Revolusi Uang Elektronik
Kartu Elektronik
JOSSTODAY.COM - Oleh Rully Anwar **)
“Ini adalah sebuah revolusi”. Begitu gumam rekan saya ketika melihat pengumuman di setiap masuk gerbang tol, “Mulai Oktober Semua Transaksi Tol Menggunakan Uang Elektronik!” Sejak itu dia sudah siap-siap mengisi ulang kartu uang elektroniknya karena untuk aktifitas sehari-hari dia harus menggunakan jasa jalan tol. Sebelumnya dia hanya mengandalkan uang tunai setiap pembayaran tol, meskipun harus antri agak panjang dibandingkan melalui gardu tol otomatis dengan menggunakan kartu uang elektronik.
Tidak salah rasanya jika rekan saya tadi menyebut fenomena ini sebagai sebuah revolusi. Ya, dulu kita pasti mendengar istilah barter, sebuah transaksi tanpa perantara pengganti, karena yang terjadi adalah saling tukar menukar barang maupun jasa. Kemudian muncul uang sebagai alat transaksi, sekaligus menjadi ukuran untuk menilai sebuah barang atau jasa. Kini uang yang semula berwujud fisik, kertas maupun koin itu, perlahan mulai dihilangkan.
Uang kemudian berubah wujud menjadi angka-angka data digital. Kita masih menguasai nilainya, namun tidak memegang wujudnya. Begitu kira-kira yang saat ini kita rasakan. Boleh jadi ke depan ketika kita gajian bulanan, kita mungkin tidak pernah lagi memegang fisiknya karena gaji bulanan tersebut habis untuk membayar tagihan sana sini, konsumsi, dan memenuhi kebutuhan bulanan yang dilakukan secara elektronik, online, dan real time. Kita hanya mampu mengontrol data digital tersebut. Jangan-jangan diantara kita sudah mengalami 100 persen pendapatannya hanya secara digital.
Inilah gambaran bagaimana saat ini transaksi non-tunai tumbuh pesat dan signifikan dalam kurun waktu sepuluh terakhir ini. Lihat saja apa yang dilakukan Gojek, misalnya, dengan layanan Go-Pay yang ternyata menempati urutan kelompok atas fasilitas pembayaran elektronik. Tidak menutup kemungkinan ke depan akan mengancam eksistensi bank-bank konvensional. Jasa layanan pembayaran elektronik lembaga non keuangan ini tentu menjadi pesaing bagi bank-bank itu sendiri.
Mengapa begitu cepat revolusi pembayaran elektronik ini terjadi? Jawabnya hanya satu, memberi kemudahan!. Praktis, tanpa mengeluarkan uang dan kartu debit dari dompet, seseorang bisa dengan mudah melakukan transaksi keuangan. Bisa pakai kartu emoney ataupun dalam bentuk sebuah gelang karet ke mesin electronik data capture atau chip reader. Tidak sampai setengah menit, proses data transaksi pun kelar. Gelang e-money ini menjadi salah satu produk dari sebuah bank pemerintah yang merupakan inovasi terbaru dari bank terkait. Gelang itu menambah daftar alternatif cara pembayaran secara elektronik, yang sebelumnya lazim menggunakan kartu.
Namun, akhir-akhir ini terjadi kegaduhan terkait pengenaan biaya isi ulang setiap kartu uang elektronik. Ombudsman Indonesia bahkan memandang pengenaan biaya isi ulang ini akan memberatkan masyarakat. Upaya masyarakat mengikuti kampanye uang elektronik mestinya sudah harus diapresiasi, bukan malah dikenai beban lagi terkait biaya pengisian ulang toleh uang elektronik.
Bank Indonesia sendiri sudah merespons akan mengatur besaran biaya ini agar tidak malah memberatkan pengguna uang elektronik. Salah satu opsi yang sedang digagas adalah ketika nasabah mengisi ulang di lokasi atm atau fasilitas dari bank yang mengeluarkan kartu tersebut diusulkan tidak dikenakan biaya alias gratis untuk isi ulang token.
Sementara bagi proses pengisian ulang di tenant-tenant khusus, seperti ritel-ritel berjaringan ataupun di atm atau fasilitas bank yang berbeda dengan kartu uang elektoniknya ini akan dikenakan biaya. Besaran biaya masih diperhitungkan oleh BI. Tentu, opsi yang sedang digagas ini relatif proporsional dan obyektif untuk melihat potensi pasar yang bisa dihasilkan dari kebijakan pemerintah yang mulai mengkampanyekan penggunaan uang elektronik, dimulai dari tol.
Tentu saja, kebijakan penggunaan uang elektronik di tol ini akan memicu perubahan dan proses pergerakan sosial yang boleh jadi turut mewarnai proses perubahan ini. Beredarnya “tong tol” alias tongkat tol adalah sebuah fenomena kreatifitas dunia informasi digital seiring dengan meningkatnya perhatian publik pada kasus tertentu, dalam hal ini adalah uang elektronik itu sendiri. Dunia digital memang mudah memancing orang untuk terlibat di dalamnya.
Akhirnya, kampanye uang digital ataupun uang elektronik ini harus dimaknai sebagai upaya bangsa ini menyambut proses perubahan yang begitu cepat sebagai konsekuensi meningkatkan frekuensi orang menggunakan sosial medai, gadget dalam melakukan proses sosialisasi itu sendiri. Jangan bayangkan lagi di gerbang tol mencul senyuman, sapaan, bahkan obrolan untuk sekadar mengucapkan “terima kasih” antara penguna jasa jalan tol dan petugas gardu tol. Sisanya, yang ada hanyalah mesin, buka tutup portal untuk masuk jalan tol kemudian keluar.Ini tidak sekadar revolusi fisik, dari tunai ke digital, tapi sekaligus revolusi budaya, dari dilayani menjadi melayani (sendiri). Saya pun siap-siap mengingatkan rekan saya, "jangan lupa isi ulang ya bro!
**) Rully Anwar adalah pemimpin redaksi Josstoday.com
POLLING
Dalam bertransaksi jual beli, Anda lebih suka pembayarannya menggunakan uang tunai atau uang elektronik?
Tunai
Debet (kartu ATM)
Kartu uang elektronik (emoney, brizzi, flazh, dll)
Tidak Tahu