah jiwa seorang pemimpin sejati, yang lebih mementingkan keamanan dan keselamatan umatnya terlebih dahulu dari pada dirinya sendiri. Muhammad adalah pemimpin yang memiliki ketenangan hati yang luar biasa walaupun keadaan sedang genting. Dalam hijrahnya, Rasulullah SAW hanya ditemani dua sahabat,  Abu Bakar serta Ali bin Ali Thalib.

Hijrah juga dilatarbelakangi oleh perlawanan orang-orang musyrikin Mekah yang melawan dan menentang dakwah Muhammad. Berdakwah di Mekkah memang begitu sulit. Tetapi Allah tidak langsung begitu saja memerintahkan Rasulullah untuk berhijrah. Segala cara dilakukan Rasulullah SAW, namun tetap rasanya pintu hati mereka begitu rapat. Setelah upaya yang dilakukan maksimal, Allah perintahkan Rasulullah SAW untuk berhijrah. Hikmahnya, ketika kita sedang berusaha untuk berdakwah pada orang-orang disekitar kita, walaupun terasa , hendaklah terus mencoba sampai Allah kasih petunjuk apalagi yang harus kita lakukan. Tidak ada kamus putus asa, ihtiar terus dan terus.

Apa yang bisa kita petik hijrah ini untuk kebangsaan kita. Tentu saja adalah sikap pemimpin yang mendahulukan kepentingan yang dipimpinnya. Bangsa ini membutuhkan pemimpin yang berorientasi pada kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Bukan pemimpin yang lebih mengutamakan golongandan nafsu politiknya semata. Hikmah lainnya, tidak sekadar pemimpinnya yang harus bekerja, namun rakyat yang dipimpinnya harus bahu membahu membangun dan menjaga bangsa ini dari ancaman perpecahan.

Dalam situasi seperti bulan september ini, misalnya. Bangsa ini selalu diramaikan dengan polemik dan perdebatan tentang sejarah, terutama terkait tragedi 30 september 1965. Peristiwa ketika Partai Komunis Indonesia menjadi sorotan publik, sehingga beban sejarah ini hampir tidak pernah selesai diperdebatkan. Berbagai upaya negara untuk menyelesaikan masalah ini sampai kini belum tuntas, terutama terkait tuntutan permintaan maaf negara dan penyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa tersebut.

Boleh jadi bangsa ini juga mesti belajar pada negara-negara lain bagaimana menyelesaiakan beban sejarahnya yang kelam. Rekonsiliasi harus tetap dibangun sebagai upaya yang terus menerus, tidak boleh berhenti.Tentu, kesepahaman sebagai sebuah bangsa harus lebih diutamakan. Dalam konteks itulah bangsa ini perlu melakukan hijrah, sebuah perjalanan yang membawa bangsa ini yang tidak lagi dibebani oleh memori masa lalunya yang kelam dan sulit dihapuskan.

Jika sampai hari ini tetap sulit, tentu bangsa ini tetap harus berjalan. Hijrah harus tetap dijalankang menuju bangsa yang mandiri di atas tanah airnya sendiri, tanpa harus bergantung pada negara dan bangsa lain. Sejarah yang kelam dan masih menghantui bangsa ini biarkan menjadi modal sosial  agar proses hijrah bangsa ini tetap harus berjalan, meskipun harus lamban. Generasi penerus bangsa akan menjadi kekuatan baru yang melanjutkan hijrah bangsa, dari bangsa yang masih tergantung negara lain, menjadi bangsa yang mandiri. Dari bangsa yang ekonominya masih berkembang, menjadi negara dengan ekonomi maju. Dari negara yang demokrasinya masih korup, menjadi negara dengan demokrasinya yang lebih berkualitas lagi.

Inilah hijrah kebangsaan kita yang harus dikawal dan dijaga agar perjalanannya tetap pada tujuan semula, tidak berbelok arah, apalagi berbalik arah. Tentu, perdebatan sejarah menjadi ujian bagi bangsa ini. Semua bergantung bagaimana bangsa ini menyiapkan regenerasi kebangsaannya. Regenerasi yang baik akan menjamin proses hijrah kebangsaan kita tetap berada di tujuan awal bangsa dan negara ini didirikan. Mari berhijrah! 

**) Rully Anwar adalah pemimpin redaksi Josstoday.com

Today review josstoday